Home / Horor / YOU AND US / Hari Kelima

Share

Hari Kelima

Author: Nyaon
last update Last Updated: 2021-04-25 23:48:39

Tanah becek tak Dion hiraukan, fokus utamanya adalah lari dari kuburan ini.

Benar, Dion sedang berada di sebuah pemakaman. Dion baru sadar setelah tadi tersandung sebuah batu nisan putih.

"Khi .. khi .. "

Suara tawa perempuan semakin terdengar keras, dengan tubuh bergetar Dion berusaha bangkit dan kembali berlari.

"Ya Allah .. selamatkan Dion," gumam Dion sambil membaca doa doa pendek.

Keringat dingin membasahi seluruh pelipis serta tubuh Dion, luka lecet di kaki menjadi penghalang kecepatan berlari Dion, pohon dengan daun lebat menghalangi pandangan remaja itu.

"Sial! Sial!" umpat Dion ketika kembali dititik awal, sekarang ia tak tau arah jalan pulang.

"Hahaha!"

Suara tawa kembali terdengar, kali ini tercampur suara laki laki.

Dion menutup telinganya erat, tak ingin mendengar suara tawa yang saling menyaut satu sama lain.

"Berhenti! Kumohon berhenti!" seru Dion frustasi ketika merasakan sesuatu mendekati dirinya.

Tap

Tangan pucat mendarat dipundak Dion, disusul dengan tetesan darah yang menerpa rambut serta tubuh Dion.

Butuh beberapa detik bagi Dion untuk mengumpulkan keberanian sebelum akhirnya menengok dengan cepat kearah belakang.

Namun tak ada apa apa, suara tawa yang sebelumnya Dion dengar sudah tidak ada. 

Sepi, begitulah satu kata yang terpikir oleh Dion ketika merasakan suasana di kuburan saat ini.

Perlahan, Dion mendongakkan kepalanya. Tonjolan batu berwarna putih dapat Dion lihat walau remang, hawa sesak yang sebelumnya menyergap sudah tak Dion rasakan.

"Dion!"

Ketika Dion sedang sibuk mencerna keadaan sekitar, sebuah suara yang sangat Dion kenal memanggil.

"Ian!" panggil Dion balik sembari melambaikan tangan agar Ian dapat melihat dirinya.

Dan tepat sesuai dugaan Dion, Ian melihat dirinya, wajah remaja itu tampak sumringah awalnya karena dapat menemukan Dion lebih cepat.

Namun seketika raut wajah Ian kembali berubah, ketakutan kentara jelas disana.

"Ian?!" panggil Dion lagi ketika Ian hanya berdiri mematung di ujung jurang.

"Sebentar!" seru Ian berlari, melupakan sesuatu yang ia lihat dibalik tubuh Dion.

Dion mendengus kesal, berharap Ian tidak meninggalkan dirinya sendirian disini.

Beberapa menit berlalu, Ian datang dengan membawa tali tambang, terdengar benturan antara batu dan kayu sebelum Ian menurunkan tali tambang.

Dion segera berlari kearah tebing jurang, beberapa kali ia sempat terjatuh karna tersandung batu nisan.

"Maaf, aku gak sengaja," gumam Dion pelan lalu kembali berdiri untuk keluar dari kuburan ini.

Dion menarik tali tambang sesaat, memastikan agar nanti saat dirinya memanjat, tali itu tak terlepas dari atas.

Setelah memastikan, Dion segera memanjat, menahan rasa sakit yang menjalar ditangan akibat jatuh beberapa kali.

Tangan putih sedikit pucat adalah hal pertama yang Dion lihat setelah memanjat sampai atas.

Dion tersenyum senang lalu menerima uluran tangan Ian. Dengan susah payah, Ian mengangkat tubuh sedikit gemuk Dion. Beberapa kali Dion terlihat hampir terjatuh kembali, namun dengan sigap Ian menahan tubuh Dion.

"Makasih mas Ian!" seru Dion terduduk dipinggir jurang sembari mengatur nafas agar kembali normal.

Ian mengangguk dan ikut duduk disamping Dion, menatap langit yang berwarna orange, hari sudah sore ternyata.

"Lah, kenapa manggil mas Ian?" ujar Ian setelah sadar apa yang diucapkan Dion.

Dion tertawa pelan sembari menggeleng, netra hitam menatap langit sore dengan tenang, rasa takut yang melanda sebelumnya hilang begitu saja.

"Mau pulang gak? Sekalian ngecek si Delna udah pulang apa belum," ujar Ian berdiri, menepuk belakang tubuh dan mengulurkan tangannya pada Dion.

"Delna sama kamu misah?" Dion menerima uluran tangan Ian, membersihkan lengannya dari tanah dan ikut berjalan disamping Ian.

Ian mengangguk lalu mengambil gawai disaku celana, mengangkat gawainya ke atas untuk mencari sinyal. Bunyi dering dapat Dion dengar, dilayar gawai Ian tertera nama 'Delna'.

"Susah banget ya ampun," gumam Ian frustasi setelah beberapa menit gawai Ian tak menerima panggilan telepon.

"Pulang dulu aja udah, kalau gak ada baru kita cari," ujar Dion berusaha menenangkan Ian.

Ian menoleh kearah Dion, tersenyum sesaat sebelum akhirnya mengangguk.

***

Dion dan Ian akhirnya tiba di rumah.

"Assalamualaikum," ujar Ian memberi salam sebelum melepas sepatunya dan berjalan masuk kedalam rumah.

Dion yang sudah masuk tertawa canggung lalu berjalan mundur.

"Assalamualaikum," ujar Dion melakukan hal yang sama dengan Ian.

"Capek banget ya?" Dion mengangguk, saking capeknya, Dion sampai lupa mengucap salam.

Ian tertawa pelan, berjalan kearah kamar Delna untuk mengecek keberadaan gadis itu sedangkan Dion berjalan kearah sofa untuk rebahan.

"Delna?" panggil Ian mengetuk pelan pintu kamar Delna.

Tak ada sahutan dari dalam. Ian kembali mengetuk, kali ini sedikit lebih keras dari sebelumnya.

"Del?" panggil Ian lagi, namun tetap tak ada sahutan dari dalam.

"Permisi ya." Ian akhirnya memutuskan untuk masuk kedalam, entah kenapa perasaannya mengatakan sesuatu telah terjadi pada Delna.

Derit pintu menyambut pendengaran Ian, suasana gelap dengan sedikit remang cahaya dari jendela adalah apa yang dilihat Ian.

"Kamu didalam? Jawab kalau emang ada," ujar Ian sedikit geram karna Delna tak menjawab panggilannya.

Samar samar Ian mendengar suara tangis, terdengar juga gumaman tidak jelas.

Ceklek

Mata Ian menyipit sesaat untuk menyesuaikan keadaan cahaya kamar yang mendadak terang.

"Astaga .. " gumam Ian saat melihat keadaan kamar Delna.

Berantakan seperti kapal pecah, batin Ian miris. 

Pecahan beling ada dimana-mana seperti ranjau, buku buku serta barang Delna yang lain ikut tercecer dilantai, cipratan darah terdapat di dinding kamar.

"Delna!" seru Ian ketika melihat teman perempuannya itu meringkuk di pojok ruangan.

Dengan hati hati, Ian melangkah menuju tempat Delna berada, ringisan kecil keluar dari mulut Ian ketika kakinya tidak sengaja menginjak beling.

"Del? Kamu kenapa? Ayo keluar dulu," ujar Ian berusaha membopong tubuh Delna yang bergetar hebat.

"Gak mau!" teriak Delna menampik kasar tangan Ian.

Ian sedikit tertegun dengan penolakan Delna, apa yang sebenarnya terjadi? tanya Ian dalam hati.

"Keluar yuk, jangan disini, banyak beling," rayu Ian mencoba membujuk Delna sekali lagi, namun gadis itu tetap menolak dan justru bergumam kata 'bagus'.

"Apanya yang bagus? Ini tuh justru berbahaya."

Delna mengangkat wajahnya, mata sembab dengan hidung merah, pipi kiri lebam sedangkan pipi kanan terdapat luka memar.

"Kamu gak bakal ngerti!" teriak Delna tepat didepan wajah Ian, membuat remaja laki laki itu sedikit tersentak dan berjalan mundur.

"Kamu gak ngerti! Kamu gak ngerti!" teriak Delna lagi sembari mencengkram rambutnya kuat, air mata kembali membasahi kedua pipi Delna.

"Kamu juga gak cerita kenapa, ya kita gak bakal ngerti." Bukan Ian yang berbicara, melainkan Dion yang sekarang berada didepan kamar Delna.

Delna melihat kearah Dion dengan tatapan tajam, ekspresi wajahnya seketika menunjukkan kemarahan.

"Gara gara kamu! Gara gara kamu!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • YOU AND US   Lembar Baru

    "Aku tau saat membuka grup sekolah tadi, saat aku mengirim pesan duka, kau melihat pesanku. Jadi aku buru buru kemari untuk memastikan," jelas Sintia sembari melepas pelukannya dari Delna.Delna menghela napas lega kemudian kembali berjalan menuju kamar mandi, ia sangat ingin terkena air sekarang."Kau mau ke mana?" tanya Sintia saat melihat sahabatnya itu pergi."Mandi, setelah mandi kita bicarakan banyak hal, oke?"Singkat cerita Delna selesai beberes rumah dan membersihkan diri, kini di ruang tamu ia tengah asik mengobrol dengan Sintia."Besok hari pemakaman Dion dan Ian kan? Nanti saat acara berlangsung jangan ikuti aku ya?" ujar Delna berusaha membujuk Sintia untuk tidak mengikutinya selama proses pemakaman berlangsung nanti."Kenapa?" tanya Sintia bingung, secara tidak langsung ia membuat ekspresi sedih.Delna menggaruk rambut yang tidak gatal lalu membuat wajah sendu agar lebih meyakinkan."Karena aku ingin sendiri saat proses pemakaman juga ketika acaranya berakhir," jelas Del

  • YOU AND US   Tenang

    Keheningan menyergap, cahaya matahari menyelimuti hutan tempat Henri tinggal, rasa hangat menjalar ke seluruh tubuh Delna."Bisa kau jelaskan perkara tadi?" tanya Delna berusaha mempertahankan kesadaran, kantuk sedang berusaha mengambil kesadarannya sekarang.Henri menoleh, menatap Delna sejenak sebelum tersenyum tipis, "aku hanya mau bilang kalau misi kita gagal total. Toh, yang rugi sebenarnya cuman kau Delna," jelas Henri kemudian bangkit berdiri."Kembalilah, tinggal jalan lurus dari sini, setelah itu langsung cari halte bus," lanjut Henri berjalan masuk ke dalam gubuk, menghiraukan teriakan Delna.Menghela napas panjang, Delna merebahkan dirinya di atas tanah, ia terlalu lelah untuk sekedar berjalan. Delna berniat istirahat sejenak sebelum menuruti perkataan Henri."Henri aneh," gumam Delna tersenyum tipis, "meski orangnya kaya gitu dia tetap baik," lanjut Delna memejamkan mata sesaat, menikmati ketenangan sebelum badai menghantam.Apalagi jika bukan badai mengenai respon orang t

  • YOU AND US   Kehancuran

    Delna tak menghiraukan ucapan Hendra sama sekali, ia fokus mencari jalan di tempat gelap ini.Sampai ketika gadis itu melihat sebuah gerbang besar di ujung jalan yang Delna tapaki."Semoga jalan keluar," batin Delna terus merapal kata kata itu dalam kepalanya, berharap ia bisa keluar dari sini hidup hidup.Namun tiba tiba langkah Delna terhenti, isi hati gadis itu mencegahnya berjalan menuju gerbang.Mengapa kau lari? Apa kau pantas hidup setelah melihat kedua temanmu dicincang begitu? Bukan kah tujuanmu kemari untuk menyelamatkan Dion dan Ian? Jika mereka berdua mati seharusnya kau juga mati Delna.Air mata tertumpuk dalam pelupuk dan perlahan membasahi kedua pipi Delna. Sehina ini kah dirinya sampai akhir pun tetap memilih egois? Pikir Delna jatuh ke tanah, tak menghiraukan Hendra yang semakin mendekat ke arahnya.Perasaan bersalah sekali lagi menyelimuti hati Delna dan ia seharusnya tidak memilih keluar dari tempat ini. Delna berpikir akan lebih baik jika dirinya mati di sini sebag

  • YOU AND US   Pembangkitan

    Delna terbangun dengan rasa sakit diseluruh tubuhnya. Rasa lelah yang ia rasakan sedari tadi tak kunjung hilang, entah apa yang terjadi pada tubuhnya."CK, sial, kalian tidak mati kan?" gumam Delna merasa perjuangannya kali ini akan berakhir sia-sia." .. aku ingin pulang," lirih Delna menenggelamkan kepalanya diantara kaki, perasaannya mulai membaur menjadi satu dan membentuk perasaan putus asa."Jangan menyerah dulu, kurasa mereka masih hidup walau ruhnya sempat dihancurkan tua bangka itu," ujar Henri tiba tiba mengagetkan Delna yang hampir tertidur kembali." .. Benarkah? Ayo temukan Ian dan Dion sebelum terlambat," ajak Delna langsung berdiri, mengabaikan rasa lelah dan sakit yang sebelumnya ia rasakan."Baiklah, semoga saja mereka berdua bisa bertahan," ujar Henri membersihkan debu yang ada dicelananya lalu menyusul langkah Delna.Suara daun daun kering terdengar nyaring, baik Henri maupun Delna tak ada yang mau berbicara, keduanya sama sama hening."Hei, kenapa arwah Dion dan Ia

  • YOU AND US   Belum Selesai

    Delna membuka mata cepat, nafasnya terengah engah, keringat membasahi hampir seluruh tubuhnya. Netra hitam dengan buru buru memeriksa sekitar, memastikan keberadaannya saat ini."Untuk sekarang kita aman," ujar Henri dari arah samping, kondisi pria itu juga tak jauh berbeda dari Delna.Keadaan hening, Delna masih berusaha menenangkan diri, begitu juga dengan Henri. Pria berambut hitam legam itu juga syok, ia tak pernah mengalami kejadian supernatural seperti ini."Ini kali pertama untukku," lirih Henri menutup sebagian wajahnya menggunakan tangan.Delna tak menyahut, tatapan matanya kosong, gadis itu merasa sedikit de'javu dengan keadaan ini. Seperti saat PKL dulu, pikirnya mulai meneteskan air mata. Dadanya terasa sesak sekarang, suara isakan kecil menyelimuti ruangan, membuat Henri menatap Delna bingung."Ada apa? Kenapa kau menangis?" tanya Henri mengelus kepala Delna, berniat menenangkan gadis itu."Aku gagal," lirih Delna memukul lantai dengan tangan kanan. "Aku gagal!" lanjut De

  • YOU AND US   Bahaya

    Potongan tangan manusia tergeletak begitu saja dilantai, walau mengetahui itu bukan tubuh asli, Delna tetap saja merasa ketakutan saat melihatnya. Air mata memenuhi penglihatan si gadis hingga pandangannya memburam. Rasa mual terasa satu detik kemudian, membuat Delna tak nyaman."Hm .. ?"Sautan pelan dengan suara serak membuat Delna tersentak, buru buru ia melihat ke atas, tepat ke arah wajah yang menyahutinya.Sosok hitam besar itu menyeringai ketika melihat Delna ketakutan, tubuh manusia ditangannya ia jatuhkan, bagai mainan yang sudah tak berguna lagi. Sosok itu lalu berjalan mendekat ke arah Delna, menatap si gadis dengan pandangan mengejek."Kau terlambat, gadis kecil!"Si sosok tertawa keras, semakin menakuti Delna. Perlahan, Delna memundurkan tubuhnya, berusaha menjauhi sosok menyeramkan itu. Namun usahanya terhenti kala sosok hitam kembali berbicara."Sia sia saja kau kemari, tetapi apakah kau tidak ingin melihat temanmu untuk terak

  • YOU AND US   Terlambat

    "Tak bisa memantuku? Kenapa?" tanya Delna mulai merasa panik, jantungnya berdebar secara perlahan.Henri menghela nafas pelan, melipat kaki sebelum berbicara."Maksudku adalah, aku tak bisa membantu secara keseluruhan, aku hanya bisa membantumu sebisaku," jelas Henri langsung mendapat jitakan agak kuat dari Delna.Henri mengerang sedangkan Delna mendengus kesal, "ck! Harusnya kau bilang dari awal!""Maaf, maaf, kuakui kata kataku sulit dipahami," ujar Henri menggaruk tengkuk yang tidak gatal sembari tertawa canggung."Baiklah, sekarang langkah apa yang harus kuambil agar bisa menyelamatkan mereka?" Delna kembali membawa topik serius, ia tidak mau basa basi.Henri juga memasang tampang serius. Berbekal ilmu yang selama ini ia pelajari secara otodidak, pria itu mulai berfikir.Beberapa detik kemudian suara jentikan jari terdengar, wajah Delna langsung sumringah mendengar suara itu. Artinya Henri telah menemukan jalan yang akan mem

  • YOU AND US   Ian

    Ian menghembuskan nafas lelah, baru pertama kali ia meragasukma seperti ini, wajar jika lelaki itu merasa kelelahan.Adengan ini adalah saat dimana Ian menghilang tanpa kabar di desa, sudah pasti temannya khawatir, pikir Ian sembari menatap sekeliling."Jadi seperti ini tempat para arwah?" gumam Ian mengangguk kecil, menatap posisi kacamata kemudian mulai berjalan ke arah depan.Baru beberapa langkah, Ian terhenti. Manik hitam bergulir ke bawah, melihat tangan. Bercahaya merupakan kata yang tepat untuk menggambarkan kondisi tangan remaja itu."Kenapa bercahaya? Aku sungguh tak mengerti," gumam Ian lagi tak menatap tangannya, ia lanjut berjalan.Berjalan setapak demi setapak, Ian mulai melihat cahaya kebiruan dari lebatnya daun pohon. Remaja itu langsung bernafas lega, setidaknya ia tak akan menatap kegelapan lagi.Tangan kanan Ian gunakan untuk menyingkirkan ranting serta daun pohon, penglihatan sang remaja langsung terasa jelas.

  • YOU AND US   Masih Bisa Selamat

    Sintia melepaskan kedua tangannya dari pundak Delna, menatap sahabatnya kosong kemudian berjalan pergi meninggalkan gadis itu."Sintia?" panggil Delna memiringkan kepala, pikirannya sedikit tenang setelah Sintia meninggalkannya."Tunggu!" seru Delna langsung mengejar Sintia sebelum perempuan itu berjalan lebih jauh.Sintia menoleh kebelakang, dimana Delna tengah mengejarnya sambil terengah. Keringat dingin terlihat mengucur dari dahi gadis itu, namun hal tersebut tak cukup untuk membuat Sintia simpatik."Sudah tenang?" tanya Sintia setelah melihat nafas Delna mulai terlihat tenang.Delna mengangguk, "kau mau pergi?" tanya Delna menegakkan tubuh setelah beberapa menit membungkukan badan."Menurutmu?" tanya Sintia dingin, ia benar benar sudah tak peduli pada Delna.Menurut Sintia, Delna terlalu berlebihan menanggapi suatu hal, dan itu membuat Sintia terganggu."Pantas saja kau dijauhi," batin Sintia masih menatap Delna, melihhat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status