Share

Gang Angker

Part 5

Roni tak mengindahkan ucapan Aldo karena berlari lagi ke WC. Aldo lalu pergi sendiri ke warung depan gang sambil membawa galon kosong. Sekalian isi air.

Jalan menuju warung harus melewati gang sempit yang agak gelap, karena pencahayaan yang hampir tak ada. Hanya mengandalkan satu lampu di ujung gang sebagai penerang.

Saat Aldo sedang berjalan di gang sempit dan gelap itu, tiba-tiba dari arah depan ada segerombolan pria berpakaian preman hendak melintas juga. Keadaan gang yang sempit, memaksa salah satu harus menyender pada dinding untuk mempersilahkan yang lain lewat dulu. Aldo yang badannya lebih kecil, mengalah memberi jalan.

Saat pria-pria berbadan tambun melintas aroma bau melati lalu kapur barus menyeruak ke indra penciuman Aldo. Ia berusaha menahan napas karena baunya sangat menyengat, tapi sia-sia saja. Tetap bau melati dan kapur barus itu membuat Aldo pusing dan hampir muntah.

Anehnya setelah Aldo menengok ke belakang. Pria-pria tadi sudah tak ada, padahal butuh beberapa puluh langkah untuk keluar dari gang ini. Walau pria-pria itu sudah pergi, tapi bau melati dan kapur barus masih saja tercium namun tak semenyengat tadi. 

Harusnya pakaian preman minimal bau knalpot motor, ini malah bau kapur untuk mayat.  Bulu kuduk Aldo langsung berdiri, ia memutuskan berlari saja untuk segera keluar dari gang itu. Anehnya saat tadi siang, gang serasa pendek/dekat. Tapi sekarang berasa sangat panjang dan jauh. 

Akhirnya dengan napas ngos-ngosan, Aldo sampai juga di ujung gang dan langsung duduk di bangku warung yang berada tepat di sebelah gang.

"Kenapa, Den? Kaya habis lari, ngos-ngosan gitu?" tanya si Ibu Warung sambil menyodorkan satu cup minuman kemasan pada Aldo.

"Terima kasih, Bu. Iya. Saya habis lari barusan. Ada air galon, Bu?"

"Oh, ada. Tuh di pinggir kulkas. Aden barusan lewat gang itu?" tunjuk si Ibu.

"Iya, Bu. Cape. Ibu tadi lihat ada orang yang masuk ke gang itu juga yang berpakaian preman, badannya besar-besar?"

"Ah, gak ada, Den. Dari tadi ibu di sini, gak ada yang lewat ke gang itu, selain aden barusan keluar dari sana."

Aldo langsung lemas mendengar jawaban si ibu warung kalau baru ia yang keluar dari gang itu. "Terus yang tadi berpapasan sama saya tadi, apa?" Kata Aldo ngenes.

"Ibu yakin?" Aldo mastiin.

"Yakin, lah. Memangnya kenapa?" Si Ibu melihat Aldo seperti ketakutan dan cemas. "Lagian Den. Tak ada yang berani lewat gang itu malam-malam. Apalagi habis magrib. Orang-orang lebih memilih memutar ke jalan raya dari pada jalan pintas lewat gang itu,"jelas Ibu warung.

"Memangnya kenapa gitu Bu?" tanya Aldo makin penasaran.

"Di gang itu pernah ada tawuran geng motor. Korbannya ada lima orang yang meninggal di sana,"

Aldo makin ketakutan setelah mendengar penjelasan ibu warung tentang gang itu. Terpaksa pun, Aldi tak mau lewat gang itu lagi.

"Lalu, saya harus lewat jalan mana, Bi? untuk ke kontrakan Kenanga?" tanya Aldo.

"Aden jalan aja lurus, nah nanti ada tiang listrik belok kanan, nanti ada jalan lagi ke bawah nah sebelah kanan itu kontrakan kenanga. Eh Aden yang tadi siang jajan juga ya ke sini? Temannya mana? Kok gak ikut?"

Mendengar ibu warung menanyakan Roni, Aldo jadi ingat kalau tujuannya ke warung adalah membeli obat sakit perut untuk sahabatnya itu.

"Oh, dia sedang sakit Bu. Obat sakit perutnya, dua ya."

"Oh semoga cepat sembuh deh. Perasaan tadi siang sehat-sehat saja," ucap Ibu warung memberikan obatnya lalu menghitung belanjaan Aldo.

"Iya, Bu. Tadi dia makan ayam sesajen, Ups." Also keceplosan. Si Ibu berubah seperti ketakutan.

"Semua dua puluh ribu. Den." 

Aldo lalu membayarnya dengan uang pas.

"Terima kasih, Bu."

"Iya. Hati-hati, Den. Waspada dan banyak berdoa di kontrakan itu,"

"Hus. Bu. Gak boleh sembarangan," ucap suami si ibu yang baru datang. Sepertinya ibu itu ketakutan, makanya langsung masuk. Aldo pun  memilih jalan pulang sesuai rute yang dikatakan ibu warung tadi.

Ternyata memang lebih jauh, tapi lebih nyaman karena banyak lampu dan orang berlalu-lalang. Pengalaman tadi saat di gang masih menyisakan kengerian tersendiri bagi Aldo. Bau melati dan kapur barus yang menyengat berasa masih ia cium. Namun Aldo tak bisa mengatakannya pada Roni. Bisa-bisa dia minta pulang.

Saat sampai di depan gerbang. Kontrakan Aldo masih gelap, padahal tadi waktu ia pergi, semua lampu sudah menyala. 

Aldo lalu bergegas menaiki tangga menuju kontrakannya.

"Ron! Roni buka pintunya!" Aldo merasa hawatir dengan keadaan temannya itu. Takut kalau ia kenapa-kenapa. Ternyata pintunya tak dikunci. Aldo pun mencari saklar untuk menghidupkan lampu. Saat lampu menyala, terlihat sahabatnya-- Roni sudah tertidur di atas kasur, merengkol dengan kain sarung menghadap tembok, memunggungi Aldo. 

"Ron, bangun dulu Ron. Ini obatnya," ucap Aldo sambil menepuk-nepuk kaki Roni yang tertidur itu. Namun ia tak bergeming, malah suara ngorok balasannya. Aldo tak ingin membangunkan sahabatnya itu. Lebih baik dia ikut tidur juga. Setidaknya ada manusia lain yang bisa Aldo mintai tolong jika hal-hal aneh itu muncul lagi.

Aldo yang belum ngantuk, karena waktu pun masih jam tujuh malam, menghidupkan kameranya untuk siaran live. Ia ingin menceritakan cerita di gang tadi di chanel-nya. 

"Halo gais. Aku mau cerita pengalaman horor yang baru saja aku alami. Gais. Harap maklum suara ngorok temenku ya. Dia sakit perut dan sekarang udah baikan. Makanya ngorok. Hehehe. Tadi gue kan ke warung buat beli obat. Jalan ke warung tuh harus melewati gang yang sempit. Udah sempit, gelap lagi. Nah baru setengah jalan gue-"  Aldo berhenti bicara karena ada sebuah suara.

TIK. TIK .. TIK 

Suara jendela seperti diketuk dengan kuku. 

TIK. TIK. TIK 

Suara itu terdengar beberapa kali.

"Kalian dengar gak gais?. Ada yang ngetuk jendela gue. Aduh mana si Roni pelor banget kaya mayat. Ayo kita samperin ya gais,"

Aldo walau takut berusaha mendekati jendela untuk melihat apa atau siapa yang mengetuk jendelanya. 

Tangan Aldo terasa berat dan kaku saat akan membuka tirai jendelanya. Satu dua tiga. Tirai dibuka. Jantung Aldo nyaris saja putus. Ia tak melihat siapapun di luar. 

Dug dug dug dug

Lalu suara itu berubah jadi seperti ketukan. Ah lebih tepatnya tendangan dari atas langit-langit.

"Aduh gais, suaranya pindah ke langit-langit. Ron, bangun Ron!" Tapi Roni masih tak bergerak."

Lalu beberapa komentar masuk.

"Seru. Do. Lanjutkan"

"Do, hati-hati serem banget."

"Wah dasar lu gedor sendiri lu yang takut sendiri. Dasar nipu"

Lalu ada komentar dari akun pelita yang sangat Aldo tunggu.

"Do. Itu bukan manusia."

"Maksud?" Aldo tak mengerti maksud tulisan pelita itu.

Teman yang diharapkan bisa menemani, malah tidur pulas seperti mayat hidup. Tiba-tiba kamera Aldo mati. Kembali hal itu terjadi. Saat Aldo kebingungan tak bisa melakukan aktivitas. Suara dengkuran Roni malah makin keras. Itu tak seperti biasanya dan posisinya tak berubah, masih tetap menghadap dinding.

Kira-kira ada yang tau maksud pelita 'Do. Itu bukan manusia' itu apa?

Bersambung part selanjutnya

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status