Jiao Ling langsung berangkat setelah mendengar kabar dari pihak rumah sakit. Selama perjalanan, dia tak henti-hentinya berdoa. Dia berharap, sahabatnya itu baik-baik saja.
Tak butuh waktu lama, Jiao Ling pun sampai di sana. Dia berlarian menuju ruangan UGD. Wajahnya tampak panik sekali.
“Nona, pasien yang bernama Cia Li ada di sebelah mana?” dia bertanya kepada perawat wanita yang sedang berjaga di sana.
“Maksud mu, nona Cia Li korban kecelakaan mobil sekitar 1 jam yang lalu?”
“Iya benar, aku mencarinya.”
“Nona Cia Li berada di ruang UGD. Dia baru saja ditangani oleh Dokter, dan sedang beristirahat di salah satu bed pasien paling ujung.”
“Baik, terimakasih atas informasinya. Aku akan ke sana sekarang!” Jiao Ling melangkah dengan terburu-buru.
“Sreek!” dia membuka gorden penutup.
“Cia Li? Kau tidak apa-apa kan? Mana yang sakit?” Jiao Ling berhamburan memeluk sahabatnya tersebut.
“Kau tenang saja, aku tidak apa-apa. Hanya kepala ku saja yang sedikit robek dan mengeluarkan banyak darah. Selebihnya aman.” Cia Li mengulum senyum untuk menenangkan Jiao Ling. Wajah sahabatnya itu kelihatan pucat sekali saking khawatirnya.
“Syukurlah, jantung ku hampir copot mendengar kabar mu.” Dia mengelus dadanya lega.
“Ohiya, apa kau sudah beritahukan hal ini pada paman dan bibi Li?” tanya Jiao Ling kemudian.
“Tidak. Aku tidak mau membuat mereka khawatir. Lagi pula, aku kan tidak kenapa-kenapa.” dia sebenarnya merasa bersalah karena tidak bisa menjaga dirinya dengan baik.
“Kalau begitu, aku akan merawat mu. Kau harus tinggal beberapa hari ke depan di tempat ku. Jangan menolak dan jangan membantah! Kalau tidak, aku akan memberitahukan soal ini pada paman dan bibi Li!” dia terpaksa mengancam sahabatnya itu. Namun di balik itu semua, dia benar-benar sosok yang peduli dan menyayangi Cia Li. Mereka sudah seperti saudara sungguhan.
“Tentu saja kau harus merawat ku! Memangnya siapa lagi yang bisa ku repotkan selain diri mu.” Cia Li menggodanya.
“Huu!” Jiao Ling bersidekap dan mengerucutkan bibirnya lucu.
“Hei jangan begitu! Lebih baik, sekarang kau tolong aku untuk mengambilkan handphone ku pada perawat panjaga. Aku ingin menghubungi guru Sheng Li. Aku harus bekerja sama dengan guru untuk merahasiakan hal ini dari orang tua ku. Aku harus membuat alasan yang realistis pada mereka.” Cia Li bertingkah imut agar sahabatnya itu mau membantunya.
“Hah, baiklah. Kau tunggulah di sini!” Jiao Ling melangkah pergi menuju meja penjaga. Kalau di pikir-pikir, sahabatnya itu memang harus membuat alasan yang tepat untuk bisa tetap tinggal beberapa hari ke depan di tempatnya. Dan pekerjaan adalah alasan yang paling tepat.
Tap, tap, tap..
Dia berjalan pelan agar tidak mengganggu pasien yang lain.
‘Tunggu dulu! Sepertinya aku mengenal pria itu?’ Jiao Ling tiba-tiba berhenti karena melihat seorang pasien yang sedang di pindahkan ke ruang perawatan.
‘Aah, mungkin aku hanya salah lihat. Mana mungkin dia sakit dan di rawat di rumah sakit sekecil ini. Jika benar dia kenapa-kenapa, seluruh daratan China pasti akan dibuat gempar. Buktinya, tidak ada berita apa-apa kan.’ dia kembali melanjutkan perjalanan-nya.
Sementara itu, di tempat yang sama.
“Presdir, aku minta maaf karena sudah membuat mu celaka.” Chen Li merasa bersalah dan tertunduk lemas.
Chen Li beruntung karena dia tidak kenapa-kenapa, sedangkan Ling Yue terlempar ke depan dan membentur kursi. Kepalanya terluka dan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Lengan kanannya juga terkilir, tapi sepertinya tidak terlalu parah.
“Ini bukan salah mu Chen Li, kau tidak perlu merasa bersalah.”
“Ngomong-ngomong, apa kau sudah melihat kondisi korban yang menabrak kita?” Ling Yue tiba-tiba kepikiran dengan orang itu.
“Belum Presdir. Tapi aku sudah berbicara dengan polisi yang menangani kasus kecelakaan. Katanya rem mobil orang itu tidak berfungsi dengan baik. Tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus ini.”
“Mmm, baguslah.”
_____
Setelah mendapatkan handphone-nya kembali, Cia Li pun langsung menghubungi gurunya.
“Apa? Kau kecelakaan? Lalu, bagaimana kondisi mu?” Sheng Li sangat terkejut hingga menjatuhkan sampel daun yang ia pegang.
“Guru tenang saja, aku tidak apa-apa. Hanya luka kecil di kepala dan dokter sudah menanganinya dengan baik. Guru jangan bilang soal ini pada orang tua ku yah. Aku akan tinggal beberapa hari di tempat Jiao Ling selama penyembuhan. Bilang saja ke mereka, kalau aku sedang ada pekerjaan yang diselesaikan di sini.” Cia Li berusaha menenangkan sang guru dan mengajaknya berkompromi.
“Hah, sepertinya aku tidak punya pilihan lain. Tapi, aku akan pergi ke kota sekarang juga untuk memastikan kondisi mu.” walaupun katanya dia tidak kenapa-kenapa, Sheng Li tetap harus memastikan kondisinya langsung.
“Ya, jika itu bisa membuat Guru tenang tidak apa-apa. Aku berada di rumah sakit Guma.”
“Mmm, kau tunggulah. Aku akan berangkat sekarang!”
Bip.
Sambungan panggilan tersebut dimatikan secara sepihak.
Sheng Li segera mengemasi barangnya. Kebetulan, dia tinggal di sebuah rumah kecil yang berada persis di samping labolatorium tersebut.
Alasan Sheng Li membangun labolatorium di desa itu adalah karena Cia Li. Semangatnya untuk menjadi seorang ahli Botani hebat membuat Sheng Li tersentuh.
Awalnya, mereka kenal saat Sheng Li melakukan kunjungan penelitian ke desa tempat Cia Li tinggal. Dia mencari dan mencoba membudidayakan sebuah tanaman langkah yang hanya tumbuh di wilayah itu. Dia menghabiskan waktu yang cukup lama di sana. Projek yang sedang dia kerjakan itu adalah projek yang sangat besar, bahkan tuan Ling Hao sempat datang ke tempat tersebut beberapa kali. Waktu itu Cia Li masih kecil, dia berusia sekitar 10 tahun.
“Kakek Sheng Li mau ke sini yah?” tanya Jiao Ling.
“Iya, guru mau ke sini katanya. Dia mau memastikan keadaan ku.”
“Kakek Sheng Li sungguh sangat menyayangi mu.” Jiao Ling tersenyum senang.
“Ya, aku sangat beruntung bisa bertemu dengan seorang legenda sepertinya.” Cia Li mengangguk setuju.
“Astaga! Aku baru ingat! Ada korban lain yang harusnya aku temui.” Cia Li terlonjak kaget.
Jiao Ling yang mendengar teriakan Cia Li ikut terkejut mendengarnya.
“Ma-maksud mu, pas kejadian kecelakaan, kau menabrak seseorang? Ya ampun!” Jiao Ling malah berpikiran lain.
“Bukan begitu. Aku tidak menabrak orang secara langsung. Lebih tepatnya, mobil ku bertabrakan dengan mobil orang lain. Itu semua terjadi karena rem mobil ku yang tidak berfungsi dengan baik.” Cia Li mendengus khawatir mengingat kejadian beberapa jam yang lalu itu.
“Oo, seperti itu ternyata. Kau membuat ku kaget saja!” Jiao Ling menghembuskan nafas lega.
Tiba-tiba saja, seorang dokter datang menghampiri mereka.
“Selamat siang Nona Cia Li. Saya datang untuk memberitahukan hasil pemeriksaan anda.” Dokter itu tersenyum ramah padanya.
“Selamat siang Dokter. Mmm, semoga hasilnya baik-baik saja.” Cia Li sedikit khawatir dengan hasil pemeriksaannya.
“Hahaha, tenang saja Nona Cia Li. Menurut hasil pemeriksaan, semuanya baik-baik saja. Anda hanya perlu istirahat dan merawat luka di kepala anda selama beberapa hari ke depan.” Dokter tersebut mangguk-mangguk sambil melihat kertas hasil pemeriksaan yang ada di tangannya.
“Hah, syukurlah.” Cia Li merasa lega sekali.
“Kalau begitu, saya permisi dulu. Semoga luka anda cepat pulih dan bisa beraktivitas normal kembali.” pamitnya, kemudian segera berlalu dari sana.
Lama Cia Li menunggu, akhirnya Sheng Li pun sampai di rumah sakit itu. Dia datang bersama dengan supir pribadinya.
“Bagaimana kondisi mu? Apa hasil pemeriksaannya sudah keluar?” Sheng Li nampak khawatir sekali dengan kondisi muridnya itu.
Cia Li yang mendengar suara sang guru, langsung bangkit dari tidurnya. Untung saja dia sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Kalau tidak, Sheng Li pasti sudah di tegur oleh perawat penjaga karena suaranya akan mengganggu pasien lain.
“Haiya, Guru tenang saja. Kondisi ku baik-baik saja.” senyuman Cia Li mengembang melihat tingkah panik sang guru.
Tanpa di duga..
“Selamat siang Nona Cia Li!” seorang polisi datang ke ruangan tempat ia dirawat.
Deg!
‘Mungkinkah polisi itu datang untuk menangkap ku?’ batin Cia Li mulai ketakutan.
Tapi tunggu dulu, ada orang lain yang ikut di belakang polisi tersebut. Sepertinya orang itu di dorong dengan menggunakan kursi roda.
Tap, tap, tap.
Sosok itu nampak semakin jelas.
Hingga..
‘Kak Ling Yue?’ mata Cia Li membulat sempurna melihat sosok yang ada di hadapannya saat ini.
"Kalau aku bilang keberatan bagaimana?" jawabnya tenang namun terkesan seperti tengah menantang. "Apa Kau juga menyukainya?" Suo menyeringai samar. "Menurutmu?!" dua orang itu saling melempar tatapan tajam. "Hentikan!" lerai Cia Li yang tak tahan melihat sikap kekanakan mereka. "Aku ingin makan siang dengan tenang. Jadi, kalian tolong jangan bertengkar lagi!” "M-maaf Nona Cia. Gara-gara aku waktu makan siangmu jadi terganggu. Aku jadi tidak enak hati karena sudah membuatmu merasa tidak nyaman,” sesal Suo merasa bersalah. "Tidak Tuan Choi, bukan begitu maksudku." Cia Li jadi merasa canggung. Dia bingung harus menjelaskannya bagaimana. "Lebih baik kita makan sekarang. Waktu jam istirahat kantor kami tak banyak. Kami harus segera kembali begitu selesai makan." Ling Yue benar-benar pandai membalikkan situasi. Dia berkata seolah-olah Suo adalah pengganggu di antara mereka. Padahal, dirinyalah yang tiba-tiba datang seenaknya ke tempat itu. 'Bajingan sialan! Dia pandai sekali menyudutk
"Presdir, ini tuan Choi Suo yang akan bekerja sama dengan perusahaan kita. Beliau adalah pemilik rumah sakit Gionsang yang terkenal itu!" bisik Chen Li menjelaskan siapa sosok pria asing itu."Aaah ... selamat pagi Tuan Choi!" Ling Yue mengulurkan tangannya pada pria itu. Walau bagaimanapun dia tetap harus bersikap profesional dalam urusan pekerjaannya.Pria bernama Choi Suo itupun menerima uluran tangannya dengan senyum hangat. "Senang bisa bekerjasama dengan perusahaan Anda Tuan Ling. Ku dengar, pasokan obat-obatan yang kalian produksi semuanya memiliki standar yang tinggi. Kolega bisnisku dari Swiss bercerita banyak tentang kualitas obat-obatan dari perusahaan kalian.""Ya, itu memang benar. Bahkan, pasaran obat-obatan kami hampir mendominasi di seluruh wilayah daratan Europa dan Asia!" Ling Yue sengaja menyombongkan diri di depan pria bernama Choi Suo itu.Ntah kenapa, semenjak pertemuan pertama mereka di acara lamaran sepupunya Junyo waktu itu, dia merasa langsung tidak suka pada
"Ingat apa?" tanya Cia Li santai sambil memakan makanannya."Kakak, Kau ingat tidak? Dulu Kau pernah hampir tidak tidur semalaman karena membuatkan roti kukus untuk salah satu temanmu di sekolah," ujar Fang Li teringat kejadian waktu itu.Mata Cia Li langsung terbelalak kaget mendengar ungkapan sang adik. Ya, dia ingat! Malam itu dia memang sengaja memaksa Fang Li untuk ikut menemaninya membuat roti kukus diam-diam hingga pukul 4 pagi."Aku jadi penasaran, siapa kira-kira orangnya? Apa Kak Ling Yue tau tentang teman-temannya kakakku? Aku jadi kepikiran, mungkinkah kak Cia punya pacar di sekolahnya?"Ling Yue menaikkan sebelah alisnya. "Roti kukus? Kapan?" ia mulai cemburu mendengar cerita Fang Li. Apa mungkin gadis itu punya pacar diam-diam tanpa sepengetahuannya? Bukannya apa, tapi Ling Yue diam-diam selalu menyelidiki tentangnya. Dan menurut informasi yang dia dapat, gadis itu tidak pernah pacaran sama sekali dengan siapapun waktu itu.'Atau ... apa aku kecolongan?!' Ling Yue mengep
Keesokan harinya. Tok, tok, tok! "Cia?!" panggil seseorang dari luar sana. "Cia ... buka pintunya! Ini Mama!" Mata Cia Li seketika terbuka lebar. "Mama?!" pekiknya sambil terduduk kaget dari tidurnya. "Tunggu sebentar ... aku akan segera ke sana!" teriaknya. Dengan gerakan cepat, gadis itu buru-buru merapikan tempat tidurnya, lalu kemudian menyikat gigi dan mencuci muka. "Hah ... bisa bahaya jika Mama sampai tau kalau aku belum juga bangun di jam segini!" gumamnya kemudian sambil menyemprotkan pelembab wajah seala-kadarnya. "Ke mana perginya anak itu? Apa dia tidak mendengar suara kita?" gerutu sang mama dari balik luar pintu apartement gadis itu. "Teleponku juga tidak diangkat. Sepertinya kakak masih tidur," sahut Fang Li, adiknya Cia Li. "Cia-" panggilnya terpotong. Ceklek! Pintu itu tiba-tiba terbuka. "Astaga!" ketiga orang itu terjengit kaget. "He he he ... Maaf, tadi aku sedang menyikat kamar mandi, jadi tidak mendengar ada orang yang datang," alasannya berkilah. "Ayo m
1 detik ... 2 detik ... 3 detik ... 4 detik ... hingga, 5 detik berlalu .... 'Astaga! Apa yang sudah terjadi?!' batin Cia Li yang kembali tersadar dari keterkejutannya. Dia bergegas bangkit dari tubuh sang Presdir. Sejenak pria itu masih tertegun tak percaya, hingga tak lama kemudian, diapun dapat meraih kembali kesadarannya. "He'em!" dehemnya canggung. Ia menjadi salah tingkah dan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Telinganya juga nampak memerah. "Ma-maafkan aku Presdir. Aku tidak sengaja-" ucap Cia Li terpotong. "Tidak apa-apa, itu bukan salahmu, he he he!" sela Ling Yue dengan cepat. Dia tertawa canggung seperti sedang dibuat-buat. "Ayo kita masuk saja sekarang!" ajak Ling Yue kemudian sambil meraih tangan gadis itu untuk ikut masuk bersamanya. Ingin protes pun, pria itu sudah lebih dulu menyeret tangannya. Di depan sana, pendeta Han Sui sudah menunggu kedatangan mereka. Pria tua itu duduk bersila sambil memejamkan mata, bak seperti orang yang sedang bermeditasi. Dia
"Kau? Apa yang Kau lakukan padanya?!" bentak Ling Yue dengan nada tinggi."Ma-maaf ... aku tidak sengaja menumpahkan kuah Soup panas ke tangannya," akui Fu Lian sambil tertunduk salah.Ia sengaja berpura-pura mengiba untuk menarik simpati orang-orang yang ada di sana. Tapi, percayalah ... dalam hatinya ia bersorak ria melihat gadis sok cantik itu merintih kesakitan. Ia berharap, tangan gadis itu melepuh. Dia sungguh wanita yang kejam."Apa?! Tersiram kuah Soup? Astaga! Kau benar-benar-, aaargh ...!" Ling Yue rasanya ingin memarahi wanita itu habis-habisan. Tapi, terpaksa ia tahan karena melihat kondisi Cia Li yang harus segera mendapatkan pertolongan. Keselamatan gadis itu jauh lebih penting.Ling Yue kemudian segera beranjak untuk menggendongnya. "Chen Li, panggilkan Dokter untuk mengobati Cia!" titahnya pada sang sekretaris."Hum, baik Presdir."Selepas kepergian keduanya, orang-orang yang ada di sana pun mulai berbisik satu sama lain. Ini pertama kalinya mereka melihat sang Presdir