Setiap hari Ibra datang ke rumah Zahrana, membuat tetangga dan warga yang mengetahui kalau bos proyek itu mendatangi Zahrana setiap hari. Maka banyak yang menggunjing gadis itu, kalau Zahrana menggunakan pelet untuk memikat bos proyek.Karena selama tiga hari itu Ibra selalu datang berkunjung dan bermain dengan Raka. Banyak yang menduga kalau keponakan Zahrana itu sengaja di jadikan umpan untuk memikat bos proyek itu.Seperti Midah dan putrinya, Mila. Keduanya sangat kesal sekali dengan kedekatan Ibra dan Zahrana. Mereka selalu mencari cara agar Zahrana menjauhi Ibra sang bos proyek itu, atau Ibra menjauhi Zahrana."Bu, bagaimana ini. Bos proyek itu sering datang ke rumah Zahrana, dia ganteng bu. Kenapa ngga sama aku aja sih." kata Mila merajuk pada ibunya."Ck, ibu juga ngga tahu. Bos itu memang ganteng, gagah dan pastinya kaya raya. Mobilnya saja mewah, tidak seperti pak Suta." kata Midah sambil bersungut.Keduanya bingung untuk menjatuhkan Zahrana dengan menghina gadis itu di depan
Midah memerintahkan dua orangnya untuk segera membakar rumah Zahrana setelah beberapa orang mendatangi rumah gadis itu. Dia menyuruh dua orang itu segera menyiramkan bensin di sekitar rumah Zahrana."Tapi nanti ada yang tahu bagaimana?" tanya satu laki-laki suruhan Midah."Tidak ada, kamu tenang saja. Tadi mereka mengancam akan membakar rumah gadis itu, aku jamin mereka pasti senang. Sudah cepat lakukan, biar nanti dari belakang buat bakar-bakaran sampah saja dan arahkan bensinnya ke rumah gadis sialan itu." kata Midah.Dua orang itu saling pandang, lalu mengangguk. Dirigen yang tadi di pegangnya kini di tenteng lagi dan membawanya pergi, keduanya berjalan seperti biasa. Menoleh ke kanan dan ke kiri karena malam sudah menunjukkan pukul sepuluh. Suasana sangat sepi, hanya beberapa lampu di rumah tetangga menyala.Mereka pun mendekat ke rumah Zahrana, menyebar ke samping setelah memberi kode. Menyiramkan bensin di setiap sudut yang mudah terbakar. Bensin itu di lumuri ke setiap sudut ru
Mobil Ibra sampai di penginapan, agak jauh dari kampung Zahrana. Dia melihat gadis di belakangnya itu hanya diam saja, memeluk Raka sambil menatap ke jendela mobil. Ibra belum keluar, menunggu gadis yang sedang syok hatinya sadar kalau kini mereka sudah sampai di parkiran penginapan."Zahrana." panggil Ibra menatap gadis itu sejak tadi.Zahrana masih diam, belum menyadari keadaan sekitar. Raka menarik wajahnya membuat gadis itu menoleh padanya."Unda, ayah om panggil." kata Raka.Zahrana menoleh ke arah Ibra dan menatapnya, lalu menoleh ke arah jendela mobil."Sudah sampai, apa kamu mau turun?" tanya Ibra."Aku harus tinggal di mana?" tanya Zahrana."Aku akan pesankan kamar untukmu, di sebelahku kamarku." jawab Ibra."Apa akan selamanya tinggal di penginapan ini?" tanya Zahrana lagi."Aku akan membawamu ke kota, kamu tinggal lagi di rumahku." kata Ibra lagi.Zahrana diam, dia bingung harus bagaimana. Butuh biaya banyak pula untuk memberesi rumahnya yang sudah terbakar sebagian."Aku a
Zahrana pasrah dengan keadaan di mana Ibra kini harus mencari tahu apa yang terjadi dengan cerita tentangnya dan keluarganya. Ibra menyewa orang untuk mencari tahu kenapa bisa warga kampung Zahrana sangat membenci Zahrana dan keluarganya.Dia menyewa orang bukan dari warga kampung Zarhana sendiri, tapi menyewa detektif agar semuanya jelas dan tidak di besar-besarkan masalahnya. "Joni, aku di proyek akan lebih lama lagi. Kamu tangani di kantor saja dulu, kerjakan semuanya." kata Ibra menghubungi asistennya."Apa di proyek itu masih belum selesai masalahnya Tuan? Anda hampir sepuluh hari di sana, apakah terlalu rumit?" tanya Joni."Tidak. Aku sedang mencari sesuatu lebih dulu, nanti aku kabari kamu jika semuanya beres.""Ya baiklah, kebetulan semua di kantor tidak ada masalah.""Bagus, kamu kerja dengan baik.""Ya Tuan.""Oh ya, apa kamu sudah menemukan nama gadis yang dulu menikah denganku? Di mana dia tinggal?" tanya Ibra lagi."Belum Tuan, saya belum sempat mencarinya. Apakah itu pe
Dua hari Ibra memikirkan tentang kisah Zahrana. Hubungan dengan kartu nama yang dia temukan di kamar Zahrana."Aku harus mencari tahu lebih jauh, apakah memang kakaknya Zahrana adalah gadis yang aku nikahi dulu." ucap Ibra.Dia keluar dari kamarnya, melihat ke arah pintu kamar Zahrana tepat di depannya. Ingin dia mengajak gadis itu bicara panjang mengenai semuanya, tentang kakaknya, tentang Raka dan laki-laki yang dia duga adalah dirinya. Tapi itu juga belum cukup, dia juga harus memastikan kebenaran Raka itu anak siapa.Tok tok tok.Ibra mengetuk pintu kamar penginapan Zahrana. Belum ada jawaban, tapi langkah cepat berjalan mengarah pintu itu sangat jelas terdengar. Itu pasti langkah anak laki-laki yang sudah tiga hari tidak dia ajak main.Ceklek!"Ayah om!" teriak Raka dengan senang dan langsung menyongsong Ibra.Ibra menunduk dan menggendong anak kecil itu. Tersenyum senang karena dia juga merasa rindu pada anak laki-laki itu meski tinggal berdekatan."Bunda mana?" tanya Ibra masuk
"Siapanya kamu Zahrana?"Ibra terus mendesak Zahrana agar mengatakan gadis yang dia ceritakan itu. Tapi gadis itu masih tetap diam, seakan terjebak dengan ucapannya sendiri. Dia berdiri kemudian berlalu hendak meninggalkan Ibra, namun laki-laki itu menariknya cepat tangan gadis itu."Jangan pergi, Zahrana!" kata Ibra."Itu mungkin orang lain, Tuan." kata Zahrana lagi."Zahrana!""Bukan siapa-siapa!"Ibra geram sekali dengan sikap Zahrana yang masih saja kekeh tidak mau menjawab. Apa yang di pikirkan gadis itu?"Baik, kalau kamu tidak mau menjawab pertanyaanku. Sebaiknya kamu ikut denganku!" ucap Ibra lagi."Aku tidak mau!" teriak gadis itu menatap tajam pada Ibra karena kesal."Kamu harus ikut, aku akan melakukan tes DNA dengan Raka!" ancam Ibra menatap tajam pada Zahrana.Tubuh Zahrana terdiam kaku, mendekap Raka dengan erat sekali hingga cengkeraman tangannya menyakiti anak kecil di gendongannya."Bunda, sakit." ucap Raka yang di pegang lengan tangannya pada Raka.Ibra langsung meng
Rasa lapar baru terasa melanda di perut Ibra dan Zahrana setelah perdebatan dan pertengkaran di depan parkiran. Mereka kembali lagi ke dalam restoran setelah Ibra membujuk Zahrana untuk makan lebih dulu sebelum pergi ke rumah gadis itu.Zahrana makan dengan pelan, meski dia lapar tapi malas untuk makan. Raka masih dalam pangkuan Ibra, laki-laki itu senang akhirnya terkuak sudah rahasia yang selama ini tersimpan oleh Zahrana. Antara yakin dan keraguan kalau Ibra adalah ayahnya Raka."Ayah om, mau susu." kata Raka."Susu?""Iya ayah om." jawab Raka."Jangan panggil ayah om lagi ya sekarang, ganti panggilnya papa." kata Ibra."Papa?""Iya, ganti panggilnya papa." jawab Ibra lagi dengan tersenyum senang.Zahrana hanya melirik saja, rasa kesal di hatinya kini berangsur sirna. Untuk apa dia membenci papanya Raka, Raka juga berhak dekat dengan papanya. Ibra mendongak ke arah Zahrana, melihat gadis itu malas-malasan makan makanannya."Cepat habiskan makanannya, apa kamu tidak mau pergi ke rum
Ibra dan Zahrana sudah beberapa kali ke rumah gadis itu. Banyak juga tetangga yang menggunjingkan Zahrana dan Ibra. Awalnya, Zahrana hanya diam saja. Dia tidak peduli dengan gunjingan tetangga-tetangganya mengenai dirinya dan Ibra.Seperti kali ini, dia sedang menyapu halaman rumahnya yang sedang di renovasi oleh tukang yang di kirim Ibra dari proyek. Mereka melihat dan menggunjingkan Zahrana dengan sinisnya."Pantas saja dia jadi simpanan bos proyek itu, mungkin sudah di apa-apain itu waktu di penginapan.""Lha iya, dulu pernah saya lihat dia dan bos proyek itu jalan ke penginapan. Mau apa coba.""Mungkin jual diri untuk membantu renovasi rumahnya."Begitulah kira-kira gunjingan tetangga Zahrana, telinga gadis itu terasa panas dengan gunjingan yang tidak benar itu. Ingin sekali dia melabrak para tetangganya, tapi percuma saja karena mereka sudah termakan hasutan bibinya."Entah sampai kapan mereka terus membenciku, aku selalu saja salah di mata mereka." ucap Zahrana menggerutu.Tatap