Part 6
Saat suasana masih mencekam. Membangunkan Roni percuma. Dia seperti mayat hidup tak bisa dibangunkan dengan pukulan tanganm Aldo berusaha mencari lampu emergency. Saat lampu berhasil ditemukan tiba-tiba lampu hidup kembali. Aldo pun mengecek kameranya yang lain. Beruntung kamera yang satunya lagi on. Suara-suara ketukan tak lagi terdengar. Aldo kuras setelah ia ada teman yang menemaninya di kontrakan itu, gangguan-gangguan aneh tak akan muncul lagi. Tapi ternyata Aldo salah. Gangguan itu masih saja ada dan semakin mengerikan.
Aldo melakukan siaran live lagi. Betapa terkejutnya ia melihat hasil videonya yang tadi. Lima ribu penonton dengan dua ribu lima ratus komentar. Aldo takjub sejenak melihat angka-angka itu. Ia jadi bersemangat melakukan live lagi. Ini kali kedua live videonya meledak.
"Hai gais. Maaf terputus tadi. Biasa. Kamera ngadak-ngadak mati sendiri. Lanjut cerita di gang itu lagi ya gais. Pas aku lagi jalan, dari depan ada segerombolan pria berpakaian preman. Banyak tatto hendak melintas juga. Gang itu gak bisa dilewati dua orang. Jadi gue nyender dong ke tembok. Nah pas mereka lewat, bau melati dan kapur barus yang buat mayat itu langsung menyeruak. Sampe aku pusing mau muntah. Coba deh kalian hirup kapur barus atau melati. Satu menit aja. Kebayang kan baunya gimana. Nah pas gue tengok ke belakang. Pria-pria itu udah gak ada. Padahal belum lima detik aku nengok. Serem tuh, aku langsung lari. Tapi anehnya tuh gang gak nyampe-nyampe ujungnya. Setelah gua ngos-ngosan. Baru nyampe di ujung gang. Setelah gue tanya si ibu warung, ternyata dia gak lihat ada orang masuk ke gang itu, selain gue yang barusan keluar. Konon katanya warga sini gak ada yang berani lewat gang itu malam-malam. Naasnya gue baru tau. Terus yang papasan sama gue tadi apa?? Pantesan bau begituan. Iiih ngeri." Aldo Asyik sendiri di depan kamera. Hingga ada suara deheman sangat keras, yang membuat Aldo terkejut.
"Gais. Denger gak suara tadi? ngeri gais."
"Ron, bangun Ron. Lah gitu amat yang tidur" Roni tak bergerak tapi gerakan dadanya menandakan dia masih bernapas. Tak terasa sudah jam sebelas malam. Waktunya Aldo istirahat atau tidur. Namun ia sulit memejamkan mata karena suara dengkuran Roni dan ia takut saat tidur nanti, suara-suara aneh itu muncul lagi. Aldo tak sabar ingin bertemu pelita di dunia nyata.
Sekelebat ada bayangan seperti tengah mengawasi di luar pintu. Itu terlihat dari bayangan yang mondar-mandir dan sesekali mengintip dari kaca. Aldo tak berani melihatnya. Ia berusaha menutupkan matanya. Walau tak ngantuk sedikit pun.
Roni tetap saja tak berubah posisi. Dengkurannya malah makin keras, seperti bukan dengkuran biasa.
Pura-pura tidur ternyata berhasil membuat seorang Aldo tertidur. Namun, entah mimpi atau nyata, dia melihat Roni mulai bangun. Lalu berdiri dan berjalan keluar."Ron! Mau kemana Ron?" Aldo pikir Roni mengigau atau sedang mimpi. Roni tak melirik ataupun menjawab Aldo. Ia terus saja keluar lalu berjalan menuju lantai atas tempat tangki air. Aldo terus mengikutinya.
"Ron, lu mau kemana? Ron RON. TIDAKKK RONI!!"
Aldo melihat Roni melompat dari lantai tiga. Ia sontak berteriak. Namun saat membuka mata. Aldo ternyata bermimpi. Ia masih ada di kontrakannya, hanya pintu terbuka dan angin malam masuk dengan bebas. Saat melihat ke samping Roni sahabatnya tak ada. Jelas-jelas dia tadi tidur di dekatnya.
Aldo mulai panik. Karena Roni tak ada. Ia takut mimpi buruknya itu pertanda kalau sahabatnya dalam bahaya. Aldo mencari Roni ke luar. Ke lantai atas ke semua penjuru ruangan. Tapi nihil.
"RONI!! KAMU DIMANA? RONI!" Aldo berteriak sambil menahan tangis.
Aldo berusaha menghubungi nomor Roni. Berkali-kali. Namun tak diangkat. Baru panggilan ke lima, ada suara yang terhubung.
"Ron, Lu dimana?" Teriak Aldo.
"Weits nyantai aja bos. Gak usah teriak-teriak gitu. Gue di rumah, Do."
"Hah? Dirumah?!"
"Iya, sorry Bro. Gue gak jadi nginep. Perut gue gak bisa diajak kompromi. Takut ganggu lo, jadinya gue pulang aja."
"Lu pulang? Kapan?" tanya Aldo.
"Waktu lo beli obat. Lama banget, gue pulang gak tahan."
"Hah, dari gue beli obat?!! Terus yang tidur bareng gue siapa dong?" Aldo jadi merinding ketakutan. Kakinya lemes berasa tak menapak.
"Sebenarnya, kita mau kemana sih, Nek?""Ke kontrakan Kenanga."Bu Lastri terkejut saat si Nenek memperlihatkan wajah aslinya yang rusak. "Astagfirullah haladzim" ucap Bu Lastri yang kemudian tak sadarkan diri.Pertarungan antara Ustad Junaidi dan kawan-kawan beserta Doma masih berlangsung sengit. Para santri yang membantu membaca shalawat satu per satu berguguran.Doma melihat Pak Rudi juga ada di pihak mereka yang ikut menyerang. Doma mengeluarkan kertas pengunci roh jahat lalu menempelkannya di dahi Pak Rudi. Ia lalu tergeletak lemah. Setidaknya, ia bisa mengamankan dulu Pak Rudi dari pertempuran ini.Ustad Junaidi masih mendapat perlawanan dari Bi Sumi. Ustad mengalungkan tasbihnya pada leher Bi Sumi. "Aduh! Aduh, panass!" teriak Bi Sumi. Lehernya seperti terbakar dan kepulan asap
Pertarungan makin sengit. Doma dihadang habis-habisan oleh mahluk berwujud wanita berambut panjang hingga menutupi sebagian wajahnya yang berjalan merangkak seperti laba-laba. Di lantai bawah Ustad Junaidi mendapat serangan berupa angin yang sangat kencang hingga hampir melemparkan tubuhnya.Angin yang membuat siapapun yang berada di pusarannya menjadi kesulitan bernapas.Walau entah bertarung dengan siapa, seperti terlihat bertarung melawan angin padahal sesungguhnya penghuni kontrakan Kenanga tengah melakukan perlawanan dengan kekuatan tak kasat mata yang sangat dahsyat.Teman Ustad Junaidi yang lain berjumlah lima orang juga mengalami serangan yang sama. Mereka tetap bertahan melantunkan ayat suci Al-Qur'an untuk melawannya. Para santri pun diminta membacakan surah Yasin sekencang-kencangnya. Nahas beberapa orang santri seperti kehilangan pita suaranya. Bacaan-nya tak
"Do. Jangan, Do. JANGAN!!"Aldo melemparkan tubuhnya dari ketinggian yang bisa meremukkan tubuhnya jika menyentuh tanah.Refleks Pelita menjerit dan menutup mata. Secara tak sadar ia telah menggunakan kekuatannya untuk menahan gaya gravitasi sehingga tubuh Aldo tak serta merta mencium tanah.Perlahan Pelita membuka matanya. Sedikit demi sedikit. Ia takut saat matanya terbuka, sebuah pemandangan mengenaskan terpampang nyata di hadapannya. Tak ada pemandangan Aldo jatuh, yang ada ia malah menatap tajam pada Pelita seperti seekor harimau yang siap menerkam mangsanya. Aldo tiba-tiba melesat ke Arah Pelita dan berusaha mencakar dengan tangannya. Tapi tiba-tiba Doma hadir menghalau serangan itu hingga Aldo terpental.Karena merasa kalah, Aldo lalu berlari entah ke mana."Thanks, ya." Pelita ucapkan pada
#Kontrakan_200_Ribu_35"Kenapa kau mengawetkannya?" tanya Doma sambil meletakkan jenazah itu ke dalam peti. Pak Rudi tertunduk malu sekaligus sedih."Begini ... sebenarnya ... Emhh ... aku takut mayatnya diautopsi polisi. Aku merasa bersalah sekaligus takut jika kematian Kalina menimbulkan masalah untukku nantinya.Ini sebagai ungkapan terakhirku untuk melindunginya." Pak Rudi langsung menangis di samping peti."Tapi arwahnya tak tenang jika tak dikebumikan. Untuk apa? Toh dia tak akan hidup lagi. Bantu aku menghancurkan kerajaan jin yang dibangun oleh suami Bu Lastri dan Bi Sumi. Maka, Kalina pun akan terbebas."Setelah mengatakan itu, arwah Kalina datang dan menatap Doma. Ia menangis bercucuran air mata dengan wajah yang datar.Walau akhirnya Doma tak akan bisa melihat Kalina la
Beberapa saat setelah meminum minuman yang diberikan Pak Rudi, Doma tergeletak. Pak Rudi bergegas membawa Doma yang tak sadarkan diri itu ke ruang bawah tanah. Susah payah ia menyeret tubuh tambun itu. Hingga akhirnya sampai juga di depan sebuah peti. Doma digeletakan begitu saja di pinggirnya."Aku akan menyembunyikanmu di sini, Nak. Kalian akan aman di sini," ucap Pak Rudi. Lalu ia keluar dari tempat itu dan menguncinya kembali.Ustad Junaidi yang terluka akibat gigitan Aldo di pundaknya mengobati luka itu di pondok pesantren. Sengaja ia tak pulang ke rumah, karena tak ingin membuat istrinya hawatir walau jarak rumah dan pondok hanya terhalang empang saja."Seperti gigitan hewan buas, Tad. Habis tarung di mana?" tanya dokter jaga pesantren yang juga teman karibnya--Ustad Habibi."Yakin ... itu gigitan binatang?"tanya
Pelita dan Doma berusaha menggedor-gedor pintu. Namun pintu yang dikunci dari luar sangat sulit walau Doma berusa dobrak. Lewat jendela pun mana mungkin, apartemen Aldo ada di lantai atas lagi pula jendela pun ikut terkunci."Sebenarnya siapa yang mengurung kita di sini? Apa mungkin Aldo? Tapi untuk apa?" tanya Pelita pada Doma ."Entahlah, aku juga blank," jawab Doma."Aku khawatir, dia dalam bahaya." Pelita berucap sambil memandang langit ibu kota dari balik jendela."Pasti sedang ada hal besar. Makanya kita dikurung di sini." Doma dan Pelita berusaha memikirkan bagaimana cara mereka keluar dari kamar itu. Menelepon seseorang pun tak mungkin, pasti Apartemennya di kunci. Doma melihat Pelita tengah fokus pada lubang kunci. Ya ternyata kuncinya menempel dan Pelita berusaha memutar kunci itu dengan kekuatan batinnya. Itu