Setelah semalaman mendapatkan teror dari hantu. Nissa merasa trauma tinggal sendiri di apartemennya. Mengharapkan Yudha datang sudah tidak mungkin. Baru tadi pagi laki-laki itu pulang ke rumahnya. Gadis itu tercenung memikirkan siapa kira-kiranya yang bisa menemaninya hari ini. Ini hari Minggu, semua orang sedang menikmati akhir pekan."Arini … ya, aku harus memanggilnya ke sini." Tiba-tiba Nissa dapat ide cemerlang. Sudah lama dirinya tidak bertemu sahabatnya itu.Mereka bertemu, melepas kangen setelah lama tidak bersua. Banyak cerita mengalir saling bergantian. Nissa dengan kisah yang baru dialaminya sedangkan Arini dengan kisah masa kecilnya.Arini menghela napas sebentar. Terlihat gadis itu ragu-ragu, sejenak melihat ke mata gadis di depannya–Nissa. Ini adalah rahasia besar, tidak baik jika sampai tersebar. Arini adalah temannya Nissa, baru saja Nissa bercerita tentang dirinya yang melabrak Ardhia."Cerita saja, aman rahasiamu!" ujar Nissa meyakinkan Arini. Sahabatnya itu mengangg
Arini melajukan motornya ke arah rumah Nissa. Namun, kali ini tidak seperti biasanya. Semakin jauh semakin dia tidak paham dengan jalan yang dilaluinya."Arini, ini bukan jalan menuju rumahku!" Tiba-tiba Nissa berseru. Dirinya melihat banyak pohon-pohon besar di sisi jalan."Aku juga memikirkan hal yang sama." Arini berkata sambil menghentikan motornya. Dia memandang jalanan di depannya.Rasa takut menguasai mereka berdua. Tentu ini adalah bagian dari hantu itu. Sebelum Nissa meneror XL tidak pernah ada kejadian seperti ini. Nissa hidup dengan tenang tanpa rasa ketakutan. Dia dan Yudha asyik mengumbar dosa berpacaran.Setelah Nissa berulah terhadap Ardhia, barulah kini terasa karma buruknya. Hidup Nissa tidak tenang karena dikejar-kejar hantu. Jika malam tiba, dia akan melewatinya dengan ketakutan sampai pagi menjelang. Gadis itu tidak mengerti hantu siapa itu sebenarnya. Menyesal dirinya sudah menyakiti hati Ardhia."Ini jalan menuju ke mana Arini?" tanya Nissa. Dia bingung sendiri
XL, Sonia dan Farah mengelilingi Dina yang katanya punya ide. Entah ide apa karena dilihat dari wajahnya sepertinya dia serius."Hibur aku dulu, dong. Hihihi," kata Dina tiba-tiba. Dia cekikikan sambil dilihatin oleh teman-temannya yang heran."Idih dasar kurang sesetrip, ya!" jawab XL sambil menyilangkan telunjuknya di jidat. "Cepat katakan, ide apa yang ada di otakmu yang nyeleneh itu!" suruh Farah. Rupanya dia juga tidak sabar ingin mendengarkan ide untuk ngerjain Nissa."Binatang apa yang bisa terbang?" Tanpa memperdulikan teman-temannya Dina tetap dengan kebiasannya main tebak-tebakan."Aku tahu," jawab Farah kesal. "Apa?" tanya Dina antusias. Dia sudah cekikikan sebelum Farah menjawab."Kucing!" seru Farah. Perkataannya disambut gelak tawa teman-temannya."Ahaha hahaha hahaha." Dina paling keras tertawanya. Merasa lucu dengan jawaban Farah."Aku tahu … aku tahu!" teriak Sonia. Sebelum menjawab dia juga terkikik geli. Teman-temannya menjadi curiga, mereka menunggu jawaban Sonia
Sebelum pernikahan, Wina meminta bicara secara pribadi dengan XL. Dia ingin mencurahkan isi hatinya pada gadis itu. Berani sekali XL menghancurkan semua harapannya untuk memiliki menantu idaman yang langsing dan pintar.Ardhia alias XL datang memenuhi undangan calon mertuanya itu. Mereka sekarang duduk di ruang tamu milik keluarga Seno.Mata gadis itu tidak berkedip melihat segala kemewahan di depan matanya. Tidak menyangka jika mereka, keluarga calon suaminya sekaya itu.“Silahkan, Nona! Diminum tehnya!” suruh pelayan sambil meletakkan secangkir teh di hadapan Ardhia.“Makasih, Bi.” Ardhia tersenyum kepada pelayan tersebut. Pelayan itu senang karena Ardhia ramah padanya.“Eeeh … tunggu … tunggu!” Tiba-tiba Wina datang dan menahan pelayan tersebut. Ardhia kaget, gadis itu memandang calon mertuanya lalu menunduk. Keringat yang selalu saja muncul di area dahinya hampir meluncur jatuh ke lantai keramik yang sangat bersih. Buru-buru gadis itu menyeka dengan tisu yang sudah lusuh. “Ya, N
Pesta berakhir tepat tengah malam. Yudha membawa Ardhia pulang ke rumah orangtuanya. Sebelum besoknya berangkat bulan madu ke Bali.“Ah … lega. Korset ini hampir membunuhku. Sesak sekali napasku.” Ardhia mengeluh sambil melucuti semua pakaian pengantinnya.“Hei … mengapa di depanku?” tanya Yudha tidak suka. Rupanya tubuh gendut Ardhia tidak memancing gairahnya. “Lho, kan sudah halal, kita suami istri, kan?” tanya Ardhia heran. Mendengar perkataan Yudha musnah sudah cerita indah tentang malam pertama.“Iya, kita … kita suami istri, tapi kan belum saatnya mesra-mesraan. Besok saja saat bulan madu.” Dengan agak gugup Yudha menjawab.“Ya sudah.” Ardhia menyetujuinya, lagian dia juga merasa malu jika harus keramas pagi-pagi di rumah mertua. “Tapi rambutku juga rasanya lengket jika tidak keramas,” pikirnya Ardhia masih berkutat dengan baju pengantinnya. Yudha tidak menolongnya, dia malah asyik memainkan HP. “Nissa sedang apa, ya?” pikir Yudha. Dia ingin sekali menelpon kekasih yang sudah
“Buketnya yang spesial, ya!” kata Yudha di telpon. Wina tertegun sejenak, dia mengintip Yudha yang sedang berbicara dari balik tembok. Setelah tahu rencana Yudha timbul ide cemerlang di benaknya. Cepat-cepat dia menghubungi Nissa, calon menantu idamannya.“Baik Tante.” Lega sekali rasanya setelah mendengar Nissa setuju dengan rencananya.Wina dan Nissa membicarakan rencana mereka di telpon. Wina menjelaskan rencananya kepada Nissa, bahwa dia ingin memberikan sebuah buket bunga yang spesial kepada Yudha. Buket itu akan dibuat dalam bentuk yang unik dan menarik, tentu saja sebagai suprise. Walau itu adalah pesanan Yudha sendiri.“Besok pagi-pagi pergilah ke salon, semuanya sudah disiapkan, Ok,Sayang?” Wina menutup teleponnya setelah memberitahukan rencananya dengan detail kepada Nissa.Di kamarnya, Nissa senyum-senyum sendiri. Hatinya yang patah perlahan-lahan mulai ada lagi harapan untuk kembali lagi kepada Yudha. Besok akan dibisikkan kata-kata yang akan membuat gadis gendut itu mund
Ardhia tersenyum sendiri melihat muka kecut Nissa. Walau hatinya panas otaknya harus tetap dingin. Tidak boleh kalah dengan siasat mereka. Tampak olehnya Nissa meninggalkan tempat pesta setelah bisik-bisik dengan mertuanya. Ardhia yakin tentu ada lagi ulah mereka yang akan membuatnya jengkel. Baru sehari menjadi istri Yudha hidupnya sudah berbalik 180 derajat.“Apa lagi yang mereka rencanakan.” Ardhia memandang mereka dengan curiga. Ekspresi wajah Nissa yang tiba-tiba cerah membuatnya harus selalu waspada.Beberapa sesi pemotretan sudah dilakukan. Tamu-tamu khusus sudah pulang satu persatu. Tampak mereka puas dengan jamuan dan keramahan pengantin. Rupanya Ardhia mendapatkan point plus di depan sahabat-sahabat Wina.Tentu saja Wina semakin uring-uringan. Hatinya masih dongkol dengan kekalahannya harus bermenantukan Ardhia. Namun, demi keuangannya tetap aman dia harus menahan kedongkolanya itu.Wanita itu tersenyum mengingat kembali rencananya bersama Nissa. Dia yakin jika menantunya ka
Ardhia masuk ke dalam kamar, dilihatnya Yudha tidak ada. Terdengar bunyi air gemericik di kamar mandi. Gadis itu tersenyum sendiri, membayangkan wajah tampan suaminya.“Rupanya dia sedang mandi,” gumam Ardhia. Gadis itu duduk di kursi dan menyalakan televisi. Film kartun jadi pilihannya, gaya kocak animasinya membuatnya sedikit terhibur. Kembali pikirannya tertuju kepada orang yang tadi dilihatnya. Secara postur tubuh wanita tersebut mirip dengan Nissa. Mumet dengan pikirannya, membuatnya memejamkan mata. Raganya lelah dengan pikirannya sendiri.Ardhia hampir terlelap saat Yudha keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk kecil di pinggang. Menutup hanya bagian aurat vitalnya. Gadis itu memalingkan wajahnya karena malu. Dia belum terbiasa melihat tubuh laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu.“Me … mengapa kamu tidak memakai baju?” tanya Ardhia gugup. Mukanya merah menahan malu. Gadis itu memalingkan wajahnya dari pemandangan di hadapannya. Sumpah, itu membuat hatinya be