Share

bab 5 : kill my love - 1

Kepala berambut pirang itu menunduk, seakan begitu terasa berat untuk sekedar terangkat. Jari-jemari kedua tangannya meremas kuat rambutnya, mencoba mengenyahkan suara wanita yang selalu saja menggema di kepala. Menggores kembali hatinya, pula membuatnya nyaris gila seharian ini.

'Kau ... terlalu baik untukku, Dan.'

Netra biru itu memejam erat ketika suara lembut yang sukses membuat hatinya tercabik kembali terasa berdesing di telinga, berpadu menjadi satu dengan suara musik yang mengentak di sekitarnya, membuat kepalanya semakin pening saja.

Kedua tangan besar itu meraih botol whiskey bermerk Jack Daniel's di atas meja. Meminum langsung dari mulut botolnya, bahkan hingga hampir tandas. Ketika cairan dengan rasa manis bercampur pahit itu mengaliri tenggorokan, perlahan salah satu sudut bibir merah kecoklatan itu terangkat; tersenyum miring.

'Baiklah, aku akan menjadi pria jahat, sesuai permintaanmu. Kuharap kau tak menyesal.'

Tak berselang lama, Daniel tertawa dalam hati, menertawai nasibnya sendiri. Dirinya memang berhasil meniti karir; usaha yang ia rintis bersama Sang ayah di Kanada berkembang pesat, bahkan hingga ke berbagai negara lainnya. Namun, siapa sangka jika menyangkut masalah cinta, ia justru nol besar? Ironis sekali.

Padahal jika dilihat secara kasat mata, Daniel merupakan pria yang nyaris sempurna; ia tampan dan juga kaya, bahkan memiliki hati yang cukup lembut serta setia sebelumnya. Entah apanya yang kurang di mata indah Kinara sehingga wanita itu selalu saja menolaknya.

Yah, wanita memanglah makhluk yang unik. Didekati pria baik-baik, mereka menolak dengan alasan 'kau terlalu baik'. Namun, ketika mereka benar-benar mendapatkan pria jahat kemudian disakiti, mereka akan berkata, 'semua pria sama saja'. Entah apa mau mereka sebenarnya.

"Sudah lama menunggu, Sat?" pertanyaan dari suara berat nan familier berhasil memasuki indera pendengaran. Tanpa perlu menoleh pun Daniel sudah tahu siapa yang baru saja datang. 'Sat' adalah kependekan dari 'bangsat', mereka memang memiliki panggilan 'sayang' yang aneh semenjak masih memakai seragam sekolah.

"Sialan! Kau yang meminta bertemu, kau juga yang datang terlambat." Umpatan itu mengalir seiring lirikan sinis dari kedua netra biru. Setelahnya, pria pirang itu kembali menenggak sisa whiskeynya.

Benar, ketika meneleponnya siang tadi, Kendra, pria berambut hitam dengan poni menjuntai itu mengajaknya bertemu di sini; di sebuah kelab malam yang cukup terkenal di ibu kota Jakarta.

"Kau saja yang terlalu bersemangat sehingga datang lebih cepat." Sedangkan Kendra Subagja, pria yang baru hadir itu hanya mengedikkan kedua bahunya acuh lantas mendudukkan diri pada kursi di meja yang sama dengan sahabat lamanya. Ya, mereka memang sudah bersahabat semenjak SMA; tepatnya ketika Daniel baru saja pindah dan bersekolah di Indonesia.

"Tch!" Daniel hanya mendecih meresponsnya.

Abai terhadap decihan sang sahabat, Kendra justru mengambil botol lain di atas meja, membuka tutupnya lantas menuangkan cairan di dalamnya pada gelas kecil yang telah tersedia.

"Bagaimana kabarmu?" pertanyaan itu meluncur sebelum pria itu menyesap minumannya.

"Seperti yang kau lihat." Daniel menjawab singkat. Tangan kanannya meraih bungkus rokok berbentuk kotak di hadapan, mengambil sebatang nikotin dari dalamnya untuk ia selipkan di antara celah bibir. Tentu ia segera menyalakan pemantik berbentuk antik miliknya untuk membakar ujung benda silinder yang membuatnya candu akhir-akhir ini.

Tentu hal tersebut tak lepas dari perhatian kedua netra Kendra. Setahunya, Daniel bukanlah seorang perokok aktif. Yah, meskipun sekali dua kali mereka sempat menikmati benda itu bersama ketika remaja.

Apalagi ketika tatapannya menangkap raut muram yang menghiasi wajah di depannya, tentu ia semakin yakin jika ada hal yang tak beres yang telah menimpa sahabat karibnya. Ia meletakkan gelasnya di tempat semula sebelum kembali berkata. "Kau terlihat kacau, Sat."

Mendengar ucapan pria di depannya, membuat pria pirang itu segera mengembuskan asap rokoknya ke udara secara kasar, lantas melirik wajah Kendra dengan tajam. "Brengsek sekali kau!"

"Apa maksudmu?!" Kendra mengerutkan keningnya, tak mengerti kenapa Daniel memaki dirinya secara tiba-tiba.

Sedangkan kedua netra biru itu kembali memejam, ia mengambil napas dalam untuk menghilangkan kesal yang mendadak datang. "Istrimu adalah sahabat dari Kinara, tentu kau harusnya tahu seperti apa putranya."

"Lalu?"

Netra biru itu kembali terbuka dengan cepat, menatap menusuk pada kedua mata sahabatnya. "Kenapa kau tidak memberitahuku jika putra Kinara adalah putraku juga?!" nada bicaranya naik satu oktaf.

"Aku hanya tak ingin masuk terlalu jauh dalam masalah kalian." Kendra menjawab pertanyaan sang sahabat dengan ringan. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi berbahan besi sebelum kembali melanjutkan ucapan. "Lagi pula kau terlihat betah berada di Negaramu, kukira kau sudah tak lagi peduli pada Indonesia dan segala masa lalumu."

"Aku tidak akan peduli jika tidak ada kaitannya dengan keturunanku yang ternyata ada pada wanita itu." Setelah berkata, Daniel kembali menghisap batang nikotin yang terapit di antara jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya dengan khidmat. Angan pria itu kembali menerawang pada wajah tampan duplikat kecilnya yang berada di mansion Maheswara.

"Kau bisa menikah dan kemudian memiliki anak lain, bukankah itu hal yang mudah? Kecuali jika kau sudah mandul."

"Aku bukanlah tipe pria yang dengan mudahnya lepas tanggung jawab. Yah, meskipun justru wanita itu sendiri yang menolak menerima pertanggungjawaban dariku." Daniel menjawab cepat. Ia menggosok ujung rokoknya yang menyala pada asbak di depannya; mematikannya. Nyatanya dengan ia merokok pun masih tak mampu mengubah suasana hatinya yang kian memburuk. Ia turut menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, membalas tatapan Kendra sebelum melanjutkan ucapannya. "Biar bagaimanapun aku adalah seorang ayah, aku memiliki keterikatan dengan Axel. Tentu aku menyayanginya, meskipun baru sekali aku menemuinya." Ia menjeda kembali ucapannya, menatap bias lampu kerlap-kerlip di dinding dengan pandangan menerawang.

Sedangkan Kendra hanya diam mendengarkan, menyimak baik-baik setiap kalimat yang meluncur dari kedua bibir sahabatnya dengan kedua lengan terlipat. Ia tahu, Daniel masihlah belum menyelesaikan ucapannya.

"Dia darah dagingku, dan aku berpikir untuk membawanya ke sisiku, aku ... harus memilikinya dengan cara apa pun. Kau tentu mengerti bagaimana rasanya, kau pun seorang ayah."

"Aku sangat mengerti." Pria itu mengangguk singkat. "Sejujurnya aku pun sedikit tak suka dengan Kinara. Dia terlalu egois sebagai seorang wanita. Jika aku jadi kau, aku pasti sudah membencinya, bahkan sejak pertama kali aku tahu ia menikahi pria lain di belakangku."

Daniel kembali memejamkan erat kelopak mata seiring ingatannya kembali ke masa lalu; tentang pengkhianatan Kinara, pula gagalnya rencana pernikahan mereka. Sejujurnya bukan hanya Axel yang ia inginkan untuk berada di sisinya; ibunya juga.

Namun, kenyataannya kini telah berbeda. Berapa kali pun ia meminta, Kinara seakan tak pernah mau untuk menerima dirinya. Bahkan sahabatnya pun tak menyukai Ibu dari sang putra. Jadi, apakah ia harus mulai melupakan wanita itu, seperti apa kata ibunya?

'Apakah aku harus membunuh rasa cinta ini, Nara?'

***

Tbc...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status