Share

bab 4 : rejected (again) - 2

Kinara masih membatu mendengar ucapan Daniel. Ia tak menyangka bahwa pria itu benar-benar berhasil melihat, bahkan sempat berinteraksi dengan putra mereka yang sengaja ia sembunyikan kehadirannya di dunia.

'Jadi, benar Dan yang menemui Axel kemarin,' batinnya.

"Bukan." Berbanding lurus dengan kenyataan, Kinara justru menyangkal. Ia kemudian membuang muka pada sisi jendela.

Daniel menaikkan salah satu sudut bibirnya ketika mendengarnya. "Jangan berbohong. Rambut pirang dan mata birunya tak bisa menipuku, Nara."

Kinara hanya mampu menutup erat kedua netranya. Sekuat apa pun ia mencoba menyangkal rasanya percuma saja, memang fisik Axel begitu mirip dengan ayah biologisnya.

"Kenapa kau tidak memberitahuku?"

"Untuk apa?" Kinara bergumam lirih.

"Kau masih bertanya?!" pria itu menoleh dengan tatapan tak percaya. "Dia putraku, tentu aku berhak atas dirinya, dan juga kau."

"Kau bukan suamiku."

Daniel kembali tersenyum miring, lantas kembali fokus mengemudi.

"Kau sendiri yang menolak untuk kunikahi." Meskipun diucapkan dengan nada yang begitu datar, namun sarat dengan emosi di dalamnya.

Kinara kembali memejamkan matanya, hatinya kembali terluka. Sejujurnya ia pun tak ingin menolak untuk dinikahi pria yang ia cinta, namun kenyataan seakan tak pernah berpihak padanya.

Embusan napas si pria terdengar berat setelahnya. "Katakan, Nara ... sebenarnya apa alasanmu membatalkan pernikahan kita dulu? Jujur saja, aku masih tak mengerti."

Ya, bahkan sampai detik ini Daniel masih tak paham dengan pola pikir wanita di sebelahnya. Hell, mereka saling mencintai, lantas kenapa ia tak mau dinikahi?!

Daniel terdiam cukup lama. Jika ia tak salah hitung, saat ia kembali ke Kanada tiga tahun lalu, berarti kondisi Kinara saat itu sudah hamil muda. Ia memejamkan matanya, tak habis pikir dengan keputusan wanita di sisinya. Jika wanita itu memang sudah tahu tengah berbadan dua, lantas kenapa justru membatalkan pernikahan?!

"K-karena ...."

Daniel menoleh cepat, seakan tak sabar menunggu kelanjutan ucapan Kinara.

"Karena akan ada hati yang terluka dengan pernikahan kita. A-aku ... aku hanya tak ingin berbahagia di atas kesedihan Dirga."

Lagi-lagi Daniel harus menghela napas panjang. Sejujurnya ia paham apa yang Kinara rasakan, ia sangat mengenal Kinara luar-dalam jauh sebelum ia merintis karir di Negara kelahirannya. Wanita itu memiliki hati yang lembut, seseorang yang cenderung mengabaikan perasaannya sendiri ketimbang harus menyakiti hati orang lain.

Tetapi—

"Lalu bagaimana denganku, huh?! Kau seakan tidak pernah memikirkan perasaanku juga, Nara." Sungguh, ia tak habis pikir. Jika Kinara mampu menjaga perasaan Dirga, lantas kenapa wanita itu justru seakan mengabaikan apa yang ia rasakan?!

"Kau ... terlalu baik untukku, Dan." Kinara semakin menundukkan kepalanya ketika berucap, kedua telapak tangannya saling meremat ujung rok di atas pangkuannya. "Setelah kupikir berulang kali, aku merasa sudah tak pantas untuk bersanding denganmu. Aku bukanlah Nara yang dulu, a-aku ... aku telah mengingkari janjiku sendiri."

Tentu Kinara merasa sudah tak layak untuk terus berada di sisi pria yang dicintainya; ia adalah seorang pengkhianat, ia tak kuasa menentang perintah Sang ayah untuk menikah dengan Dirga ketika Daniel tengah berusaha keras untuk menjadi layak bersanding dengannya. Ia merasa tak akan layak lagi bersanding dengan pria setia nan sempurna seperti pria di sisinya.

"Alasan macam apa itu?!" Daniel tersenyum sinis, melirik tajam wanita itu melalui sudut matanya. "Aku terlalu baik?! Ah, ataukah aku harus menjadi brengsek dahulu supaya pantas untuk bersamamu?! Begitu, Nara?"

Kinara tak mampu untuk menjawabnya. Tentu maksudnya bukan seperti itu. Ia hanya berharap jika Daniel akan menemukan seorang perempuan yang lebih baik darinya. Seperti kata Dirga bertahun lalu; tingkatan tertinggi mencintai adalah merelakan, ia ingin melakukan hal yang sama terhadap pria di sisinya.

Daniel mendengkus kasar. "Bilang saja jika kau sudah tak mencintaiku."

"D-dan, aku—"

Seketika itu suara ban yang berdecit terdengar memekakkan telinga. Si pria pirang mengerem mobilnya secara tiba-tiba, lantas berucap dingin nan datar pada Kinara, seiring perih luka di hatinya.

"Turun."

Tentu Kinara menuruti ucapan Daniel, ia membuka pintu mobil di sisinya perlahan kemudian menuruni alat transportasi itu dengan menggumamkan kata 'maaf' berulang-ulang.

***

"Kau benar-benar tak akan kembali ke Kanada bersama Mama, Dan?"

Daniel menoleh dengan malas ketika suara sang Ibunda membelai telinga. "Tidak."

"Hey, apa yang terjadi? Wajahmu terlihat kusut." Aryani lantas mendudukkan diri di sisi sang putra; pada ruang tamu Elizabeth, mendiang mertuanya. Pandangan teduh dari kedua netranya tak beralih sedikit pun dari wajah muram anak semata wayangnya.

Namun, Daniel tak menjawab sedikit pun pertanyaan penuh perhatian Sang Ibunda. Pria itu justru terlihat meraup kasar wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tentu hal tersebut membuat Aryani merasa curiga dengan apa yang terjadi pada putranya.

"Jangan bilang ini ada hubungannya dengan wanita itu?" tebak wanita baya yang masih tampak cantik itu, tepat sasaran.

Daniel mengembuskan napas lelah sebelum menjawab. "Dia kembali menolakku, bahkan sebelum aku mengajaknya kembali."

Mendengarnya, Aryani menggeleng tak percaya. "Mama tak habis pikir denganmu. Kenapa kau masih saja mengejarnya?! Dia sudah berulang kali menyakitimu! Kau sadar, hah?!"

Daniel kembali diam tak menjawab. Namun, dalam hati ia membenarkan apa kata ibundanya.

Apakah ia harus menyerah sekarang?

"Dia bukan wanita yang pantas untukmu, Dan. Mama tidak rela kau diperlakukan seperti ini. Di luar sana masih banyak wanita yang jauh lebih baik dari pada si wanita jalang itu."

Pria itu hanya mampu memejamkan erat kedua mata, menyembunyikan iris biru redup itu di dalam kelopaknya. Kali ini ia mendengarkan baik-baik nasihat wanita yang telah melahirkannya ke dunia.

"Lupakan dia, oke?" lagi. Aryani kembali mencoba memprovokasi.

Tanpa Aryani duga, Sang putra justru meraih handphone di atas meja, membuka folder galeri, lantas menunjukkan sebuah foto seorang balita padanya. Ya, Daniel memang sempat memotret Axel saat kemarin menemuinya.

"Mama lihat, ini cucu Mama."

Tangan kanan wanita paruh baya itu meraih benda persegi yang putranya ulurkan padanya, menatap potret seorang lelaki kecil yang nyaris tiada beda dari putra semata wayangnya ketika masih balita. Dan kini Aryani percaya dan yakin jika Axel memang benar cucunya.

"Setidaknya ada Axel bersamanya, Mama. Dia putraku, apakah aku salah jika ingin bersama anak kandungku?" Daniel berucap lirih, wajahnya semakin terlihat frustrasi.

Tentu ia sangat menyayangi putra kecilnya, meskipun ia baru tahu kehadiran lelaki kecil itu di dunia beberapa hari belakangan. Nyatanya ikatan ayah dan anak tidak bisa dianggap remeh, bahkan saat pertama kali berjumpa Axel langsung mau digendong olehnya.

"Kalau begitu, kau harus merebut putramu dari Kinara. Mama akan dengan senang hati membantumu jika kau memerlukan."

Pria itu menghela napas panjang, ucapan sang ibu seakan menggema di telinganya.

'Jika aku tak bisa mendapatkan dirimu, maka aku akan mengambil sesuatu yang paling berharga di hidupmu, Nara.'

Setelah termenung beberapa saat, Daniel tampak tersentak ketika tiba-tiba handphonenya—yang telah diletakkan di atas meja oleh sang ibu—bergetar. Ketika ia menatap layarnya yang menyala, nama Kendra terpampang di sana, sedang melakukan panggilan untuknya.

***

Tbc...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status