Share

Hari keempat

Suasana pagi hari ini sangat ramai, penduduk desa berbondong-bondong membeli bahan pokok di pasar.

Hari ini adalah hari minggu, apotek tempat mereka PKL tetap buka, hanya saja anak PKL akan diliburkan.

Dion menguap kala matahari menyinari kamarnya, rambut hitam berkilau terkena cahaya matahari. Selimut Dion angkat sebagai tanda bahwa semua nyawa telah berkumpul ditubuh sang remaja.

Suara depakan selimut bisa Ian dengar, namun remaja itu lebih memilih untuk mengabaikan dan kembali melanjutkan tidur di bawah selimut.

Lenguhan keluar dari mulut Dion, seluruh ototnya benar benar terasa kaku, seperti ada sesuatu yang menindih Dion semalam.

"Hari ini libur kan, Ian?" ujar Dion membuka secara paksa selimut yang menutupi seluruh tubuh temannya itu.

Ian membuka mata, netra hitam masih terlihat lesu, tak ada semangat disana.

"Hah?" tanya Ian balik karna tak mendengar pertanyaan Dion.

"Hari ini libur kan?" ujar Dion lagi dengan menekan kalimat yang ia tanyakan.

Ian mengangguk pelan dan kembali berbaring. Semalaman ia tak bisa tidur karna suatu hal.

"Ian? Nanti siang jalan jalan bentar yuk? Mumpung libur," kata Dion mengguncang tubuh Ian.

Dion adalah tipe orang yang mudah bosan, tubuhnya selalu aktif bergerak, begitu juga dengan mulut.

"Iya .. mandi dulu sana, kalau dah selesai bangunin aku lagi," jawab Ian dengan nada malas kemudian mengusir Dion secara halus.

Dion berdecak sebal melihat reaksi Ian, Dion angkat kaki keluar kamar, otak mengajak Dion untuk pergi ke kamar mandi. Lagipula dari kemarin ia belum mandi dikarenakan sakit.

***

Bau mint menyeruak ketika Dion selesai mandi, Delna yang mencium bau Dion lantas memalingkan wajah, enggan menatap wajah manis remaja itu.

"Ngapa, Del? Aku gak sejelek itu tau," ujar Dion mengusapkan handuk pada rambutnya yang basah.

"Hilih! Mukamu kan emang jelek," bantah Delna, padahal sebenarnya saat ini jantung Delna sedang berdetak sangat cepat melihat Dion dengan kondisi seperti itu.

"Serah deh, kalau sampai jatuh hati, aku gak mau tanggung jawab." Dion melenggang masuk kedalam kamar, meninggalkan Delna yang sedang memakan roti selai coklat.

Aku gak suka Dion, aku gak suka Dion! Batin Delna kembali merasakan jantungnya berdetak cepat.

"Del? Udah mandi?" Kepala Ian melongok dari dalam kamar, wajahnya lesu dan pucat, netra hitam memancarkan kekosongan.

Delna hanya mengangguk sebagai jawaban, perempuan itu lalu mengambil gawai disaku celana karna sedari tadi terus bergetar.

"Ian?" Netra hitam gadis itu memandang layar ponsel dengan takut.

"H-Halo?" Karna penasaran, Delna memutuskan untuk mengangkat telpon itu, tangannya sedikit bergetar akibat gugup.

Suara teriakan banyak orang muncul setelah beberapa saat tak ada jawaban, Delna menjauhkan sedikit gawai dari telinganya.

Delna lantas mematikan telpon dengan cepat begitu teriakan semakin keras terdengar.

Jantung Delna kembali berdegup kencang, keringat dingin membasahi pelipis gadis itu. Wajahnya pucat, dada terasa semakin sesak.

"Del?" tanya Ian mengelus punggung Delna agar gadis itu bisa tenang.

"T-Tadi, ada suara aneh," ujar Delna dengan gugup, rasa takut masih menghantuinya.

Ian hanya diam, ia juga mendengar suara teriakan yang dimaksud Delna.

"Kalian kenapa?"

Dion muncul dari balik tembok, rambutnya masih sedikit basah, bau parfum menyengat dari kaos merah yang Dion gunakan.

"Bukan apa apa, iya kan, Del?"

Delna mengangguk sembari tersenyum kecil, perempuan itu berusaha terlihat seperti biasa didepan Dion.

Dion sempat curiga awalnya, namun laki laki itu tak memusingkan hal tersebut dan lebih memilih untuk mengajak Delna serta Ian berkeliling.

"Boleh aja sih, bentar, aku mau ambil sepatu dulu biar kakiku gak kotor." Delna bangkit dan berlari kecil menuju kamar.

***

Suasana siang di desa tidak begitu panas hari ini, pepohonan serta tanah yang masih subur menutupi panas matahari.

Angin semilir bertiup dari segala arah, membuat suasana menjadi sejuk.

"Wah .. gila sih, di desa adem banget," komentar Dion yang hanya ditanggapi 'hm' dari Ian.

"Tapi kok, hari ini sepi banget?" gumam Delna melihat desa begitu sepi, hanya ada beberapa warga yang lewat.

"Malah bagus dong, jadi kita bisa jalan dengan bebas," ujar Dion menunjuk kearah hutan.

Ian memandang Dion heran, "kamu baru aja ngalamin hal gak enak loh disana, serius kamu mau ke sana?"

Pertanyaan Ian Dion abaikan, remaja itu lebih memilih untuk pergi kedalam hutan, senyum aneh terpampang diwajah Dion.

"A-Aku pergi aja ya? Aku gak mau masuk kedalam hutan." Delna bergegas pergi, meninggalkan Ian yang sedang kebingungan.

"Delna atau Dion?" gumam Ian bertanya pada dirinya sendiri.

Satu sisi Ian takut masuk kedalam hutan, namun disisi lain Ian juga tidak ingin Dion terluka.

"Dion ngerepotin."

***

Sinar matahari sudah tak nampak, hanya remang remang. Dion bersiul melihat sekitarnya, benar benar indah, batin Dion kagum.

Srak srak

Semak semak terlihat bergerak, membuat Dion waspada, ia merasa de'javu akan hal ini.

"Kali ini aku gak kabur," gumam Dion sembari berjalan mundur.

Atmosfer di hutan tiba tiba saja berubah. Suasana mencekam serta menyeramkan adalah dua kata yang tepat untuk mendeskripsikan suasana hutan saat ini.

Semakin Dion berjalan mundur, semakin keras semak semak bergerak. Saking takutnya Dion, ia tak sadar jika dibelakangnya ada jurang kecil.

"A-ah .. !"

Terlambat untuk Dion. Saat ia sadar dibelakangnya ada jurang, dirinya telah terjatuh kedalam jurang tersebut.

"Aw .. "

Dion merasakan sakit disekujur tubuhnya, terutama dibagian tengkuk serta punggung.

"Dimana sih ini? Kok banyak batu .. "

Gelap serta pengap merupakan hal yang dilihat dan dirasakan Dion kedua setelah rasa sakit.

Beberapa menit terdiam mengamati, Dion akhirnya memutuskan untuk bangkit. Kiri dan kanan terlihat sama, hanya ada tanah miring serta pohon lebat.

"Kenapa tiba tiba bau anyir?" Dion melangkah maju, benda kenyal yang Dion injak ia hiraukan. Toh, disini gelap, sulit untuk melihat keadaan sekitar.

"HALO!" teriak Dion setelah sampai di tebing jurang.

"ADA ORANG?" teriak Dion sekali lagi, ia tak mau terjebak disini selamanya.

"Aku tuh nyari orang ya, bukan hantu!" seru Dion kesal manakala bau menyengat tadi semakin terasa.

"Khi .. khi .. "

Bulu kuduk Dion berdiri tiba tiba saat mendengar suara tawa perempuan, namun rasa takut hilang begitu Dion ingat jika dirinya sedang terjebak di dalam jurang.

"Oy, br*ngsek! Kalau mau nakutin itu yang bener napa! Jangan cuman ketawa aja."

Dion langsung membekap mulut sendiri begitu sadar dengan apa yang diucapkannya, panik melanda dirinya tadi hingga tanpa sadar mengucapkan hal yang tidak tidak.

Hawa dingin tiba tiba menyergap, bulu kuduk Dion kembali berdiri.

"Maaf, a-aku gak sengaja, m-maklum lah, orang p-panik kadang suka k-keceplosan," ujar Dion gugup ketika merasakan sesuatu menyentuh bahunya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status