Share

6. 3 Penyihir Kubus Lainnya

Sinar matahari menyelimuti bumi, angin berhembus lembut menebas rerumputan. Seorang lelaki berambut hitam legam seperti di gelapnya malam, kilatan rambutnya berwarna putih seperti bintang yang berkelip di malam hari. Mata hitam bagaikan kegelapan yang menarik jiwa untuk terus masuk dan menjelajahi isinya, layaknya blackhole yang mampu menyerap apa saja. Mata itu menatap langit biru cerah di hamparan rumput, matanya terlihat kosong seolah jiwanya tidak berada di tempat itu.

"huh."

Bibir itu menghela nafasnya seperti seseorang yang memiliki banyak pikiran.

"Eruza!" teriak seseorang dari kejauhan, namun lelaki itu hanya memandang wajah itu tanpa menjawab.

"Rrr, air mukamu terlihat menyeramkan, ah benar! Ada yang sedang mencari kita, di depan rumah," kata orang tersebut.

"Siapa?" 

"Kau kira aku tau? Jika aku tau juga aku kasih tau huh dasar, btw Darrel adik sepupu kesayanganmu baru saja datang tadi," kata orang itu lagi.

"Ok ayo ke sana bareng," kata Eruza sambil berjalan meninggalkan sahabatnya di belakang.

"Hei! Tunggu! Wah dasar jahat!" kata lelaki berambut coklat terang itu.

Kemudian dia menyusul Eruza yang kini sudah menghilang di balik pintu belakang rumah.

Di sisi lain di waktu bersamaan, Azareel dan kawan-kawan sedang berdiri di depan rumah orang. Mereka menunggu kehadiran seseorang di dalam rumah itu.

Azareel sedang mengamati buku di tangannya, seluruh atensinya berada di gambar tiga kubus lainnya di atas tanda rumah itu.

Ungu, Merah, dan Putih, entah ini keberuntungan atau bagaimana, pencarian mereka di persingkat karena masing-masing penyihir kubus saling berteman, hanya Azareel dan Leonard saja tidak berteman satu sama lain tapi itu adalah pilihan yang paling tepat bagi Azareel untuk mendatangi lelaki kekar itu.

"Mereka datang," kata Reymond, retina mata segelap malam itu bersinar dengan serius, bola mata itu menatap ke arah pintu rumah yang sedang mereka tunggu.

"Ah~ bukankah dua di antara mereka kakak tingkat di kampus?" tanya Leo mengingat-ingat kembali kakak tingkatnya. Tidak mungkin Leonard melupakan wajah yang tampan seperti itu.

Eruza dengan rambut hitam legamnya yang di siram sinar matahari membuat suasana malam yang indah di rambutnya, bola mata hitam yang segelap malam menatap tajam ke arah lima anak laki-laki, pikirannya pun bertanya-tanya, 'ada apa mereka kemari? Apakah aku sudah berbuat salah?' 

Wayne, seorang pemuda tampan dengan rambut coklat terangnya, meskipun tampan lelaki itu terkenal dengan perilaku dan cara berpikirnya yang aneh, mata itu manatap linglung ke arah lima lelaki yang berdiri di depan pagar rumah Eruza, di saat yang bersamaan Darrel keluar dengan membawa kotak berisikan brownis, anak lelaki itu memiliki rambut pirang cerah bertabur dengan sinar matahari membuat rambut itu bagaikan lukisan yang dilukis oleh ahli profesional, senyuman yang merekah di bibirnya bagaikan sinar rembulan yang menyejukkan hati.

"Itu bukannya si Alien?" tanya Reymond sambil berbisik ke arah Leonard.

"Iya, Anak yang di belakangnya itu satu angkatan dengan kita kan?" tanya Leo sambil berbisik dengan Reymond.

"Tidak bisa di percaya, kita akan bertualangan dengan orang aneh itu," bisik Raymond.

Begitulah mereka akrab sebagai teman gosip. Seperti tidak ada hari tanpa gosip, setiap bertemu pasti ada saja yang mereka bicarakan tentang orang lain.

Azareel yang melihat itupun bingung, dari mana kedua anak itu mendengar gosip-gosip yang tidak jelas asal-usulnya itu? Aza memejamkan mata, alisnya berkerut memikirkan bagaimana cara untuk meyakinkan mereka. Lelaki itu merasakan tanggung jawab yang besar untuk mempersatukan penyihir kubus ini, dia harus meyakinkan agar mereka ikut sehingga perjalanan ini berjalan dengan sempurna tanpa adanya kendala.

Pagar pun di buka, Eruza, Wayne dan Darrel menghampiri kelima anak lelaki yang secara mendadak menemui mereka.

Kedua belah pihak sama-sama memindai tubuh dari bawah ke atas, memasang air wajah yang tenang, seakan ada perang dingin yang terjadi Azareel mengeluarkan suara batuk ringan untuk menghentikan situasi ini.

"Ekhem! Ekhem! Perkenalkan nama saya Azareel Livingstone, harap kakak mendengarkan ocehan tidak berguna saya," kata Azareel menjelaskan maksudnya.

"Baik, silakan." kata Eruza membalas perkataan Azareel.

Eruza lawan bicaranya adalah si jenius negosiasi, dengan wajah imut itu menambah kesan sopan namun manis di wajahnya. Siapapun tidak dapat menolak untuk tidak mendengarkan perkataannya. Itulah kekuatan keimutan, kelemahan untuk semua orang baik itu lelaki ataupun wanita.

Pembicaraan berakhir dengan lancar walaupun di awal mendapat pertentangan dari pihak lawan, namun Azareel berhasil meyakinkan rekannya itu.

Kini kedelapan remaja lelaki sedang duduk di sofa rumah Eruza, mereka masih memperbincangkan hal-hal yang lebih spesifik, berbagai pertanyaan dan perkiraan adalah topik pembicaraan mereka.

"Jadi ... kapan kita akan berangkat?" tanya Darrel.

"Kalian bisa tentukan tanggalnya? Aku dan Leo sudah mempersiapkan barang-barang yang akan kami bawa di jauh hari," kata Azareel memperlihatkan cengirannya.

"Wah ... Leo dan Aza curang!" ucap Reymond tak terima.

"Ey ... kaliankan tinggal mempersiapkan barang kalian, jadi tanggal berapa?" 

"Tanggal 20?"

"Ok!"

Begitulah diskusi mereka saat ini, karena pembicaraan yang banyak semuanya terlihat cocok satu sama lain tanpa ada yang diam ataupun berselisih pendapat.

Aza yang melihatnyapun bersyukur dalam hati, mereka mudah akrab dan mampu menyesuaikan diri mereka sendiri.

                                    ⚛⚛⚛

Di malam hari kediaman Livingstone.

Azareel baru saja menyelesaikan makan malam bersama keluarganya. Tidak terasa hari pertemuan penyihir kubus waktu itu sudah terlewat sangat lama, kini mereka sudah mulai terbiasa satu sama lain, sebentar lagi tanggal yang sudah di tentukan untuk bertualang akan segera tiba. Lelaki itu sudah meminta izin kepada kedua orang tuanya dan syukurlah orang tua Aza membolehkan anak satu-satunya keluarga mereka keluar untuk menjelajahi dunia, tentu saja orang tua Aza tidak mengetahui jika anaknya berpetualangan ke dunia lain.

'hah~ apa mereka sudah siap?' gumamnya sambil menatap langit-langit kamarnya.

Sebisa mungkin mereka membawa sesuatu yang diperlukan agar tidak membawa banyak barang. Semakin sedikit semakin baik.

Hari berganti hari, Azareel berpamitan kepada kedua orang tuanya sambil membawa tas berisi peralatan untuk bertualangnya nanti, karena Leo adalah orang yang paling kaya di antara penyihir kubus lainnya, lelaki bertubuh kekar itupun mengangkut delapan temannya di dalam mobil lelaki tersebut.

Setelah banyak mengasah kemampuan serta mendapat ilmu sedikit-sedikit, Darrel sang Penyihir Kubus Putih menentukan arah yang menuju lokasi gerbang dimensi Hidden World. Menurut buku yang Darrel dapatkan, intuisinya sangat kuat dikarenakan angin di sekitarnya membantu dalam perjalanan mereka. Sedangkan yang lainnya sibuk dengan dunia masing-masing. Yang paling santai di antara yang lainnya tentu si manusia alien yang dengan santainya memakan Snack sambil melihat pemandangan di jendela mobil.

Kini mobil itu berhenti di sebuah jalan sepi yang sudah lama di tinggalkan, namun anehnya gedung-gedung di pinggir jalan terlihat bersih dan terawat, namun tidak ada satupun manusia hidup yang terlihat di Sepanjangan jalan.

Azareel membuka bukunya, di sana terdapat petunjuk di mana letak pintu dimensi tersebut. Kedelapan pemuda tampan itu mulai mengikuti Azareel yang berjalan ke tengah jalan, lebih tepatnya ke pembatas jalan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status