Share

7. Pintu Dimensi dan Hidden World

Kedelapan pemuda itu mulai berdiri di belakang Azareel. Angin berhembus kencang menerpa semua yang menghalangi jalannya.

Bersamaan dengan angin, partikel-partikel merah mulai berterbangan dan menyatu menjadi sebuah pintu.

Pintu itu seperti pintu kaca yang yang mudah pecah, di lihat dari luar, kalian akan melihat pandangan jalan di belakanganya, seperti pintu kaca pada umumnya.

Azareel melangkah maju setelah angin berhenti bertiup, begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Melihat ke belakang dengan pandangan tidak yakin, membuat Eruza datang menghampirinya.

"Biar aku saja," kata Eruza menenangkan Azareel yang gugup, lantas mendengar itupun Azareel mundur ke belakang untuk mempersilakan Eruza.

Terlihat jelas lelaki dengan sejuta pesona itu menarik nafas untuk menghilangkan gugup, tangan itu mulai mendorong pintu kaca itu.

Sejauh mata memandang, pemandangan di dalam pintu sangat kontras dengan lingkungan di sekitar mereka.

Mereka melihat hamparan rumput yang luas, di ujung-ujung hamparan di tutupi oleh hutan. Jika mereka menebak di mana mereka, pasti mereka akan berpikir jika mereka berada di tengah hutan.

Menarik nafas gusar, Eruza pun berkata, "Ayo masuk."

Sebagai orang yang tertua di antara yang lainnya, Eruza mempunyai tanggung jawab besar untuk melindungi teman-teman lainnya. Sikap bijaksana Eruza pantas di sebut pemimpin karena dia sangat bertanggung jawab meski tidak di suruh.

Kedelapan pemuda tampan mulai melangkahkan kaki mereka untuk memasuki pintu dimensi. Setelah semuanya masuk, pintu itu bagaikan di hantam sesuatu langsung pecah dan kembali menjadi partikel-partikel merah yang berterbangan layaknya gliter.

"Wuoh! Benar-benar dunia fantasi!" kata Reymond kagum.

"Selanjutnya apa yang harus kita lakukan?" kata Tanner.

"Hmm ... kita keliling dulu," kata Eruza sambil berpikir, yang disetujui oleh semuanya.

"Nelson apa yang kamu lihat?" tanya Leonard, lelaki bertubuh kekar itu sangat menyukai Nelson yang terbilang paling muda di antara mereka. Namun Nelson tidak menjawab sama sekali, karena penasaran Leonard mengikuti arah tatapan mata Nelson, begitu juga dengan yang lainnya hingga mereka semua ikut terpaku.

Dua bulan di siang hari, yang satu bulan sabit dan yang satu bulan purnama. Bulan sabit berwarna biru sedangkan bulan purnama berwarna merah. Itu tidak wajar sama sekali.

"Ba ... bagaimana bisa?" tanya Leo termenung, tatapan matanya melihat ke arah dua bulan dengan warna yang mencolok di langit.

"Bulan merah dan biru," kata Aza bergumam.

"Bukankah itu lambang Lucifer?" tanya Eruza.

"Ah~ benar," kata Aza, kemudian dia mengambil bukunya dengan cepat, seakan sudah hafal halaman keberapa dia langsung membukanya kemudian membacanya kembali.

"Di buku tertulis, dua warna itu melambangkan kedamaian dan pertentangan, kedamaian adalah bulannya Hidden World dan pertentangan adalah bulannya Lucifer. Lucifer menarik matahari agar tidak menyinari Hidden World. Di tariknya matahari membuat bangsa Hidden World kehilangan setengah dari kekuatan asli mereka, karena itulah Lucifer dan bangsa iblis menyerang makhluk Hidden World di saat mereka menjadi lemah,"

"Karena di malam hari ketika sang Deva muncul kekuatan mahkluk Hidden World berkurang setengah, namun sang Deva tidak berpengaruh kepada bangsa iblis."

"Mengapa begitu rumit?" keluh Wayne.

"Tanyakan pada pembuat sejarah," 

                                    ⚛⚛⚛

Kedelapan pemuda tampan berjalan-jalan sambil melihat sekelilingnya, tanaman dan tumbuhan yang tidak diketahui namanya menyebar ke segala penjuru mata memandang.

"Kita istirahat dulu," kata Eruza.

Mereka menyepakati jika Eruzalah yang memimpin mereka sebagai orang yang tertua, begitupun juga dengan Eruza yang merasa bertanggung jawab besar untuk menjaga teman-temannya.

"Aku mendengar bunyi air ..." kata Darrel, membuat semua orang memandangnya.

"Ke arah Utara," sambung Darrel.

Merekapun berjalan ke arah Utara sesuai perkataan Darrel dan benar saja, di sana terdapat air sungai yang mengalir. Air itu sangat jernih hingga ikan di bawah air terlihat dengan jelas.

"Ah~ akhirnya," kata Reymond, dia mulai melepas benda-benda di sekujur tubuhnya kemudian mencelupkan tangannya untuk mencuci muka.

"Airnya segar," kata Reymond lagi, membuat teman-teman lainnya langsung melepas beban di tubuh mereka. Eruza berpikir sejenak.

"Tanner, bisa buatkan gubuk? Untuk kita tidur malam nanti, harinya semakin gelap," kata Eruza memerintahkan Tanner.

"Ok." 

Sembari berjalan mereka sedikit demi sedikit mengontrol kekuatan mereka, walaupun tidak sempurna namun cukup untuk mereka bertahan hidup.

Tanner mulai mengarahkan pikirannya pada tumbuhan di sekitarnya, angin sepoi-sepoi yang berhembus lembut kini mulai mengencang, batang pohon bermunculan dari berbagai sisi yang telah di tentukan, tanaman merambat mulai naik hingga membentu atap dan dinding.

"Selesai, aku tidak bisa membuat lantainya," kata Tanner sambil menghela nafas pelan.

"Reymond, coba kau buat lantai yang lumayan tinggi dari tanah," perintah Eruza. Reymond yang mendengarpun menjawab.

"Baiklah."

Lelaki dengan mata yang menyerupai tupai itupun mulai mulai mengarahkan pikirannya ke tanah, menyusun satu persatu tanah hingga mencapai ketinggian yang di inginkan. Lantaipun sudah di buat, namun lantai itu dipenuhi dengan debu.

Nelson mengambil inisiatif untuk menghilangkan debu itu, kemudian Leonard menambahkan sedikit besi di permukaan lantai. Membuat lantai itu terlihat rapi dan cantik.

Gubuk yang bagaikan khayalan di Bumi, kini mereka membuatnya.

"Tidak bisa dipercaya, ini adalah gubuk yang paling indah," kata Reymond, mata hitamnya yang membesar dan jernih menambah kesan tupai imut.

Merekapun menaiki gubuk darurat yang mereka buat, entah pikiran apa yang di pikirkan Wayne hingga lelaki itu membawa pancingan ikan, bahkan dia membawa tiga.

Pancingan itu cukup unik karena itu di buat dengan bentuk yang minimalis dan sederhana, ketika di tarik ujungnya, maka pancingan itu akan memanjang, panjang pancingan hanya satu meter setengah, namun cukup untuk memancing di sungai ataupun danau.

"Wayne, mengapa aku tidak bisa mengikuti jalan pikirmu," kata Eruza menatap Wayne yang sedang mengikis tanah untuk mencari cacing.

"Aku hanya iseng membawanya," ya ... begitulah Wayne, dia adalah lelaki tsunder sejauh yang Eruza dan kawan-kawan tahu.

"Yang lain bantu Wayne mencari cacing, Wayne membawa tiga pancingan, setidaknya kita harus mendapatkan tiga ikan untuk kita malam ini," kata Eruza memerintahkan kawan-kawannya untuk membantu Wayne.

Semuanya pun ikut menggali tanah, Leonard membuat wadah kecil dengan besi. Katanya itu untuk menaruh cacing yang di dapat. Kemudian Leonard membuat wadah besar untuk ikan yang nanti di dapat.

"Ayo kita memancing, ada yang mau memacing?" kata Eruza sambil menatap kawan-kawannya dengan penuh harap.

"Aku! Aku! Aku!" kata Reymond bersemangat.

"Ok satu lagi siapa?" tanya Eruza.

"Aku," kata Darrel sambil mengambil pancingan di sebelah Wayne.

"Dapatkan banyak ikan ya," kata Azareel dengan mata berbinar, mereka tidak mengetahui, namun lelaki bermata puppy itu membawa bumbu-bumbu dapur di rumahnya. Dia mengambilnya diam-diam ketika ibunya sedang kepasar sebelum berangkat, syukurlah jika ibu Azareel suka menyetok bahan-bahan di dapur, mungkin waktu membuka lemari ibu Azareel akan marah besar.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status