Share

bab 3 : rejected (again) ‐ 1

Alat transportasi beroda empat yang ia kemudikan melaju pelan ke arah pintu gerbang. Ia lantas melengkungkan sebuah senyuman kala kedua netra indah miliknya bertemu pandang dengan sang satpam penjaga rumahnya—yang membungkuk hormat padanya sebelum akhirnya menggeser gerbang besi nan besar, memberikan akses jalan untuk mobil majikannya. Ya, wanita berambut panjang yang kini dikuncir kuda itu akan berangkat bekerja, tentu ke Butik miliknya.

Namun, senyuman yang tersungging dengan begitu manisnya di bibir Kinara tiba-tiba musnah kala atensinya menangkap sebuah mobil hitam berhenti tepat di depan pintu gerbang, seakan sang pengendara yang terlihat duduk di atas kap mobil itu memang sengaja menghalangi jalan wanita itu.

Mata indah itu menyipit tajam memperhatikan sesosok pria berambut pirang yang duduk membelakanginya. Entah kenapa postur tubuh pria berkemeja hitam itu terasa tak asing baginya. Dan ... jantungnya berdegup kencang secara tiba-tiba seiring angannya menerka-nerka.

'Jangan-jangan ....'

Kinara menggeleng singkat atas praduganya sendiri. Ia lantas membuka pintu mobil di sisinya, menjejakkan kedua kaki berbalut sepatu hak tingginya ke atas aspal, lalu melangkah pelan menuruni mobilnya. Ia tidak ingin menduga-duga, ia harus memastikannya secara langsung. Meskipun tak mampu ia pungkiri jika rasa takut turut mendominasi. Entah takut karena apa? Yang jelas firasatnya memburuk seketika.

Namun, ketika langkah wanita beranak satu itu telah berada di sisi mobil asing tersebut, kepala pirang Si pria menoleh cepat, membuat sepasang mata Kinara terbelalak. Dugaannya benar!

"Kau?!" Kinara bergumam tak percaya, netra cantiknya seakan hendak keluar dari kelopaknya saking ia membulatkan bola mata. Secara refleks tangan kanannya terangkat, menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan. Ia terlalu terkejut.

Wajah tampan itu ... iris sebiru batu safir itu ... sungguh, Kinara tidak menduga jika ia akan kembali melihatnya setelah bertahun-tahun lamanya. Tentu ia sangat merindukannya, biar bagaimanapun dalam hati terdalamnya ia masihlah cinta. Namun, kenyataan seakan menampar keras pipinya, sebab pria itu bukan lagi miliknya.

"Kita bertemu lagi, Nara." Pria itu—yang adalah Daniel—berucap datar, kemudian turun dari kap mobilnya dengan senyum yang terlihat dingin di mata Kinara, senyuman yang baru kali ini wanita itu jumpai, karena sebelumnya senyuman sang pria selalu terlihat tulus dan selalu bisa menenangkannya. Dan lagi, aura yang terpancar pada tubuh jangkung itu terlihat sedikit berbeda; kelam.

"A-apa yang kau lakukan di sini?" tanya wanita itu dengan terbata-bata, raut wajah cantik itu tiada sama sekali berubah bahkan pupil kedua matanya terlihat bergetar.

"Kau sepertinya terkejut?" pria itu melangkah mendekat secara perlahan, sudut bibirnya naik sebelah kala menatap wajah cantik mantan calon pengantinnya terlihat memucat.

"A-aku ...." Kinara tak mampu melanjutkan ucapannya. Entahlah, lidahnya terasa kelu untuk sekedar berkata.

Entah bagaimana segala memori masa lalu berputar secara otomatis di dalam benaknya, menghantarkan rasa bersalah yang teramat besar bercokol di dalam dada pada pria bersurai pirang di depannya. Rasa berdosa yang selalu saja membuat dirinya merasa menjadi wanita paling jahat sedunia.

"Ikut aku." Tanpa Kinara duga, tangan besar Daniel meraih pergelangan tangannya, membuat wanita itu secara refleks hendak menghempaskan cengkeraman Sang pria. Namun, ia gagal; kekuatannya tak sebanding dengan milik si pemilik surai arunika.

Sedangkan satpam yang sedari tadi berdiri tak jauh dari pintu gerbang hanya menatap sang majikan dengan pria asing itu secara bergantian. Ia bingung harus berbuat apa, pasalnya ia masihlah ingat jika pria itu adalah pria yang datang untuk menemui Tuan muda kecilnya kemarin. Apa lagi dengan ciri fisik Sang pria yang hampir menyerupai anak sang majikan, tentu ia tahu jika pria itu memiliki ikatan dengan Nyonyanya, makanya ia tak berani ikut campur.

Sementara itu mata indah Kinara membola seiring raut wajahnya yang semakin terlihat pasi. Tentu ia masihlah ingat bagaimana interaksi mereka—ia dan Daniel—untuk yang terakhir kali sebelum pria di depannya kembali ke negara asalnya dulu. Ia yakin bahwa Daniel telah membencinya, tentu sangat wajar jika ia berpikir jika Sang pria akan menyakitinya, bukan?

"Aku tak akan melukaimu, meskipun benar hatiku masih terasa sakit akibat ulahmu. Kau tenang saja." Daniel berucap ringan, seakan mengerti dengan apa yang tengah Kinara pikirkan. "Ada beberapa hal yang ingin kubicarakan denganmu sembari mengantarmu ke Butik," lanjutnya, lantas sedikit menarik tangan kanan sang wanita menuju pintu mobilnya.

"T-tapi—"

"Tolong bawa kembali mobil nyonya Kinara ke garasi." Perintah Daniel pada sang satpam keluarga Maheswara dengan seenaknya, memotong ucapan wanita itu. Pria itu sedikit mendorong tubuh Sang wanita memasuki kursi penumpang bagian depan pada alat transportasi beroda empat miliknya, menutup pintunya dengan kasar.

***

Mobil hitam yang dikendarai Si pria berambut pirang itu berjalan dengan kecepatan konstan menelusuri bulevar yang lumayan lengang pagi ini. Suasana canggung mendominasi keduanya. Kinara duduk dengan tidak nyaman di kursinya, kedua mata indah miliknya terlihat menelusuri pohon-pohon besar yang tumbuh di sisi jalan dengan tak fokus. Banyak hal yang tengah berkecamuk di dalam kepalanya, terutama tentang pria yang duduk di sebelahnya.

Sementara Daniel, pria itu terlihat sesekali melirik ke arah Sang wanita yang sejujurnya masihlah merajai hatinya. Terlihat dengan begitu jelas kabut kerinduan yang terpancar dari kedua netra sebiru batu safir miliknya setiap kali menatap wajah jelita itu. Yah, meskipun rasa rindu itu bercampur dengan kekecewaan dan sakit hati.

"Bagaimana kabarmu?" pertanyaan yang meluncur dari bibir merah kecokelatan si pria blasteran memecah suasana hening yang tercipta.

Tentu Kinara perlahan menoleh ke arah pemilik wajah rupawan di sisinya.

"K-kau sendiri?" bukannya menjawab, wanita itu justru kembali melontarkan pertanyaan lain dengan sedikit tergagap.

"Amat sangat baik, seperti yang kau lihat." Daniel berucap seringan kapas, mengkhianati apa yang sebenarnya tengah ia alami. Ia menarik kedua sudut bibirnya tanpa menoleh ke arah wanita di sampingnya; tetap fokus pada jalan raya di hadapannya.

"Syukurlah."

"Kau terlihat semakin bahagia setelah gagal menikah denganku."

Tubuh Kinara menegang mendengar ucapan pria di sisinya. Tentu ia sangat tahu bahwa itu sebuah sindiran. Dari perkataan yang lolos dari bibir yang dahulu menjadi favoritnya, ia merasa tersudutkan. Namun, entah bagaimana ia tak mampu untuk menyangkal. Firasatnya semakin buruk kemudian.

"Langsung saja, Nara. Kuharap kau jujur padaku," lanjut pria itu setelah merasa tiada jawaban, lantas melirik Kinara melalui ekor mata birunya. "Axel ... dia putraku, bukan?"

Dan ... tubuh wanita itu tak hanya menegang sekarang, bahkan terlihat kaku tak bergerak seiring kericuhan jantungnya di dalam rongga dada. Rahasia yang ia sembunyikan selama ini dari Sang pemilik hati, nyatanya telah terbongkar tanpa mampu ia mencegahnya.

***

Tbc...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status