Share

Susahnya Jujur

“Maafin abang, Vi.” Entah mengapa rasa sedih ini kian mencuat dan membuat diri tak tahan lagi untuk segera mengutarakannya.

Saat ini kami sudah duduk di bangku taman. Dengan perasaan yang tak bahagia tentunya.

Vivi menggenggam tangaku.

“Buat apa? Abang enggak ada salah.”

Senyum miris ini tersungging. Di balik kata-kata Vivi itu aku tahu betul kalau dia hanya menghibur saja.

“Maaf karena abang pengecut. Harusnya sebelum menjalani hubungan ini, alangkah bagusnya bilang ke Enyak dulu.”

Kata sendu ini lolos begitu saja. Begitu mudah tanpa aku berusaha mencegahnya. Genggaman tangan Vivi tambah erat, tetapi aku berusaha untuk melepaskan.

“Ini pasti gara-gara becandaan bang Arif, ya? Ih, udahlah lupain.” Dengan enteng dia berkata.

Aku menghela napas berat. Jawabannya iya dan tidak.

“Abang cuma kepikiran omongan Enyak. Abang merasa payah sebagai laki-laki. Enggak bisa jujur.”

Hening beberapa saat.

“Bang, maafin Enyak.” Ia berucap dengan raut cemasnya. Mungkin dia sungguh khawatir jika aku mem
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status