Share

Who Knows?

CYRUS POV

Tiada kusangka, dia sungguh tangguh. Kekuatannya bagaikan 1000 prajurit. Apa mungkin dia mantan prajurit di negara lain?

"Hei, bagaimana kau bisa setangguh ini? Apa kau mantan prajurit istana?" tanyaku kepada pria di sampingku dengan wajah penuh memar bahkan sudut bibirnya mengeluarkan darah segar akibat pukulan ku.

"Aku tidak memiliki kewajiban untuk menjawabnya"

"Sombong sekali" geram ku sembari melirik sinis ke arahnya. "Jika aku tidak menahan diri maka kau sudah ku bunuh sekarang juga"

"Akan lebih baik jika aku mati sekarang daripada harus di perintah orang sepertimu"

"Ish pria tua ini" dengan cepat aku duduk di perutnya dan ku raih pisau yang tadi sempat terlempar dari tanganku. "Aku akan mengabulkan permintaan terakhir mu"

Ku ayukan pisau itu dan..

******

Huft, apa aku semakin tua atau memang dia begitu kuat? Demi tuhan, ku rasakan sakit di sekujur tubuh ku akibat pukulan yang dia berikan.

"Emperor.." Rayden tidak melanjutkan kalimatnya setelah matanya terbelalak melihat keadaan ku yang begitu kacau. "A-apa yang terjadi? Kenapa.. Noda apa merah-merah ini?" ia menunjukan noda darah pada jubah yang ku kenakan.

Tidak ingin menjelaskan apapun, ku tarik kain jubah ku yang di tangannya.

"Bukan urusan mu" ujarku sembari berjalan melewatinya dengan ekspresi kelelahan.

"Aku mencarimu sampai rasanya sudah tiga kali memutari castle ini, dan saat kita bertemu, kau terlihat seperti habis bertarung dengan binatang buas"

"Ya kau benar. Aku habis bertarung dengan beruang besar" jawab ku malas sembari masuk ke dalam kamar ku.

"Cyrus, katakan kepada ku. Kemana saja kau sejak tadi? Dan ada apa dengan kondisi mu saat ini?"

"Rayden.. Tinggalkan aku sendiri untuk saat ini. Aku mau mengganti pakaian ku, bahkan aku berencana untuk mandi lagi. Jadi tolong pergi dari sini"

Aku tahu Rayden orang yang sangat suka ikut campur dalam masalah ku, tapi dia tidak akan mengabaikan kata 'tolong' yang di ucapkan seseorang. Etika hidupnya lebih tinggi dari diri ku.

Dengan wajah kesal tak mendapatkan jawaban apapun dari mulutku, dia keluar dari kamar dan menutup pintu rapat-rapat.

Rasanya aku ingin minum jus jambu saat ini. Akan ku suruh pelayan membawakannya setelah aku mandi..

"Siapa? Valarie? Aku bahkan tidak mengenalnya!"

Pria itu mengatakannya sebelum mati di tanganku. Jika seperti itu, haruskah aku meminta maaf karena telah menyakitinya? Aku rasa tidak perlu. Bagaimanapun dia pernah menyakiti ku lebih parah dari perilaku ku kepadanya pagi ini.

Ahhhh aku akan mandi air hangat untuk menenangkan pikiran ku.

******

Setelah mandi, ku kenakan kemeja putih dengan celana bahan hitam. Rambutku masih basah meski handuk sudah menghilangkan airnya. 

Tok tok tok 

"Masuk" 

Valerie masuk kedalam dengan tangan yang menggenggam tangan wanita yang hampir tidur dengan ku kemarin.

Ku tatap Valerie datar. "Ada apa ini?"

"Maaf sudah bersikap lancang. Tapi wanita ini ingin mengatakan sesuatu"

Mataku beralih pada wanita dengan pakaian yang sama seperti terakhir aku bertemu dengannya.

"Kita bertemu lagi" ujarku dengan dingin.

"Maaf emperor.." dia memberikan botol kaca berisi air bening.

Botol yang sama seperti yang ku dapatkan dari kantung celana Astuzia.

"Ini adalah obat yang dapat bereaksi seperti alkohol, tapi waktu kerjanya lebih cepat dari alkohol"

"Apa kau tahu itu apa?" tanyaku seraya mengambil botol itu dari tangannya.

"Itu narkoba" jawabnya dengan kepala tertunduk. "Obat itu di jual di negeri ku. Tapi demi tuhan, aku tidak pernah memakan obat itu. Aku begitu takut melihat temanku yang meninggal akibat obat itu, makanya ketika pria itu datang dan mengancamku dengan obat itu.. Aku terpaksa melakukan apa yang dia suruh"

Ku letakkan botol itu di atas laci di samping tempat tidurku.

"Kau sudah memberikannya, lalu apa yang kau mau? Bagaimanapun sikap mu sudah salah karena mencoba membunuh pemimpin negeri ini"

"Aku.." nadanya terdengar bergetar dengan kepala yang semakin menunduk.

"Kembalikan ia ke negerinya"

Mataku yang sejak tadi menghindari Valerie kini harus menatapnya.

"Dia dari negeri lain. Biarkan ia kembali ke keluarganya"

"Apa Rayden di depan?" 

Rayden segera masuk ke dalam kamar ku. "Ya, emperor?" 

"Bawa wanita ini keluar" ku berikan tanda dengan mataku untuk membawa wanita di samping Valerie. "Dan jangan biarkan pandangan mu lepas darinya" 

Rayden mengerti perkataan ku dan dengan sopan ia meminta wanita itu keluar bersamanya.

"Aku rasa kau tidak mendengarkan ku. Dia mencoba membunuh ku, dan kau ingin aku mengembalikannya begitu saja?" 

"Dia melakukannya dibawah ancaman. Apa itu tidak bisa menjadi pertimbangan emperor?"

"Apapun alasannya, dia harus di perhitungkan untuk mendapat ganjaran setimpal" 

Aku melangkah melewati Valerie. "Kau tidak pernah memberikan kesempatan kedua" gerakan tanganku yang meraih salah satu buku di rak, terhenti seketika. "Kau masih sama"

Jantungku berdegup lebih kencang. Ada rasa kesal yang berkecamuk dengan rasa bersalah di dalam hatiku. 

"Aku pikir sikap mu akan berubah ketika kau melihat dunia di luar sana selama bertahun-tahun. Ternyata dugaan ku salah" 

Ku balikkan tubuhku menatapnya yang membelakangi ku.

"Sebenarnya apa tujuan mu membawa wanita itu kemari?" 

Valerie membalikkan tubuhnya. "Kau begitu tertekan dengan insiden saat aku menyelamatkan mu. Bukan maksud diriku untuk menjadi pahlawan dan mendapatkan pengakuan, tapi terkadang manusia bertindak sesuai dengan naluri yang mereka miliki. Jika hal itu baik maka balasannya pujian, jika hal itu buruk maka balasannya makian. Tapi karena aku menyelamatkan mu, kau malah berpikir akulah penyebab dari semua itu" dia menghela nafas kasar. "Aku ingin katakan bahwa wanita yang telah membuat tidurmu tidak nyaman adalah wanita yang ku bawa kemari. Dia bekerja sama dengan pria yang hampir membunuh mu"

"Jika itu alasan mu, lalu kenapa kau memintaku untuk melepaskannya, alih-alih memintaku menghukumnya?"

"Seperti yang ku katakan, manusia bertindak dengan nalurinya. Setelah mendengar kisahnya, aku berpikir untuk mengembalikan dirinya ke negerinya dengan bantuan dirimu" 

"Bagaimana jika aku menolak?" 

"Setidaknya lakukanlah sebagai permintaan maaf mu kepada ku karena telah menuduhku tanpa dasar" dia terlihat tidak getir sedikitpun. Dia begitu yakin memintaku untuk melepaskan wanita itu.

"Akan aku pertimbangkan" jawabku seraya memintanya keluar dari kamar dengan membukakan pintu kamar ku.

Ekspresi kesalnya kini menghilang. Ada sedikit ekspresi lega di wajahnya meski ia tidak tahu apa keputusanku.

Valerie menghentikan langkahnya ketika berdiri di hadapanku.

"Mungkin ini bukan urusan mu tapi aku harus mengatakannya. Orang yang ku temui saat fajar tadi.. Dia adalah suamiku. Entah bagaimana dia bisa masuk ke dalam castle, tapi aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi" langkah kakinya berlanjut pergi, meninggalkan aku yang berdiri mematung.

Bukan urusanku. Siapapun yang berbicara dengannya bukanlah urusanku selagi dia bukan ancaman bagi castle.

"Rayden" panggil ku kepada Rayden yang berdiri di seberang pintu kamar bersama wanita asing itu.

Rayden berlari menghampiriku. "Ya emperor?"

"Minta para pelayan untuk membelikan baju baru untuk wanita itu. Dan perintahkan beberapa prajurit kita untuk mengantarnya pulang" 

"Tentu, emperor" Rayden segera pergi bersama wanita asing itu.

Tapi tunggu...

Astaga.. Ini tidak benar.. 

Aku berjanji akan mempertimbangkannya, tapi mengapa aku langsung menuruti permintaan Valerie? 

Tapi tidak mungkin aku mencabut kata-kata ku. 

Sudahlah.. yang terjadi biarlah terjadi.

******

Setelah cukup lama.. Langit biru berubah menjadi jingga. Rayden datang menerobos masuk ke dalam ruang kerja ku.

"Baiklah, katakan apa yang terjadi?" 

Ku buka kacamata baca yang ku kenakan. "Tidak bisakah kau mengetuk pintu?"

"Cukup Cyrus, cukup. Aku ini panglima khusus mu, tapi aku seakan tidak mengetahui hal yang menyangkut orang asing. Sebenarnya apa yang terjadi?"

Aku diam sejenak untuk berpikir dari mana harus ku mulai kisah ini.

"Apa kau ingat saat aku keluar dari castle saat malam?" Rayden menganggukan kepalanya. "Saat itu aku hampir di bunuh oleh wanita yang sedang kembali ke negerinya" 

Mata Rayden terbelalak tak percaya. "Apa? Apa kau bilang?! Lalu kenapa kau membebaskannya?! Aku akan kejar mereka"

"Dia hanya orang suruhan" kalimatku menghentikannya tepat saat ia berdiri di depan pintu. "Penjahat sesungguhnya sudah aku beresin. Valerie membawa wanita itu kemari agar aku bisa mengembalikan wanita itu, karena bagaimanapun dia tidak terlibat"

Rayden menatapku marah. "Tidak terlibat? Dia hampir membunuh mu dan kau bilang dia tidak terlibat? Kau mendengarkan saran dari Valerie? Kau serius mendengarkannya?"

Aku bangkit dari duduk ku. "Katakan saja itu sebagai tanda permintaan maaf ku kepadanya. Kau tahu, aku tidak suka berhutang"

Ekspresinya begitu bingung dan kesal. Dia tidak mengatakan apapun. Hanya gelengan kepala yang menggambarkan kebingungannya.

"Aku tidak mengerti apa yang ada di pikiran mu"

Dengan senyuman ku lemparkan botol bening yang ia tangkap dengan mudah.

"Carikan botol itu di penjuru negeri. Laporkan kepadaku ada berapa banyak benda itu tersebar di negeri ku dan cari orang-orang yang menjualnya"

"Sesuai perintah mu, emperor" sosok Rayden menghilang ketika ia menutup rapat pintunya.

Ahhhh... Hari ini sungguh melelahkan. Lagi.

Aku berjalan dan menatap langit jingga dari jendela ruangan kerja ku.

Tidak heran jika Rayden tidak mampu mengerti pikiran ku, karena aku sendiri tidak tahu kenapa aku menerima begitu saja saran dari Valerie.

Apa benar itu karena rasa bersalah ku.. Atau ada hal lainnya?

Apa kau mengetahuinya?

To Be Continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status