Hari demi hari dijalani Ardhia dengan bimbang. Sementara Yudha belum berubah dan Wina bertambah tidak menyukainya. Hanya Seno yang selalu memperhatikannya dan itu membuat Wina cemburu.“Papa … Mama nggak suka ya, kalau Papa terlalu memperhatikan Ardhia! Apakah Papa suka sama dia?” tanya Wina tanpa tedeng aling-aling. Tentu saja Seno terkejut mendapat pertanyaan dari Wina seperti itu. Matanya melotot, hampir melompat dari tempatnya.“Suka bagaimana? Fari dulu juga Papa suka sama Ardhia. Makanya dia Papa jadikan menantu, aneh-aneh aja,” jawab Seno sambil memandang istrinya tajam. Tidak suka sama sekali dengan ucapan istrinya.“Maksud Mama bukan itu. Papa suka sama dia?” tanya Wina lagi semakin kurang ajar. Wanita itu memandang penulis selidik.“Jaga ucapanu! Mama tidak pantas berbicara seperti itu. Ardhia itu menantuku dan dia sekarang sedang mengandung anak Yudha!” ujar Seno keras karena emosi. Dia keceplosan dan berbicara tentang kehamilan Ardhia.“Apa hamil? tanya Wina gak kalah kag
Mendengar keributan yang terjadi antara Yudha dengan ibunya membuat Ardhia bangun. Dia mengendap-ngendap keluar dari kamarnya dan mendengar percakapan mereka.Ardhia sedih mendengar kata-kata mamanya alias mertuanya, tidak menyangka sebegitu bencinya mertuanya itu kepadanya.Masih beruntung Yudha membelanya walau tidak sepenuhnya. Ardhia dengan cepat balik lagi ke kamar setelah mendengar Yudha menaiki tangga. Namun, masih terdengar olehnya Wina mengumpat Yudha“Astaga Ibu macam apa seperti itu. Kamu beruntung Nak, mempunyai Ibu seperti aku. Ibu tidak akan berlaku seperti itu kepadamu, kamu baik-baik, ya di dalam perut Ibu,” bisik Ardhia sambil mengusap perutnya.Ardhia memasang telinganya baik-baik, mendengar ada suara mendatangi kamarnya. “Apakah itu Yudha?” tanyanya dalam hati. “Mau apa dia ke sini? Sial pintunya belum dikunci lagi tadi,” gumam Ardhia sambil membetulkan selimutnya, pura-pura tertidur pulasKlotak! Terdengar pintu dibuka, Yudha melongokkan kepalanya ke kamar Ardhia
Hari ini adalah hari kedua Ardhia terbaring lemas di rumah sakit, setelah mencoba tidak makan demi bisa menjadi langsing. Setidaknya, bisa turun beberapa ons saja sudah membuatnya senang.Dia ingat dua hari yang lalu, Ardhia bertahan hanya dengan beberapa gelas air dan potongan buah. Tentu saja sudah dari malam kepalanya pusing cenat-cenut, tapi dia tidak memperdulikannya. Terkadang memang suka minder dengan berat badan yang berlebih, bayangkan saja seratus kilogram dengan tinggi 160 cm, apa gak kelebihan empat puluh kilogram kalau menurut perhitungan berat badan ideal. “Debam debum debam debum,” kata anak-anak kompleks kalau Ardhia lewat di gang. Langkahnya memang berhasil menggetarkan dunia, mending saja kalau karena kecantikan dunia ikut berguncang, lah ini ...."XL !"Suara teriakan teman-temannya dari balik pintu berhasil mengalihkan dunia, eh lamunannya. Mereka tertawa cengengesan sambil memamerkan bawaannya. Ada parcel buah-buahan dan satu wadah yang diikat pita cantik berwarn
"Ini apa?" tanya perawat.Teman-teman XL pucat wajahnya. Mereka seperti tersangka dalam sebuah kasus."Kaa … mi hanya memberinya ku … kue coklat," kata Dina terbata-bata."Nah itu masalahnya, pasien dengan masalah pencernaan akut tidak boleh makan coklat dulu, asam lambungnya bisa naik," ujar perawat menjelaskan."Ooh, maafkan kami, kami sungguh tidak tahu," kata Farah. Nampak raut mukanya sedih melihat keadaan Xl."It's oke, semua akan baik-baik saja, sebaiknya kalian pulang, biarkan pasien beristirahat," pinta perawat kepada mereka."Oh, iya ... iya, kami pergi sekarang," ujar Sonia cepat. Gadis itu bersiap-siap untuk segera pergi."XL, kami pulang dulu, ya, cepat sembuh! Tidak usah diet lagi, kami semua sayang kamu." Dina berpamitan. Sonia dan Farah ikut menanggukan kepala, mata mereka basah. “Rupanya para mahluk tengil ini bisa juga terharu,” pikir Xl. Dia juga ikut larut dalam perasaan sedih.XL berusaha untuk tersenyum, walau mungkin kelihatannya seperti sebuah seringai. “Sudahl
Samar-samar XL melihat wajah setengah tua itu memandangnya dengan perasaan sayang yang luar biasa."Nak, kamu tidak apa-apa, kan?" bisik orang tersebut. Mungkin ia menyangka XL masih tertidur.Gadis itu memperhatikan bapaknya sudah mulai tua, keriput di wajahnya sudah muncul satu persatu. Begitu juga uban sudah tumbuh di kepala. Laki-laki luar biasa ini sudah begitu banyak pengorbanan demi dirinya. Akan tetapi dirinya merasa belum berkesempatan untuk membalas segala kebaikannya itu."Ardhia," Bapak memanggil dengan lirih. Nampak kekhawatiran tergambar jelas di wajahnya."Bapak," bisik XL pula. Gadis itu meraih tangan bapaknya dengan sebelah tangan. Menciumnya dengan takzim, gadis itu merasa sesak napasnya karena terharu."Bagaimana keadaanmu?" tanya bapak XL."Baik, Bapak sudah pulang kerja?""Iya, Nak.”Bapak XLnampak capek habis pulang kerja, orang tua itu bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Kecamatan. "Banyak kerjaan ya, Pak?" tanya Ardhia melihat kelelahan di wajah Bapak."Ban
XL terkekeh ingat dulu masa kecilnya, biarpun gendut tapi pemberani. Itu karena didikan almarhum ibunya yang mengajarkan kalau orang lain bisa, mengapa kita tidak. Kalau orang lain bisa merundung kita, mengapa kita tidak bisa melawan. XL ingat-ingat itu sampai dirinya beranjak dewasa."Lalu, Lo kenal dengan Dina di mana?" tanya Farah. Bahasanya sudah amburadul, kadang kamu, kadang lo gue, mereka happy saja."Di tengah jalan raya," jawab XL. Sontak gadis di depannya kaget."Lho, kok bisa? Mana ada seperti itu. " Farah memandang XL keheranan."Bisa lah, kita berkenalan sama orang kan bisa di mana saja," jelas Xl. Dia tetap membuat Farah penasaran."Masa iya di tengah jalan raya? Aneh aja, ceritakan dong!" pinta Farah."Oke ... baiklah, tapi aku ngantuk ini, mungkin efek dari obat," keluh XL. Matanya tiba-tiba terasa berat, kepala terkulai karena rasa kantuk yang menyerang."Baiklah tidur saja, bercerita bisa kapan saja," sahut Farah. Gadis itu membenarkan letak selimut Xl. "Aku tungguin
Tok tok tok.Suara ketukan halus di pintu itu terdengar lagi. Terasa horor sekali karena hari sudah lewat tengah malam. Tanpa menunggu ada yang membukakan pintu, pintu didorong dari luar karena pintu memang tidak dikunci. Seraut wajah ayu dengan baju putih menyembul dari balik pintu."Permisi … cek malam, Mbak," kata seorang suster. Dia mengecek infusan dan memberi XL sebutir pil.Ahh ... ternyata perawat yang jaga malam. Terlihat Farah dan Dina mengempaskan napas, begitupun XL, mereka mengira hantu yang ingin mengganggu karena menurut yang mereka dengar, makhluk seperti itu banyak terdapat di rumah sakit.Dina menutup pintu setelah perawat itu keluar, lantas mengelus dada, mungkin merasa lega, karena bukan suster ngesot yang muncul."Untung perawat beneran, coba kalau seperti yang di film-film mati berdiri aku, Rek," kata Dina, logat Surabayanya nongol."Dikira memang apa?" tanya XL."Ya seperti di film suster ngesot lah, suster melayang, tiren atau dokter padahal hantu, tapi dokter k
Semua kaget termasuk XL. Malah Sonia hampir menelan sendok kalau tidak segera dikeluarkan. "Uhukkks," Dina terbatuk-batuk. Entah keselek apa dia, mungkin biji durian, tapi kan mereka tidak sedang makan durian, oh mungkin keselek bijian nasi. Intinya mereka semua kaget dengan ucapan bapaknya XL.Mereka semua memandang bibir bapak XL, menanti ucapan yang akan keluar selanjutnya. Namun, bapak hanya tersenyum sok misterius. Tentu saja mereka sangat penasaran."Jangan sekate-kate ya, Pak," sergah XL. Matanya mendelik ke atas, mungkin akan terlihat lucu dan menggemaskan bagi yang melihatnya. Ooh, sepede itukah dia? Hihihi."Iya, Pak, kalau bawa info itu yang akurat, benarkah Yudha calon suami XL?" tanya Farah sambil mendekati bapak."XL?" Bapak mengernyitkan keningnya. Tentu saja dia tidak tahu siapa yang dimaksud."Eh ... eh ... Ardhia maksudnya, Pak. Hihihi," jelas Farah sambil tertawa, kemudian menutup mulutnya.Ardhia melotot memberi kode kepada Farah. Nanti bapaknya marah anak gadis ya