Home / Romansa / With Mr. Old / Bab 8 - Pembelaan Marlon

Share

Bab 8 - Pembelaan Marlon

last update Last Updated: 2021-05-11 02:21:30

Sejak pelayan memutuskan berhenti kerja, putra kedua Gloe jadi repot mengurus pekerjaan rumah, semua, tanpa terkecuali. Mencari pekerja baru bukan hal yang mudah, sama seperti mendapatkan pasangan. Susah! Marlon termasuk orang yang berat menaruh kepercayaan, maka dari itu dia lebih baik melakukan sendiri ketimbang apes.

Cukup sudah harga diri Marlon roboh sebagai suami yang ketiban sial, bukan dilayani oleh istri tetapi malah sebaliknya. Ketika di luar penampilan Marlon bak ksatria baja hitam, gagah, perkasa. Begitu pulang ke rumah kegagahannya hilang, apalagi saat bolak balik memenuhi permintaan Belle, dia mirip kambing cunguk yang nyasar.

"Paman, bisa lebih cepat tidak, aku sudah telat." Belle mengentak-entak sendok pada piringnya, menunggu Marlon tidak kunjung beres menyajikan sarapan.

Sesungguhnya, Marlon sangat kewalahan, mulai dari buka mata hingga tertutup kembali, lelaki itu tidak mendapat istirahat. Bahkan Marlon sudah bangun mendahului Belle. Padahal waktu tidurnya lebih pendek dari sang istri akibat melanjutkan tugas-tugas kantor pagi lalu. Terbengkalai karena Belle. Akibat mengurus kuliahnya kembali berikut satpam tolol kurang wawasan. Hih! Marlon menggeleng saat membayangkan calon ibu anak-anaknya bodoh jika tidak tamat kuliah.

"Paman ..." rengeknya kala melihat Marlon melamun, greget, sebab keluhan Belle dianggap angin lalu.

"Sebentar, Sayang, ini akan matang, kau bisa minum susumu terlebih dulu."

"Tapi aku sudah telat!" Di luar perkiraan Belle beranjak pergi selepas menyentak, mengabaikan panggilan Marlon.

Astaga! Kenapa jadi seperti ini? Mematikan kompor di depannya, Marlon berlari mengejar Belle. Dia tak mungkin membiarkan istrinya berangkat sendiri. Apalagi dalam keadaan perut kosong. Belle sempat keras kepala tidak ingin mengikuti Marlon, tentu sebelum lelaki itu balas membentak sampai urat lehernya terlihat jelas.

"Kenapa kau sangat sulit diatur, hah?!" Spontan Belle membeku, matanya mengerjap ketakutan.

Seiring air mata Belle mengalir turun, Marlon tersentak sadar bahwa dirinya telah kelepasan. "Bell, maafkan aku, sungguh, aku sama sekali tak memarahimu."

Tak ada sahutan, hanya isak tangis yang berbicara.

"Kau tahu, aku sangat lelah melakukan semua ini, tapi cintaku padamu begitu besar sehingga aku rela menyelesaikan yang bukan tugasku daripada harus membebanimu," lanjut Marlon sambil menangkup kedua pipi Belle, menatap dalam sarat ketulusan.

"A-ku sudah telat." Dengan terbata Belle berucap, dia masih saja mementingkan kuliah ketimbang ucapan Marlon.

Padahal, Marlon hanya ingin Belle mengetahui seluruh pengorbanan di balik cinta yang tulus, lalu memahaminya dengan pasti dan hati terbuka. "Kau tidak akan pergi kuliah, Bell, aku sendiri yang mengajarimu."

Tanpa menunggu jawaban gadis itu, Marlon menarik tangannya masuk ke dalam menuju meja makan. Belle hanya diam mengamati ketika Marlon menyiapkan sarapan untuk mereka, tidak lupa mengganti susu yang telanjur dingin, dan ikut bergabung setelah beres. Duduk di hadapan Belle.

"Ayo, sarapan! Kau harus mengisi perutmu sebelum belajar. Agar ingatanmu bekerja dengan baik."

"Eum, Paman tidak pergi ke kantor?"

"Aku ingin menemanimu seharian ini, aku baru sadar jika terlalu sibuk."

Mengangguk sekali Belle memasukkan potongan pertama ke mulutnya, di depan Marlon tetap diam memerhatikan. "Ini enak sekali Paman, aku juga mau diajarkan memasak."

"Hanya roti panggang biasa," jelas Marlon sambil menyeka sudut bibir Belle yang tampak belepotan.

"Ibuku tidak memberikan izin membantunya masak, dia bilang aku harus giat belajar agar sukses." Belle meneguk susu buatan Marlon, mencecapnya sebentar, dan tersenyum.

"Kau sudah kenyang?" tanya Marlon sesaat Belle menghabiskan satu porsi, gadis itu mengangguk. "Baiklah, sekarang kita belajar, mulai detik ini aku suami sekaligus gurumu."

"Tidak, bukan, kau itu paman Marlonku."

"Iya, terserah padamu menganggapku apa."

Keduanya pun pindah ke salah satu ruangan paling nyaman, membuka buku panduan berisi rumus. Sementara Belle serius mengerjakan soal-soal yang Marlon berikan, bel rumah mereka berbunyi. Meliriknya sekilas, Marlon beranjak keluar saat Belle tampak tidak peduli. Dia sangat fokus bahkan tak menyadari sang suami pergi menyambut tamu.

Yang kebetulan Gloe, ibu dari Marlon. Melebarkan kipas cantiknya bak ratu anti terik matahari. Mata tajamnya mengeksplor ruang utama mencari-cari, menghiraukan beberapa kata sambutan dengan menyerukan nama Belle. Suara Gloe seperti lelaki, ngebass, jadi wajar saja sampai menggema bak berada di goa.

"Belle!" panggilnya lantang, terlihat sangat marah.

"Ibuu," sela Marlon tak memberi celah Gloe masuk mengusik ketekunan Belle.

"Marlon, biarkan aku jalan menemuinya, kau pikir aku tidak tahu jika dirimu lelah, dibodohi-bodohi oleh Belle mengurus pekerjaan ..."

"Itu kemauanku, Bu, aku mohon jangan ikut campur dalam rumah tanggaku." Marlon memotong cepat, menghalangi jalan Gloe yang hendak berlalu.

Menatap Marlon dengan nyalang, Gloe berusaha mengatur napasnya lebih dulu sebelum berkata. "Ingat, Marlon! Kau satu-satunya kebanggaanku, aku tidak mau kau seperti Miller yang mendekam dipenjara karena kelicikan mantan istrinya. Aku tahu siapa sosok asli Belle."

"Bu, tolong, jangan membuat keributan."

"Kau diperbudak olehnya. Sebagai seorang ibu aku tidak terima, sungguh, ini rasanya kepalaku mau pecah setelah mendapat kabar putraku diperalat oleh gadis miskin." Gloe menjerit, sengaja menekan kalimat terakhir.

"Tapi aku mencintainya, aku mengasihi istriku meskipun Belle tak pernah menganggapku." Berdecih jijik, dengan lambat Gloe menutup kipasnya, tidak peduli oleh cinta Marlon.

"Bahkan, cintamu tidak menghasilkan hingga detik ini. Dia juga belum hamil. Kupikir dirinya bukan gadis yang subur." Astaga! Marlon menganga tak menyangka atas perkataan sang ibu, bahkan mereka baru sebulan menikah, tetapi dia sudah seenaknya menyimpulkan tanpa hati.

"Cukup, Bu! Kau bisa pergi, tinggalkan rumahku." Tak bisa menahan lagi, Marlon mengarahkan telunjuknya pada pintu keluar.

"Ya, baik, kau mengusir ibumu sendiri, kupastikan hidupmu tak akan pernah bahagia selama Belle kau pertahankan." Final! Gloe berlalu pergi setelah mengancam. Meskipun rasanya sakit diperlakukan demikian, dia juga tidak memiliki hak mengatur.

Putra keduanya itu sudah dewasa, Gloe tak dapat membatasi keinginan Marlon, kecuali kalau dia masih anak-anak. Mungkin terasa lebih mudah.

Sepeninggal Gloe, tidak ingin ambil pusing Marlon langsung beranjak menuju ruang di mana Belle. Saat membuka pintu Marlon tertegun mendapati Belle sudah berdiri di depannya sambil terisak. Tanpa bertanya apapun, bahkan belum sempat menebak Belle lebih dulu menyela dengan putus-putus.

"A-ku tidak mendengar seluruh hinaan ibumu," katanya sepolos mungkin, niat berbohong, tetapi malah membongkar.

"Jadi, kenapa kau menangis?" tanya Marlon menyelidik, meski sudah tahu dia ingin mendengar alasan tak masuk akal.

"Soal-soal yang kau berikan sangat sulit, aku tidak bisa mengerjakannya, maka dari itu aku menangis." Alibi Belle seraya putar arah, menghindari tatapan Marlon yang menusuk.

Marlon mengikuti Belle. Sementara gadis itu membenahi alat tulis, dia hanya mengamati tanpa berkomentar. Marlon tidak bisa memperkirakan apa yang Belle pikirkan? Tapi, dia menduga ucapan Gloe telah melukainya. Hingga membuat keceriaan Belle redup seperti mendung di siang hari.

Kenapa paman Marlon seakan berpihak padaku? Belle mencuri pandang ke arah Marlon. Tatkala perasaannya membuncah saat berspekulasi jika dia telah jatuh cinta pada Tarzan hutan yang nyasar ke kota.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • With Mr. Old   Bab 54 - Kedewasaan Belle

    Undangan pernikahan?Kening Marlon mengernyit saat menemukan selembar kertas undangan di meja depan rumahnya, dengan bingung pria itu pun membukanya dan membaca dalam hati. Alangkah terkejutnya dia begitu melihat nama Gloe Exietera dan Robert Downey yang tertera.Apa-apaan ini, kenapa tidak ada pemberitahuan?Dengan wajah yang merah padam dikuasai amarah Marlon pun masuk ke dalam rumah, mengurungkan niatnya yang hendak pergi kerja. Acara itu tidak boleh dilanjutkan, dia harus bersikeras melarang ibunya agar membatalkan pernikahan tersebut."Belle ...""Isabeau Chambell, kemarilah!""Sayaaang," panggilnya terus menerus.Dari arah dapur Belle datang tergopoh-gopoh, dia baru saja selesai dengan tugasnya, tetapi Marlon sudah berteriak-teriak seperti Tarzan liar. Dengan heran Belle menatap pria itu, karena dia pikir Paman Marlon sudah berangkat kerja sejak tadi."Loh, Paman, ada apa?" tanya Belle panik, apalagi saat melihat wajah Paman Marlon yang menegang, lalu dia pun bertanya lagi. "Buk

  • With Mr. Old   Bab 53 - Pelayanan ekstra

    Dari samping gadis itu Belle menyikut lengan Rose, tetapi sepertinya gadis itu tampak tidak peduli, entah apa yang ada di pikirannya sampai menerima dua orang pria asing. Dengan senyuman yang manis Rose menampilkan wajah terbaiknya, dia begitu ramah sekali, sementara Belle seperti orang kebingungan."Ngomong-ngomong kalian sudah semester berapa?" tanya salah satu pria dari mereka, kalau tidak salah namanya adalah James."Oh ... Aku semester 4, kemungkinan sebentar lagi akan wisuda." Rose mengerjapkan matanya beberapa kali, Belle bisa melihat dengan jelas jika sahabatnya itu sedang tebar pesona. "Kalau kalian?""Kami berdua sudah kerja," jawab yang satu lagi, namanya kalau tidak salah juga Nial.Rose dan kedua teman barunya itu pun langsung akrab, mereka berbicara dengan panjang kali lebar, bahkan melupakan Belle yang masih duduk di situ. Dengan perasaan yang tidak enak semampunya Belle bersikap biasa saja, dia tahu Rose sakit hati oleh Liam, tetapi tidak seperti ini juga caranya.Masi

  • With Mr. Old   Bab 52 - Rose dan Belle

    Seperti rutinitas pagi biasanya Belle menyiapkan keperluan Paman Marlon dan William sebelum berangkat, wanita berumur 23 tahun itu dengan gesit menjalankan tugas yang sudah menjadi santapannya sehari-hari. Semua itu Belle lakukan dengan hati yang riang dan bahagia.Tidak lupa sebagai istri dan ibu yang baik Belle juga memberikan bekal makanan bergizi, selain untuk kesehatan, tentunya bisa lebih sedikit menghemat. Bukan Belle pelit, hanya saja dia baru menyadari ternyata keuangannya menurun drastis sejak William lahir hingga saat ini."Paman, hari ini makan malam di rumah saja ya," pesan Belle sambil menaruh bekal di hadapan Paman Marlon yang sedang mengenakan sepatu."Kau memasak makanan kesukaanku?" tanyanya."Ah, tidak, aku hanya ingin kau sedikit berhemat saja.""Berhemat?" Kening Marlon mengernyit, tetapi belum sempat dia bertanya lagi Belle sudah berlalu di depan sambil menggandeng William.Sejenak Marlon terdiam, dia melirik bekal yang sudah Belle siapkan di depan matanya. Bekal

  • With Mr. Old   Bab 51 - Pasal potong bulu

    Hari ini Marlon sangat badmood, suasana hatinya yang tidak menentu membuat pikiran meracau ke mana-mana, entah apa yang sebenarnya terjadi pada Gloe. Sebagai seorang anak Marlon tahu persis pria seperti apa Edward, dia pasti hanya memanfaatkan ibunya, apalagi perbedaan umur mereka sangatlah jauh.Tetapi yang lebih menjengkelkan Belle malah membela Edward, bahkan mendukung ibunya yang sedang puber kedua itu."Paman, kenapa William belum pulang ya?" Belle bangkit dari duduknya, wajah wanita itu tampak cemas, wajar saja karena sudah hampir pukul 10 malam William juga tidak kunjung pulang."Mungkin saja menginap di rumahnya Rose," jawab Marlon sambil memijat pelipisnya yang mulai terasa berat, dia tidak bisa menutupi betapa bingungnya saat ini, apalagi mengingat sang ibu meminta restu."Tapi teleponku tidak jawab oleh Rose, dokter Liam juga ponselnya tidak aktif," keluhnya benar-benar begitu cemas, dengan gusar Belle pun berjalan ke arah jendela dan mengintipnya sedikit.Enggan menyahut l

  • With Mr. Old   Bab 50 - Karma

    Wajah Belle merah padam, Paman Marlon memang paling bisa membuat dirinya tersipu hingga memerah sampai di sekujur tubuhnya. Untuk pertama kali setelah sekian lama menikah pria itu mengajak Belle melakukan sesuatu yang baru, dan memberikan sensasi yang beda terhadap tubuh polosnya tersebut.Menepuk pipinya berulang kali dengan semaksimal mungkin Belle berusaha mengembalikan napas dan pikirannya yang kacau, semua itu berkat ulah Paman Marlon, dengan segala trik dan permainan yang aneh."Kau sudah siap, Sayang?" tanya Marlon sambil membawa segelas teh hangat untuk Belle, sebagai suami yang baik dia tentu tahu apa yang istrinya butuhkan setelah berendam bathtub selama 4 jam.Belle menoleh, tangannya masih menggosokkan handuk pada rambutnya yang basah, lalu dia bertanya. "Aku ingin susu cokelat hangat, Paman.""Oh, iya?" Paman Marlon tampak menggaruk tengkuknya, lalu dia menyengir. "Tidak apa-apa, minum teh saja dulu, biar tubuhmu menjadi hangat."Tanpa persetujuan Belle, dengan cepat Marl

  • With Mr. Old   Bab 49 - Mandi bareng?

    Dengan sempoyongan Marlon pulang sedikit larut, untuk menghilangkan stres yang menikam kepalanya dia berhasil menghabiskan dua botol alkohol, dan sedikit hiburan. Telepon sengaja dia matikan, Marlon seakan lupa akan janjinya yang baru kemarin dia tangguhkan. Perkataan Miller saudaranya itu cukup mempengaruhi, sehingga Marlon menjadi pusing."Kau habis dari mana saja, Paman?" tanya Belle yang berdiri di ambang pintu, wajahnya begitu merah membara."Aku habis bertemu dengan Miller," jawab Marlon."Ayahnya Rose?" Wanita itu bertanya lagi, kali ini Marlon hanya mengangguk, lalu melewati Belle begitu saja. "Kenapa kau tidak membawaku ke rumah Ibu mertua, aku kan juga ingin berkunjung menemuinya.""Aku hanya bertemu dengan Miller." Dia menegaskan, seraya mengambil handuk yang menggantung di rak.Menghela napas lelah Belle hanya menatap kepergian Paman Marlon, lalu menghilang di balik pintu kamar mandi. Entah apa yang merasukinya? Terus terang, Belle merasa bingung dengan sikapnya Paman Marl

  • With Mr. Old   Bab 48 - Merenungi nasib

    Dengan dagu yang terangkat tinggi Belle menghadap Victoria, tatapannya setajam silet, dan wajahnya yang manis seketika berubah sangar. Inilah wanita murahan yang telah menggoda Paman Marlon, dia pikir Belle takut dengannya. Oh tidak! Sekalipun Belle hanya ibu rumah tangga biasa dan tidak berpendidikan tinggi, dia termasuk wanita yang cerdas bahkan pemberani.Marlon menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia jelas bingung dan serba salah, terlebih lagi ini masih dalam kawasan Kantor.Seharusnya, Marlon tidak membawa Belle, tetapi karena istri kecilnya itu memaksa, jadi dia tidak ada pilihan selain mengikuti keinginannya yang aneh."Ayo, tadi katanya ada yang mau diomongin sama Victoria," ujar Belle sambil melipat tangannya di dada, dia mendorong pundak Paman Marlon ke arah Victoria yang syok melihat kehadirannya.Pria itu mengangguk, lalu dia melewati Belle, dan duduk bersebelahan dengan Victoria. "Bagaimana dengan rapat pagi ini, Vic?""Semuanya berjalan baik, Tuan, hanya saja mereka

  • With Mr. Old   Bab 47 - Paman Marlon mesum

    Mobil hitam milik Marlon berhenti di depan sekolah Internasional yang dipilihnya setahun lalu, King William begitu tampak ceria dan bersemangat, tentu setelah beberapa hari bolos sekolah karena suatu hal. Dengan wajah yang berseri-seri anak kecil itu melompat dari mobil, lalu melambaikan tangannya kepada sang ibu."Kau tidak jadi mengantarnya, Bell?" tanya Paman Marlon dengan bingung, karena Belle tidak kunjung turun menyusul William, bahkan dia malah membalas lambaian tangannya."Tidak jadi.""Loh, kenapa?" Marlon tampak berpikir, dia semakin bingung melihat tingkah Belle yang aneh."Aku ingin ikut ke Kantor bersama, Paman," jawabnya.Untuk seperkian detik Marlon terdiam, dia menatap tajam, lalu menggeleng dengan gusar."Kenapa, tidak boleh ya? Takut ketahuan selingkuh? Atau mungkin malu punya istri yang aneh begini." Belle mengomel seraya memajukan bibirnya yang tipis, terlalu kesal membayangkan berbagai persepsi yang baru saja dilontarkannya.Marlon menggaruk tengkuknya yang tidak

  • With Mr. Old   Bab 46 - Rose cemburu

    "Ugh, menyebalkan!" Belle mencibir Marlon yang tengah berolahraga di gazebo depan, sedangkan dia baru saja selesai dengan ritual mandinya.Pria memang seperti itu, katanya saja tidak akan melakukan apapun jika si wanita enggan, tetapi yang terjadi Paman Marlon tetap memaksanya untuk bercocok tanam.Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, Belle mengamati Paman Marlon yang merenggangkan otot-otot tubuhnya, dia memang kelihatan seksi dan panas di usia yang tidak lagi muda. Mulai dari otot lengan, otot tubuh, sampai otot yang di bawah semua terbentuk dengan sempurna."Bell, kau sudah selesai, Sayang?" tanyanya sesaat mendapati dirinya yang bersandar di ambang pintu.Wanita itu mengangguk, Belle masih berdiam diri tanpa mengubah posisinya sedikitpun. "Sudah, dan aku sangat menyesal karena tidur denganmu tadi malam.""Menyesal atau nagih?" Marlon menyeringai lebar."Menyesal." Dengan wajah yang merah padam Belle membuang muka, dia paling tidak bisa jika Paman Marlon sudah menggodanya.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status