Entah apa yang membuat Gloe betah di rumah ini, Belle jadi merasa tidak nyaman bahkan hendak makan saja dipelototin sampai matanya keluar. Belle tak pernah mengadu pada Marlon jika makan siangnya dijatah, si ibu mertua memang kejam. Kini wanita tua itu tengah menyeruput kopi, Gloe terlihat asyik sendiri tanpa memedulikan Belle.
Ting tong!
Perhatian Belle langsung beralih ke arah pintu, Gloe yang biasa acuh terhadap suara bel, untuk pertama kali dirinya bersemangat menyambut tamu Marlon. Seorang gadis, eh? Belle mencibir saat dua manusia itu cipika cipiki, berlagak seperti calon menantu.
"Bibi, di mana Marlon?" Candice bertanya sambil mencondongkan wajah ke dalam. Memutar matanya seolah tak melihat Belle berdiri di belakang Gloe."Kau seperti tidak tahu Marlon saja, dia pekerja keras, baginya pekerjaan itu nomor satu." Menarik tangan Candice, dengan hangat Gloe menuntun calon mantu pilihannya menuju sofa. "Tapi, saat melihatmu aku yakin kau yang akan jadi prioritas."
"Ah, Bibi, aku jadi semakin gugup bertemu dengan Marlon, setelah 10 tahun kami berpisah." Merogoh tas cantiknya, Candice mengeluarkan selembar foto dan tersenyum.
Belle hanya memerhatikan dalam diam. Pikirannya mulai ke mana-mana, tapi dia masih tidak mengerti kenapa gadis itu di sini? Gloe juga tak mengatakan apapun. Mereka tampak akrab sekali, mengobrol, bahkan sama sekali tidak melirik nyonya rumah.
Saat Candice merasa haus, barulah matanya bertemu dengan Belle. "Hei, tolong, ambilkan minuman."
Seharusnya Belle menolak, dia bukan pelayan, tapi melihat senyum Candice yang seperti gadis ramah membuat langkah ringan. Belle pun menghidangkan minuman di atas meja. Dia bisa melihat Candice tak keberatan jika ada orang lain bergabung. Menaruh bokong di sebelah Gloe, Belle membalas senyum Candice, mereka saling menatap guna mengenal wajah satu sama lain.
"Siapa namamu?" Candice masih tersenyum lebar, bahkan Belle pikir garis bibirnya memang sudah diatur sedemikian rupa.
"Belle."
"Oh, Sayang, aku prihatin mendapatimu bekerja di usia sangat muda, bahkan kupikir kau masih pelajar." Meremas pundak Belle, gadis itu tampak benar-benar mengasihi, bukan mencari perhatian Gloe.
"Eum, aku bukan ..." ucapan Belle menggantung tepat di saat Gloe mendelik, menarik tangannya kasar.
"Ah, sudahlah! Kau bisa masuk Belle, jangan coba mengganggu tamuku." Gloe mendorong Belle hingga terhuyung. Kalau Candice tak langsung bangkit memegangi, dia sudah merosot di lantai.
"Bibi, biarkan saja."
"Masuk Belle!" Gloe berteriak dengan hidung membesar, napasnya juga terengah. Mau tak mau Belle pun kembali ke kamar.
Tepat di saat bokong Belle mendarat, deru sedan mobil datang, itu jelas paman Marlon. Buru-buru Belle beranjak menuju jendela. Matanya langsung bertemu dengan mata hijau zambrud Marlon. Berarti selama ini setiap kali pulang, hal pertama yang Marlon lakukan yaitu; melihat jendela kamar mereka sebelum masuk.
Ketika Marlon melambai, di balik jendela Belle mencibir, lalu mengepalkan tangan. Hih! Belle bergidik sesaat Marlon membentuk hati pakai jarinya, lama-lama lelaki berusia 37 tahun itu seperti anak pubertas.
"Marlon." Suara lembut Candice memanggil, ada Gloe mendampingi, saat Marlon menoleh gadis itu langsung memeluknya erat.
Kontan batin Belle menjerit, entah kenapa dirinya tak senang melihat gadis lain memeluk Marlon. Dada Belle bergemuruh manakala Marlon sengaja membalas pelukan, tidak memedulikan wajah keki Belle yang sudah terlihat. Tanpa pikir panjang Belle pun berlari keluar, menarik paksa tangan gadis asing itu sehingga pelukannya dengan Marlon terlepas."Jangan memeluk paman Marlonku!" teriak Belle di luar kendali, tangannya juga terangkat hendak memukul Candice, tetapi Marlon menahan cepat.
"Paman? Marlon, jelaskan padaku apa maksud gadis kecil ini? Kenapa ..."
"Aku istrinya, paman Marlon suamiku." Hah? Candice menganga tidak percaya, ditatapnya Belle dari bawah ke atas, lalu beralih pada Marlon.
Melihat kecemburuan Belle bagian dalam diri Marlon bersorak menang, inilah yang paling dia nantikan. Ketika Belle berinisiatif menyerang Candice lagi, Marlon mencegah dengan menariknya ke kamar. Terang saja Marlon tidak ingin sikap kekanakan Belle sampai melukai Candice. Temannya itu belum tahu jika dia sudah menikah.
Lagipula Marlon memang sengaja bikin Belle panas, menguji perasaannya, di hati yang kerap bergidik?
"Kau cemburu?" telisik Marlon mengamati bibir mungil Belle yang maju, dia terlihat sangat marah.Seketika perut Belle mual, dia memang tidak sadar diri.
"Jelas kau cemburu." Tekan Marlon sambil menarik gemas hidung Belle, sang empunya hanya meringis.
"Tidak Paman, aku sama sekali tidak cemburu, sungguh! Aku hanya ingin kau memelukku saja." Menepis tangan Marlon, semampunya Belle acuh, mengabaikan seluruh godaan lelaki tua itu.
Marlon terkekeh melihat keluguan Belle. Istrinya memang pintar bohong, tapi juga mudah ketebak. Belle yang manis, cups! batinnya seraya mencium sekilas dan membekas. Kontan Belle memekik, namun seperti biasa milik Marlon membungkam mulut lebarnya, hingga gadis itu membeku. Cup! Saat Marlon melepaskan ciuman, dengan cepat Belle bangkit menuju cermin. Mengelap bibirnya pakai tisu sebelum berkacak.
"Kenapa kau sering menerkam bibirku?!" tanya Belle dengan galak, Marlon mejilat bibirnya sendiri, lalu menggigit-gigit kecil.
"Eum, apa kau ingin aku mencium Candice?"
"Tidak, jangan."
"Kalau begitu kemari Bell, aku hanya akan ..." Marlon menggantung ucapannya, mati-matian menahan tawa kala melihat reaksi Belle yang menganga.
Menarik pinggang Belle, dengan agresif Marlon menempelkan tubuhnya. Mengunci gadis itu tanpa berpaling sedikit pun dari kedua mata yang jernih. Seiring dada Belle naik turun, tatapan Marlon menajam, bahkan dia dapat mendengar suara batinnya berdoa lirih.
Tuhan, jika kematian sanggup menghentikan niat Marlon, tolong cabut nyawanya, aku ikhlas dan siap menjadi janda.
Sambil komat kamit dengan seluruh tenaga dalam Belle berontak. Ajaib langsung terlepas. Tidak memberi ruang untuk bernapas ditinjunya perut Marlon hingga tersuruk. Hiyaaa! Kini Belle berada di atas tubuh Marlon memukuli wajahnya tiada henti. Tidak merasa kasihan secuil pun.
"AAAKH." Marlon berteriak dengan menangkup dada, matanya ketap ketip, lalu tak lama padam.
"Paman, bangun, aku tahu kau bercanda!"
"Paman, paman Marlonku. Oh ya Tuhan! Tidak, ini tidak mungkin, Paman, buka matamu. Tolong cabut jenggotnya saja, jangan nyawanya, aku meralat doaku." Belle histeris tatkala napas Marlon terhenti, perut kotaknya juga tak bergerak.Belle menangis kencang, berteriak, juga menyalahi diri sendiri. Menyesal. Kalau saja Belle meminta agar Marlon muda lagi, mungkin suami ... eum pamannya belum mati. Menyeka air mata Belle mulai berfantasi aneh, dengan mencium Marlon, maka dia akan hidup kembali seperti Prince White atau Paman Tidur.
Perlahan namun pasti Belle menunduk. Menutup jarak bersamaan dengan bibir mereka menempel. Ajaibnya bahkan belum apa-apa kelopak mata Marlon sudah terbuka, batin Belle pun bersorak. Namun, belum sempat bangkit Marlon menekan tengkuknya ke bawah, mencium bibirnya dengan mesra.
"Ingin mencium istri sendiri saja harus pakai taktik segala, hahaha." Tawa Marlon pecah, sementara wajah Belle sudah semerah api.
Dengan panik Gloe dan Candice datang. Sedikit terlambat karena drama telah berakhir. Keduanya menatap Marlon, lalu beralih pada Belle yang terlihat mengerikan. Kulit putihnya merah padam seakan siap meledak.
"Apa lihat-lihat?!" Skakmat.
Tidak Gloe maupun Candice langsung berkeringat dingin.Undangan pernikahan?Kening Marlon mengernyit saat menemukan selembar kertas undangan di meja depan rumahnya, dengan bingung pria itu pun membukanya dan membaca dalam hati. Alangkah terkejutnya dia begitu melihat nama Gloe Exietera dan Robert Downey yang tertera.Apa-apaan ini, kenapa tidak ada pemberitahuan?Dengan wajah yang merah padam dikuasai amarah Marlon pun masuk ke dalam rumah, mengurungkan niatnya yang hendak pergi kerja. Acara itu tidak boleh dilanjutkan, dia harus bersikeras melarang ibunya agar membatalkan pernikahan tersebut."Belle ...""Isabeau Chambell, kemarilah!""Sayaaang," panggilnya terus menerus.Dari arah dapur Belle datang tergopoh-gopoh, dia baru saja selesai dengan tugasnya, tetapi Marlon sudah berteriak-teriak seperti Tarzan liar. Dengan heran Belle menatap pria itu, karena dia pikir Paman Marlon sudah berangkat kerja sejak tadi."Loh, Paman, ada apa?" tanya Belle panik, apalagi saat melihat wajah Paman Marlon yang menegang, lalu dia pun bertanya lagi. "Buk
Dari samping gadis itu Belle menyikut lengan Rose, tetapi sepertinya gadis itu tampak tidak peduli, entah apa yang ada di pikirannya sampai menerima dua orang pria asing. Dengan senyuman yang manis Rose menampilkan wajah terbaiknya, dia begitu ramah sekali, sementara Belle seperti orang kebingungan."Ngomong-ngomong kalian sudah semester berapa?" tanya salah satu pria dari mereka, kalau tidak salah namanya adalah James."Oh ... Aku semester 4, kemungkinan sebentar lagi akan wisuda." Rose mengerjapkan matanya beberapa kali, Belle bisa melihat dengan jelas jika sahabatnya itu sedang tebar pesona. "Kalau kalian?""Kami berdua sudah kerja," jawab yang satu lagi, namanya kalau tidak salah juga Nial.Rose dan kedua teman barunya itu pun langsung akrab, mereka berbicara dengan panjang kali lebar, bahkan melupakan Belle yang masih duduk di situ. Dengan perasaan yang tidak enak semampunya Belle bersikap biasa saja, dia tahu Rose sakit hati oleh Liam, tetapi tidak seperti ini juga caranya.Masi
Seperti rutinitas pagi biasanya Belle menyiapkan keperluan Paman Marlon dan William sebelum berangkat, wanita berumur 23 tahun itu dengan gesit menjalankan tugas yang sudah menjadi santapannya sehari-hari. Semua itu Belle lakukan dengan hati yang riang dan bahagia.Tidak lupa sebagai istri dan ibu yang baik Belle juga memberikan bekal makanan bergizi, selain untuk kesehatan, tentunya bisa lebih sedikit menghemat. Bukan Belle pelit, hanya saja dia baru menyadari ternyata keuangannya menurun drastis sejak William lahir hingga saat ini."Paman, hari ini makan malam di rumah saja ya," pesan Belle sambil menaruh bekal di hadapan Paman Marlon yang sedang mengenakan sepatu."Kau memasak makanan kesukaanku?" tanyanya."Ah, tidak, aku hanya ingin kau sedikit berhemat saja.""Berhemat?" Kening Marlon mengernyit, tetapi belum sempat dia bertanya lagi Belle sudah berlalu di depan sambil menggandeng William.Sejenak Marlon terdiam, dia melirik bekal yang sudah Belle siapkan di depan matanya. Bekal
Hari ini Marlon sangat badmood, suasana hatinya yang tidak menentu membuat pikiran meracau ke mana-mana, entah apa yang sebenarnya terjadi pada Gloe. Sebagai seorang anak Marlon tahu persis pria seperti apa Edward, dia pasti hanya memanfaatkan ibunya, apalagi perbedaan umur mereka sangatlah jauh.Tetapi yang lebih menjengkelkan Belle malah membela Edward, bahkan mendukung ibunya yang sedang puber kedua itu."Paman, kenapa William belum pulang ya?" Belle bangkit dari duduknya, wajah wanita itu tampak cemas, wajar saja karena sudah hampir pukul 10 malam William juga tidak kunjung pulang."Mungkin saja menginap di rumahnya Rose," jawab Marlon sambil memijat pelipisnya yang mulai terasa berat, dia tidak bisa menutupi betapa bingungnya saat ini, apalagi mengingat sang ibu meminta restu."Tapi teleponku tidak jawab oleh Rose, dokter Liam juga ponselnya tidak aktif," keluhnya benar-benar begitu cemas, dengan gusar Belle pun berjalan ke arah jendela dan mengintipnya sedikit.Enggan menyahut l
Wajah Belle merah padam, Paman Marlon memang paling bisa membuat dirinya tersipu hingga memerah sampai di sekujur tubuhnya. Untuk pertama kali setelah sekian lama menikah pria itu mengajak Belle melakukan sesuatu yang baru, dan memberikan sensasi yang beda terhadap tubuh polosnya tersebut.Menepuk pipinya berulang kali dengan semaksimal mungkin Belle berusaha mengembalikan napas dan pikirannya yang kacau, semua itu berkat ulah Paman Marlon, dengan segala trik dan permainan yang aneh."Kau sudah siap, Sayang?" tanya Marlon sambil membawa segelas teh hangat untuk Belle, sebagai suami yang baik dia tentu tahu apa yang istrinya butuhkan setelah berendam bathtub selama 4 jam.Belle menoleh, tangannya masih menggosokkan handuk pada rambutnya yang basah, lalu dia bertanya. "Aku ingin susu cokelat hangat, Paman.""Oh, iya?" Paman Marlon tampak menggaruk tengkuknya, lalu dia menyengir. "Tidak apa-apa, minum teh saja dulu, biar tubuhmu menjadi hangat."Tanpa persetujuan Belle, dengan cepat Marl
Dengan sempoyongan Marlon pulang sedikit larut, untuk menghilangkan stres yang menikam kepalanya dia berhasil menghabiskan dua botol alkohol, dan sedikit hiburan. Telepon sengaja dia matikan, Marlon seakan lupa akan janjinya yang baru kemarin dia tangguhkan. Perkataan Miller saudaranya itu cukup mempengaruhi, sehingga Marlon menjadi pusing."Kau habis dari mana saja, Paman?" tanya Belle yang berdiri di ambang pintu, wajahnya begitu merah membara."Aku habis bertemu dengan Miller," jawab Marlon."Ayahnya Rose?" Wanita itu bertanya lagi, kali ini Marlon hanya mengangguk, lalu melewati Belle begitu saja. "Kenapa kau tidak membawaku ke rumah Ibu mertua, aku kan juga ingin berkunjung menemuinya.""Aku hanya bertemu dengan Miller." Dia menegaskan, seraya mengambil handuk yang menggantung di rak.Menghela napas lelah Belle hanya menatap kepergian Paman Marlon, lalu menghilang di balik pintu kamar mandi. Entah apa yang merasukinya? Terus terang, Belle merasa bingung dengan sikapnya Paman Marl
Dengan dagu yang terangkat tinggi Belle menghadap Victoria, tatapannya setajam silet, dan wajahnya yang manis seketika berubah sangar. Inilah wanita murahan yang telah menggoda Paman Marlon, dia pikir Belle takut dengannya. Oh tidak! Sekalipun Belle hanya ibu rumah tangga biasa dan tidak berpendidikan tinggi, dia termasuk wanita yang cerdas bahkan pemberani.Marlon menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia jelas bingung dan serba salah, terlebih lagi ini masih dalam kawasan Kantor.Seharusnya, Marlon tidak membawa Belle, tetapi karena istri kecilnya itu memaksa, jadi dia tidak ada pilihan selain mengikuti keinginannya yang aneh."Ayo, tadi katanya ada yang mau diomongin sama Victoria," ujar Belle sambil melipat tangannya di dada, dia mendorong pundak Paman Marlon ke arah Victoria yang syok melihat kehadirannya.Pria itu mengangguk, lalu dia melewati Belle, dan duduk bersebelahan dengan Victoria. "Bagaimana dengan rapat pagi ini, Vic?""Semuanya berjalan baik, Tuan, hanya saja mereka
Mobil hitam milik Marlon berhenti di depan sekolah Internasional yang dipilihnya setahun lalu, King William begitu tampak ceria dan bersemangat, tentu setelah beberapa hari bolos sekolah karena suatu hal. Dengan wajah yang berseri-seri anak kecil itu melompat dari mobil, lalu melambaikan tangannya kepada sang ibu."Kau tidak jadi mengantarnya, Bell?" tanya Paman Marlon dengan bingung, karena Belle tidak kunjung turun menyusul William, bahkan dia malah membalas lambaian tangannya."Tidak jadi.""Loh, kenapa?" Marlon tampak berpikir, dia semakin bingung melihat tingkah Belle yang aneh."Aku ingin ikut ke Kantor bersama, Paman," jawabnya.Untuk seperkian detik Marlon terdiam, dia menatap tajam, lalu menggeleng dengan gusar."Kenapa, tidak boleh ya? Takut ketahuan selingkuh? Atau mungkin malu punya istri yang aneh begini." Belle mengomel seraya memajukan bibirnya yang tipis, terlalu kesal membayangkan berbagai persepsi yang baru saja dilontarkannya.Marlon menggaruk tengkuknya yang tidak
"Ugh, menyebalkan!" Belle mencibir Marlon yang tengah berolahraga di gazebo depan, sedangkan dia baru saja selesai dengan ritual mandinya.Pria memang seperti itu, katanya saja tidak akan melakukan apapun jika si wanita enggan, tetapi yang terjadi Paman Marlon tetap memaksanya untuk bercocok tanam.Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, Belle mengamati Paman Marlon yang merenggangkan otot-otot tubuhnya, dia memang kelihatan seksi dan panas di usia yang tidak lagi muda. Mulai dari otot lengan, otot tubuh, sampai otot yang di bawah semua terbentuk dengan sempurna."Bell, kau sudah selesai, Sayang?" tanyanya sesaat mendapati dirinya yang bersandar di ambang pintu.Wanita itu mengangguk, Belle masih berdiam diri tanpa mengubah posisinya sedikitpun. "Sudah, dan aku sangat menyesal karena tidur denganmu tadi malam.""Menyesal atau nagih?" Marlon menyeringai lebar."Menyesal." Dengan wajah yang merah padam Belle membuang muka, dia paling tidak bisa jika Paman Marlon sudah menggodanya.