Mianhae, lama nggak muncul.. Otaknya masih belum sanggup dibuat mikir soalnya Tolong doain Qey biar sanggup nulis lagi ya
Gallen melompat saat sebuah buku jatuh tak jauh dari kakinya. Ia memasang deretan gigi-giginya, memberikan cengiran kepada sang papa.“Santai dong, Pah,” kelakarnya sebelum memasuki semakin dalam ruang kerja sang papa.“Kamu ini, Len! Jangan buat istri kamu nangis terus. Diceraiin baru tau rasa kamu.”Gallen mengetuk-ngetuk papan meja menggunakan kepalan tangannya. “Amit-Amit,” cerocosnya agar ucapan papanya tidak sampai menjadi kenyataan.Hey, kata-kata adalah doa. Sembarangan saja papanya kalau mengucap.“Jangan gitu dong, Pah. Mau liat Gallen gantung diri di atas pohon toge?!”Memutar bola matanya, Gideon Dipraja menunjukan betapa jengahnya dirinya dengan kealayan sang putra ke dua. “Serius dikit jadi anak. Bunuh diri tuh ke sutet sana!” balasnya, memberitahu tempat menghilangkan nyawa yang dijamin tidak akan gagal.“Gara-Gara kamu, Papa dimarahin dua orang.”“Siapa lagi selain Mama?”“Opamulah! Siapa lagi?!” Bentak Gideon. Dirinya dinilai tidak becus menjaga cucu kesayangan sang pa
Gallen misuh-misuh. Pemuda itu mengendarai mobilnya dengan kecepatan kencang, menyalip beberapa kendaraan lagi yang ia rasa menghalangi jalannya ketika membelah jalan tol.Mamanya tak membuat soal tidak mengizinkannya menginjak lantai rumah. Ia sudah mencoba sampai lebih dulu di kediamannya, tapi ternyata wanita itu menelepon satpam. Melarangnya untuk masuk. Alhasil ia harus rela diusir dari rumahnya sendiri.Parah, kan?!“Bisa-Bisanya gue nggak boleh ketemu Navara!” Dumel Gallen, memukul stir mobilnya. Ck! Seumur-umur hidup Gallen, ia berpisah dengan Navara hanya ketika pulang dari rumah ibu mertuanya. Itu pun sesaat saja— karena setelahnya, Gallen akan mencoba terus mencari segala cara agar mereka berduaan. Makanya mereka dinikahkan oleh tetangga.Sampai di depan gerbang tinggi kediaman sang opa, Gallen menekan klaksonnya. Ia terlihat tidak sabaran. Menekannya panjang membuat penjaga lari tergopoh-gopoh.“Lama banget sih lo,” teriak Gallen sambil melongokkan kepalanya. Ia sedang ke
Mulut laknat Gallen menimbulkan petaka. Di Hari pertama keduanya kembali bersekolah, teman satu angkatan menghujat kebocoran informasi yang mereka dapatkan. Pihak sekolah pun bereaksi keras terhadap aduan yang mereka terima. Setelah jam ujian selesai, Navara serta Gallen dipanggil menghadap, guna memberikan klarifikasi terkait pergaulan bebas keduanya.“Nav, tenang. Kamu mending fokus ke ujian kita.”“Tenang kamu bilang, Len?”Sungguh Navara tak habis pikir. Bagaimana dirinya bisa fokus, jika kedatangannya untuk melaksanakan ujian pertama, justru disambut hujatan teman-teman seangkatan mereka. Semua karena Gallen. Pria itu tak ada habisnya membuat ulah.“Lagian kamu ngapain pake cerita ke Boy sama Sahrul sih, Len?! Apa pentingnya ngasih tau mereka kalau kita udah ke tahap itu?!” bentak Navara, tak lagi dapat mengendalikan kontrol dirinya.Ia kecewa— sangat kecewa. Gallen seperti anak kecil. Pemuda itu tak pernah bisa dewasa dalam menyikapi apa pun. Seharusnya dia tahu jika tidak semua
Bulu halus disekujur tubuh Navara bangkit berdiri. Gadis muda itu terus memejamkan mata, dengan gidikkan yang tak pernah berhenti.Gallen memang sudah tidak waras. Bisa-Bisanya pemuda itu mengajaknya menonton film dewasa. Seumur hidupnya, baru kali ini Navara melihat bagaimana proses bercinta seseorang. Benar-Benar menjijikan. Terlebih ketika dua alat reproduksi manusia dipampangkan tanpa sensor.Astaga! Navara ingin menangis rasanya.“Ay, buka dong matanya. Kita belajar bareng.”Bisikan ditelinga kanannya membuat Navara meremang. Suara berat Gallen semakin membuatnya merinding disko. Ia tahu kalau Gallen sudah berhasrat setelah dua film porno mereka saksikan. Namun mentalnya yang semula siap, justru menguap begitu saja. Ia jijik dengan proses tersebut.“Kamu harus ikutan belajar, Ay. Biar kita pro, terus nggak salah-salah.” Menggigit bibir bawahnya, Navara merasakan sensasi berbeda ketika tangan Gallen meremas salah satu bukit kembarnya. Darah di dalam tubuhnya seakan mengalir begit
“Selamat datang di Indongapert, Mas!” Pekik petugas minimarket ketika pelanggan yang baru saja memasuki kiosnya, menyambar barang belanjaan orang lain. Pelanggan tersebut adalah Gallen. Ia berniat membeli seluruh persediaan alat pengaman dan tak berniat membaginya kepada siapa pun.“Punya gue ini!” Seru Gallen mengamankan salah satu brand pengaman, yang akan diserahkan pembelinya pada kasir minimarket. “Apaan-Apaan lo?! Gue duluan! Lagian itu masih banyak!” tunjuk orang itu ke arah rak display. Dia berusaha mengambil kembali barang belanjaannya. “Ck! Lo aja pindah Indomaret laen, Bro! Semua yang ada disini mau gue borong!” Ucap Gallen terdengar sangat mengesalkan. “Mbak bungkus, kalau masih ada stok di gudang sekalian aja,” titahnya membuat semua mata terbelalak. “Woy, Mas! Mau lo apain dah kondom sebanyak itu?” “Ya buat ena-ena sama bini gue-lah! Ya kali gue tiupin satu-satu biar jadi balon,” sengit Gallen. Pertanyaan yang cukup bodoh menurutnya. Kontrasepsi dibuat apa kalau buk
“Ay,” panggil Gallen. Pemuda itu ingin mengadu sekaligus membahas mengenai masalah rumah tangga mereka.“Cacingnya tabrakin dulu ke tembok dong!” Pintanya agar Navara tak lagi bermain. Gallen heran, ada banyak permainan seru, tapi kenapa istrinya masih bertahan memainkan cacing yang tidak bisa berubah jadi naga itu.“Apa?!”Gallen tersenyum saat ponsel Navara diturunkan. Gimana dirinya mau tidak cinta setengah mati, sedang mode serius pun, Navara tetap memprioritaskan dirinya. Definisi nggak salah jatuh cinta sih ini.Sebelum membuka sesi curhat dong mah-nya, Gallen terlebih dahulu mencari posisi enak. Pemuda itu membaringkan tubuhnya melintang melawan arah ranjang dengan berbantalkan paha Navara.“Masa ya, Ay. Tadi Abang tuh sempet nanya, kita udah ML apa belum.” Gallen memulainya. Berharap setelah ini dirinya dapat mendapatkan haknya yang tertunda.“Main Mobile Legend? Kan aku nggak bisa, Len.”Gemas akan jawaban sang istri yang berbeda server dengan maksud kalimatnya, Gallen mengu