Aku menatap Shereen yang masih tertidur dalam buai obat bius. Tanganku membelai rambut cokelatnya. Ialah Shereen, Seorang pilot militer wanita pertama yang menyelesaikan pelatihan fixed wing aircraft di usia 19 tahun. Seorang bangsawan yang diam-diam bekerja paruh waktu menjadi pilot organisasi kami. Menurutnya, kehidupan menjadi seorang Putri bungsu Raja Yordania membuat karier dalam dunia militer tidak menantang. Ia tidak diizinkan melakoni misi sulit bahkan sekadar mengendarai jet-jet tempur dengan alasan keamanan Putri Raja. Padahal kemampuannya tidak bisa diragukan. Kuakui, ia dua tingkat diatas Kyrene. Bersama kami, ia dapat dengan bebas menggendarai jet-jet tempur, memutar kemudi pesawatnya diudara, melakukan G Force (anti gravity), dan berbagai pengalaman menegangkan lainnya. Walaupun seluar biasa itu, dimata kami ia tetap hanyalah adik kecil yang menggemaskan dan terkadang –lebih banyak menyebalkan. Melihatnya setakberdaya ini memb
Setelah kuhabiskan enam purnama duduk berairmata diberanda klinik Bian Que, akhirnya hari yang kutunggu datang jua.Malam ini, dengan mata nyalang memindai markas besar El Chino, aku duduk sedikit bersandar. Semua sudah sangat siap; tubuhku telah sempurna dibalut Shinobi Shozoko, jemariku telah dihiasi Shoboki, pula punggungku pula telah menegak menenggerkan kusarigama dan kyoketsu shoge. Setelah purnama kutujuhku sedikit menyingsing, semua dendam, duka, lara dan nestapaku akan segera sirna.Bicara tentang purnama ketujuh membuatku jadi sadar, enam purnama yang telah kulalui tak pernah seberbinar hari ini. Purnama pertamaku penuh duka, air mata dan tangis derita. Setiap pagi, Bian Que dengan sabar menjemur selimut bludruku yang basah air mata. Setiap siang, Chen akan datang membawakan cerita-cerita. D
Dari balik pasukan bersenjata, dua pasang mata yang amat sangat kukenal berkedip tak berdosa. Tangan mereka saling berkaitan seolah mautpun tak mampu memisahkan. Salah satu dari mereka melambai penuh senyum kearahku. Aku terdiam, menatap pengkhianatan maha luar biasa dihadapanku. Diantara carut marut itu, satu senyum ramah menyapa, Mr. Thomas. Wajahnya memar penuh darah. Dibalik kepalanya, satu riffle menodongnya kasar.Air mataku menetes dalam bisu, "Jack? Shereen?" lirihku."Perkenalkan, Kei. Ini Jack, pewaris ketiga bermata biru yang disebutkan Matteo sebelum ditembak oleh salah satu anggota kami. Lalu ini calon menantuku, Putri Yordania yang cantik jelita, Shereen. Aku kira kalian saling mengenal dengan baik bukan? Seorang tangan kanan sekaligus otak bisnis dan seorang pilot sekaligus sahabat terbaik die waffe."
Disebuah bangunan tua, yang halaman depannya dipenuhi ilalang, sebuah api unggun menyala pelan. Dibalik deru hangat apinya, dua pasang telapak diam-diam mencoba mencuri kehangatan. Kami terdiam menatap api yang terus menari-nari diterbangkan angin. Tapi diantara keheningan mega memerah, baik aku atau On Ji sama-sama sepakat bahwa sebentar lagi Sora berangkat menuju pagi."Kau tidak ingin bertanya padaku, Kei?" tanya On Ji memecah bisu.Aku menggeleng kecil kearahnya, "Apa yang harus kutanyakan, On Ji? Walaupun wajahmu penuh lebam, aku masih bisa mengenalimu."Ia terkekeh, "Sorry, aku hanya sedikit terkejut karena kau masih mempercayaiku.""Aku juga terkejut." balasku, "Kupikir aku tak lagi bisa mempercayai orang terdekatku, t
Kakiku segera menendang tubuhnya keras-keras. Jack terpelanting jatuh. Kala Katanaku siap menebas, ia bergulung menghindar. Mata pisau pedangku terayun sia-sia. Aku segera berbalik, dengan segenap dendam membara, kulayangkan katana tepat pada dadanya. Jack mundur menghindar. Katananya terayun menghalau seranganku.Kakiku terpeleset mundur selangkah. "ARGHH!!!" Pekikku kuat-kuat sembari kembali menebaskan pedang. Jack menahan serangan, kakinya maju cepat melumpuhkanku.Aku beringsut mundur, entah sejak kapan ia semahir ini. Katanaku terus menebas maju, Jack terus menangkis melupuhkankan serangan. Aku mundur selangkah, merapatkan kuda-kuda dan memutar tubuhku untuk menggelabuhi pergerakan. Nihil, ia masih mampu menangkisnya. Jack terlihat sangat mudah menebak pergerakanku.Aku terus meng
Ah, jadi begini rupa surga. Bulan purnama terang benderang dibalik jendela kayu, lentera-lentera lugu, ranjang bambu berlapis selimut bludru, dan tubuhku yang masih lemah layu. Mataku mengerjap, mencoba menalaah ruang surga lebih dalam. ternyata, surga begitu Gelap dan kelam. Bayangan tentang kehidupan yang pernah kulaluipun masih menusuk diruang kesedirian. Air mata deritaku kembali menetes. Ngilu. Mana bisa surga semenyedihkan ini?Sesosok malaikat yang wajahnya sangat akrab diingatanku datang menghampiri. Air mata tergantung disudut matanya. Aku tersenyum, mencoba berkata bahwa aku sudah merelakan segalanya. Tapi keningnya berkerut tak mengerti, "Zoe." panggilnya lirih. Ia mendekatkan lentera ke wajahnya, "Kau sudah sadar?"Aku menyipitkan mata. Chen? Aku yang belum mati atau memang ada malaikat yang berwajah seperti gadis T
Sekali lagi, Mykonos gagal menyembunyikan keindahannya. Ano Mera, distrik terdekat dari pantai teluk parmonos ini seolah dengan sengaja menenggelamkanku dalam budaya tradisional Yunani yang megah mewah. Mobil kami melewati gereja beratap merah milik biara Pananiya turgliani, tempat koleksi ikon kereta dan font marmer dari abad XVIII bertengger. Jika tidak pekerjaan mendadak, sebelum kembali ke Asia aku akan mengajak Jack kemari. Aku ingin mengambil beberapa gambar didalamnya, lalu berjalan kaki ke utara, ke arah biara Palebkastro dan menikmati pemandangan Yunani dari lereng gunung.Mobil berhenti di ujung jalanan utama, didepan papan nama restauran yang sudah dipesan Jack semenjak aku menyetujui ajakannya. Cuzenuz garden. Restauran ini terletak di halaman tersembunyi, di belakang pabrik roti. Meski letaknya terpencil, restauran ini sempurna menyajikan landscape pantai t