Share

bab 2 : love and disappointed - 2

Lantunan lagu-lagu rohani masihlah terdengar merdu dari lantai bawah rumah mendiang Elizabeth, nenek Daniel. Suasana masihlah terasa ramai. Para kerabat, teman serta orang-orang terdekat mendiang nenek berambut pirang itu silih berganti datang untuk memberikan ucapan duka cita, tentu sekaligus memberikan salam terakhir mereka.

Berbeda dengan para anggota keluarga lain yang berbaur di bawah sana, Daniel justru memisahkan diri di lantai dua. Pria dengan surai pirang dan bermata biru itu terlihat duduk seorang diri di sofa ruang keluarga sembari menenggak minuman beralkohol langsung dari mulut botolnya, sedangkan di hadapannya tergeletak beberapa botol minuman tersebut di atas meja.

Wajah tampan itu terlihat frustrasi. Entahlah, setelah pertemuannya tadi siang dengan seorang anak lelaki yang bagaikan coppy-an dirinya, ia seakan kembali terhisap ke dalam masa lalunya bersama Kinara, tentu bersama kenangan yang begitu menyesakkan dada.

Ya, ia akui memang rasa cinta untuk wanita itu masihlah ada, bahkan masih begitu besar di dalam hatinya. Namun, rasa kecewa pun turut serta mengiringinya. Tentu ia masih ingat betapa hancur sanubarinya ketika ia tahu bahwa Kinara telah menikahi pria lain saat ia berada di Kanada untuk merintis bisnis keluarga dan juga melanjutkan pendidikannya, wanita itu mengkhianati kesetiaannya.

Namun, ia masih mampu memberikan maaf, karena ia pun merasa bersalah; ia meng-ghosting wanita itu selama beberapa tahun sebelum ia kembali tiga tahun lalu. Tentu saja ia memiliki alasan tersendiri kenapa tiba-tiba menghilang tanpa kabar; ia sedang berjuang untuk menjadi layak untuk wanita tercintanya, seperti janjinya pada Abiyasa selaku ayah Kinara ketika ia berniat melamar wanita itu dulu.

Tak berakhir sampai di sana, bahkan setelah Kinara bercerai dengan Dirga, setelah rencana pernikahan mereka sudah ada di depan mata, wanita itu dengan mudahnya membatalkannya begitu saja. Tentulah hal tersebut memancing amarah Daniel, hingga berakhir pertengkaran kala itu dan berakhir dirinya kembali ke Kanada dengan tangan hampa.

Apakah Daniel membencinya?

Maka, jawabannya adalah 'iya'. Ia sangat ingin membenci wanita itu, namun kebencian itu tak sebanding dengan rasa cinta yang ia miliki. Ia terlalu mencintai Kinara, pula rindu. Bagaimanapun caranya menampik, nyatanya rasa itu masihlah kuat mengakar dalam hatinya.

Cinta itu pembodohan, bukan? Dan, yah ... Ia mengakuinya sekarang. Apalagi setelah ia tahu jika dari rasa tersebut telah tumbuh seorang balita, ia tentu ingin merebut apa yang seharusnya menjadi miliknya; Kinara dan juga anaknya. Bila perlu, ia akan menyeretnya dengan paksa.

"Astaga! Tamu masih bagitu banyaknya di bawah sana, dan kau malah berada di sini untuk minum-minum?!" suara menggelegar itu membuyarkan segala pemikiran Daniel. Pria pirang itu menoleh dengan gerakan malas pada sang pelaku—yang ternyata adalah Sang ibu—yang kini berjalan lurus mendekatinya.

"Aku hanya sedang menenangkan diri," jawabnya singkat, sembari kembali meminum cairan memabukkan itu dari mulut botolnya. Setelahnya, pria itu mengerang tertahan, meraup kasar wajah tampannya dengan kedua telapak tangan. Bagaimanapun ia mencoba untuk mabuk, namun rasa pedih dalam hatinya tetap saja tak kunjung hilang. Hanya rasa pusing yang ia rasakan.

Dan ... wajah Aryani Christiadjie, Sang ibu melunak ketika melihat sang putra semata wayangnya terlihat kacau, ia mendudukkan diri di sisinya, tanpa memutus pandangan mata.

"Apakah terjadi sesuatu?"

Pria itu menoleh ke arah ibunya. "Apakah ... Mama akan percaya jika aku berkata, aku memiliki seorang putra?"

Sontak saja tawa sumbang meluncur dari bibir merah Aryani setelah mendengar pengakuan putranya. "Berhenti berkhayal, dasar anak nakal! Istri saja kau tidak punya, apalagi seorang putra, huh?! Sepertinya kau sudah mabuk sekali, ya?" ejeknya.

Namun, pria pirang yang merupakan anak satu-satunya dari keluarga Christiadjie itu hanya terdiam. Yah, ia sudah menduga jika sang ibu tak akan mudah percaya; ia pun sebenarnya belum mempercayai penglihatannya sendiri, mempercayai bahwa dirinya sekarang adalah ... seorang ayah. Sungguh, perutnya seakan diisi ribuan kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya di dalam sana setiap kali mengingat hal itu.

"Daripada berhalusinasi yang bukan-bukan, bukankah lebih baik jika kau mencari calon pendamping hidup? Mama dan Papa sudah tua, Dan. Sudah saatnya bagi kami untuk menimang cucu," lanjut Aryani.

"Nara." Sebuah nama pada akhirnya terucap dari bibir merah kecokelatan Daniel. Ia memejam mata setelahnya.

Aryani tentu menoleh cepat kala nama yang terdengar begitu familier itu kembali memasuki indera rungunya, keningnya yang telah dihiasi beberapa kerutan tipis semakin mengerut dalam menunggu kalimat selanjutnya yang akan putranya ucapkan.

"Tentu Mama masih ingat tentang dia, bukan?"

"Wanita yang mengkhianatimu, tentu Mama ingat. Lalu korelasinya di mana?"

Daniel mengempaskan punggung tegapnya pada sandaran sofa sebelum meneruskan perkataannya, mata biru itu menerawang pada langit-langit ruangan. "Dia memiliki seorang putra, aku sempat bertemu dengannya tadi. Dia anak lelaki kecil yang manis."

"Dan kau berpikir jika anak wanita itu adalah anakmu?!" tebak Aryani tepat sasaran, seakan wanita baya itu tahu ke mana arah pembicaraan Sang putra tunggal.

"Ya."

"Bisa jadi dia adalah anak dari mantan suaminya. Bukankah dia sudah menikah sebelumnya?" Aryani tentu tahu apa pun tentang masa lalu Kinara beserta Sang putra, Daniel menceritakan segalanya kepada dirinya.

"Mungkinkah seorang ayah dan seorang ibu berambut gelap akan memiliki anak berambut pirang?!" Daniel menegakkan posisi duduknya, membalas tatapan ibunya dengan kalimat tanya yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban.

"Y-ya, bisa jadi dia mewarnai rambutnya."

"Dan juga bermata biru."

Kali ini tubuh Aryani menegang mendengarnya.

"Dia memiliki ciri fisik nyaris sepertiku." Daniel kembali meneruskan kalimatnya ketika Sang ibu hanya mematung dengan mata membola.

"Kau?!" tatapan mata Aryani menyipit tajam, seakan tengah menelanjangi segala pemikiran pria di sisinya. Tentu diiringi spekulasi-spekulasi buruknya.

"Ya. Beberapa kali aku tidur dengannya, makanya aku yakin jika anak itu pasti anakku. Bahkan tanpa perlu tes DNA." Tentu yang Daniel maksud di sini adalah tidur dalam artian yang tidak sebenarnya; mereka bercinta.

Aryani memejamkan mata erat-erat-erat mendengar pengakuan putranya. Tentu ia sedikit kecewa, ibu mana yang tidak marah ketika tahu anak lelakinya menjadi pria brengsek yang mudah tidur dengan sembarang wanita?!

"Lalu, apa rencanamu selanjutnya?" setelah kediamannya yang cukup lama, Aryani kembali bertanya. "Jika memang benar dia anakmu, maka kau harus membawanya pada keluarga kita. Mama tidak sudi darah keturunan Christiadjie berada di tangan wanita jalang macam Kinara."

Ya, Aryani akui ia memang sangat membenci wanita yang telah mengkhianati putranya, meskipun sejujurnya mereka belum pernah sama sekali bertatap muka secara langsung; ia hanya tahu Kinara melalui foto serta beberapa kali melakukan video call, bertahun lalu ketika hubungan asmara wanita itu dengan Daniel belum berakhir.

"Aku akan menetap di sini. Akan ku ambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku."

***

Tbc...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status