Share

terjebak Gairah Liar Tante Sarah
terjebak Gairah Liar Tante Sarah
Author: NomNom69

Permulaan.

Author: NomNom69
last update Last Updated: 2025-09-02 11:15:38

Luki merebahkan tubuhnya di ranjang kecil kamar Tante Sarah. Ruangan itu sederhana, tapi cukup nyaman dibandingkan kos seadanya. Ia mencoba membiasakan diri dengan suasana baru.

Sejak kedua orang tuanya ditahan karena kasus korupsi, hidupnya benar-benar jungkir balik. Dari rumah megah pindah ke rumah tante yang ukurannya jauh lebih sempit. Namun, justru di sini ia bisa merasa lebih tenang.

Ajeng, kakak angkatnya, memilih pindah ke kos bersama temannya. Luki tidak menahannya, karena ia tahu Ajeng juga butuh ruang untuk hidup. Akhirnya, hanya ia yang menumpang di rumah tantenya.

“Luk, mandi dulu sana. Badanmu pasti lengket dari tadi nggak ngapa-ngapain,” suara Tante Sarah dari dapur.

“Iya, Tan... sekalian pinjem handuk juga ya, Tas ku di atas soalnya.” sahut Luki sambil setengah malas.

“Dasar cowok, apa-apa Males. Handukku masih bersih, ambil aja di kamar.”

Tante Sarah memang cerewet, tapi perhatiannya terasa hangat. Ada sisi keibuan, tapi juga kadang terasa seperti teman sebaya. Usianya yang masih muda membuat kehadirannya berbeda dari ibu rumah tangga pada umumnya.

Luki keluar kamar hanya dengan kaos tipis, berjalan ke arah dapur. Tatapannya sempat jatuh pada Tante Sarah yang sedang mengikat rambut sambil menumis sayur. Sekilas, ia merasa canggung.

“Tante, masakannya wangi banget,” katanya mencoba mencairkan suasana. “Masak apa, Tan?”

“Ya iyalah, kalau nggak bisa masak, gimana mau ngurus kamu?” jawab Tante Sarah sambil melirik nakal. “Dimakan lho ya,”

“Jangan-jangan Tante sengaja biar aku betah di sini, ya?” Luki menahan senyum.

Malam itu, mereka makan berdua dengan obrolan ringan. Tidak ada kesedihan yang berlarut, hanya tawa kecil yang sesekali muncul. Buat Luki, mungkin inilah awal dari hidup baru yang penuh kemungkinan.

Jam sudah lewat pukul sepuluh malam. Luki masih tenggelam dalam game di sofa ruang tamu, jari-jarinya lincah di layar ponsel. Suara efek tembak-tembakan membuat rumah kecil itu terasa lebih ramai dari biasanya.

Suara langkah pelan terdengar dari arah kamar. Tante Sarah muncul dengan daster tipis yang melekat pada tubuhnya, rambut panjangnya dibiarkan terurai. Matanya yang agak sayu membuatnya terlihat semakin menggoda.

“Luki...” suaranya pelan tapi tegas, “udah malem, bukannya tidur sana!"

“Sebentar, Tan. Tinggal satu game lagi,” jawab Luki, berusaha tetap fokus.

“Main game terus. Buruan tidur.”

Luki menoleh sebentar, lalu buru-buru kembali ke layar ponsel. Tapi dalam sekilas pandangan itu, matanya tak sengaja menangkap lekuk tubuh Tante Sarah yang samar-samar terlihat di balik daster. Seketika, ia merasa canggung dan tangannya agak kaku menekan layar.

“Tante kenapa belum tidur?” tanya Luki mencoba mengalihkan suasana.

“Tante mau tidur, liat ruang tamu masih nyala lampunya, jadi tante keluar,” jawab Sarah sambil berdiri di dekat meja.

“Hehe... maaf ya tan, abis ini beneran tidur kok,” ucap Luki dengan senyum tipis.

Tante Sarah hanya mendesah kecil lalu berjalan mendekat, tangannya menepuk bahu Luki ringan. “10 Menit lagi lampur harus udah mati ya.”

“Kalo gak, malam-malam ada yang makan kamu.” kata Tante Sarah membuat Luki merinding.

***

Pagi itu jam delapan, sinar matahari sudah menembus tirai tipis kamar. Luki masih terlelap di ranjang, selimut setengah menutupi tubuhnya. Napasnya teratur, jelas ia belum siap menghadapi pagi.

Pintu kamar perlahan terbuka. Tante Sarah masuk hanya dengan handuk melilit tubuh, rambutnya masih basah meneteskan air. Aroma sabun mandi segar terbawa masuk bersamanya.

“Luki... bangun! Udah jam delapan, Bangun.. bangun.. disini gak boleh bangun siang.,” ucapnya sambil menepuk pelan kaki Luki.

“Hhmm... bentar Tan... masih ngantuk,” jawab Luki dengan suara serak.

“Bentar-bentar terus. Ayo mandi, gantian sama Tante.”

Luki membuka matanya setengah malas. Tapi begitu melihat penampilan Tante Sarah, ia langsung terperanjat. Handuk tipis itu nyaris tidak mampu menyembunyikan bentuk tubuhnya yang masih berembun sisa air mandi.

“Tante... kok kesini cuma handukan sih,” gumam Luki sambil buru-buru mengalihkan pandangan.

“Ya terus mau telanjang gitu, Orang Tante abis mandi kok.” jawab Sarah cuek sambil tersenyum miring.

“Bukan gitu maksudku... ya pake baju dulu kek,” katanya tergagap.

Tante Sarah hanya terkekeh, lalu berdiri di depan cermin kecil di kamar itu sambil merapikan rambut basahnya. Setiap gerakan kecilnya justru membuat Luki semakin salah tingkah. Ia berusaha bangun dari ranjang, tapi pikirannya sudah kacau, campuran antara canggung dan penasaran.

Air dingin yang mengalir dari kran tak cukup menenangkan kepala Luki. Ia berdiri lama di depan cermin kamar mandi, rambut berantakan, mata masih menyimpan kantuk. Tapi yang paling mengganggunya adalah bayangan Tante Sarah barusan.

Tubuh dengan handuk tipis, kulit masih berkilau karena basah, senyum santai seolah tak menyadari efeknya. Luki menutup mata, tapi justru bayangan itu semakin jelas. Jantungnya berdetak cepat, napasnya terasa berat.

“Ini nggak bener...” gumamnya pelan, menatap dirinya sendiri di cermin. Ia tahu, itu tante kandung papanya, orang yang justru menampungnya di saat susah. Tapi semakin ia mencoba menolak, tubuhnya makin merespons berbeda. Apalagi dirinya menumpang. Ia jelas akan tahu diri.

Pikiran Luki berkelana, membayangkan jika Tante Sarah berdiri di depannya sekarang. Tatapan mata, aroma sabun yang masih menempel, bahkan suara renyahnya ketika menegur tadi. Semua bercampur menjadi gambaran yang sulit ia usir.

Ia menggenggam keran erat, mencoba fokus pada dinginnya logam. Namun, rasa itu sudah terlalu kuat. Tubuhnya bereaksi dengan cara yang membuatnya semakin salah tingkah. Ia menghela napas panjang, menunduk, seolah kalah oleh dirinya sendiri.

Waktu berjalan pelan di kamar mandi itu. Luki tahu, yang ia lakukan hanyalah bentuk pelampiasan. Hatinya penuh rasa bersalah, tapi ia tak dapat menahan hasratnya.

Saat akhirnya berdiri kembali, wajahnya memerah. Ia membasuh muka berkali-kali, berharap sisa kotor dalam pikirannya ikut hilang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Anissa

    Luki terperanjat begitu melihat sosok yang memanggilnya. Seorang wanita dengan senyum ramah berdiri tidak jauh dari mereka. “Anissa…?” gumam Luki pelan, hampir tidak percaya bisa bertemu di sini.“Eh, iya Luk! Lama banget nggak ketemu,” sapa Anissa sambil melangkah mendekat.“Iya, aku juga kaget ketemu kamu di sini,” jawab Luki, suaranya agak gugup.Sarah yang berdiri di sampingnya ikut melirik penuh rasa ingin tahu.“Luk, kenalin dong, ini siapa?” tanya Sarah dengan nada santai namun jelas.“Oh, ini… Anissa, temen aku,” jawab Luki cepat, matanya tak berani menatap lama ke arah Sarah.Anissa tersenyum sopan, lalu menatap wanita di samping Luki.Sarah langsung merespons dengan percaya diri, senyumnya tidak goyah sedikit pun. “Halo, aku Sarah. Mbaknya Luki.”“Ohh, mbaknya ya,” Anissa mengangguk sopan. “Salam kenal, Mbak Sarah.”Luki hanya terdiam, merasa dadanya semakin sesak karena jawaban itu.Dalam hati, Anissa sempat bingung. Bukannya mbak Luki itu Ajeng ya? pikirnya singkat. Namun

  • terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Siapa Dia?

    Mobil berhenti di area parkir supermarket yang cukup ramai. Sarah mematikan mesin lalu melepas sabuk pengamannya dengan santai. Luki ikut turun, matanya sempat menyapu sekeliling.Beberapa pria yang lewat terlihat melirik ke arah Sarah. Dengan penampilan sederhana tapi tetap menonjol, aura dewasanya jelas menarik perhatian. Luki menelan ludah, merasa risih sekaligus bangga.“Tante kayaknya jadi pusat perhatian, deh,” gumam Luki sambil mendekat.“Biarin aja, yang penting aku sama kamu sekarang,” jawab Sarah sambil tersenyum.“Tante sengaja bikin aku deg-degan ya?” Luki membalas setengah bercanda.Sarah pura-pura tak menggubris, lalu melangkah menuju pintu masuk supermarket. Namun sebelum jauh, ia sengaja meraih tangan Luki dan menggenggamnya erat. Gerakan sederhana itu membuat kepala Luki berputar.“Tan…” Luki berbisik kaget.“Kenapa? Kita keliatan lebih cocok ya kalau begini, kan?” Sarah menatapnya dengan tatapan genit.“Tante gak takut orang mikir aneh?” Luki menelan ludah.Sarah ter

  • terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Titik Awal Candu

    Pagi itu cahaya matahari mulai menembus tirai kamar. Tante Sarah sudah terjaga lebih dulu, duduk di tepi ranjang sambil menatap wajah Luki yang masih terlelap. Ada senyum hangat di bibirnya, seolah baru menemukan sesuatu yang selama ini hilang. Pelan-pelan ia mengusap pipi Luki dengan ujung jari. Luki menggeliat kecil, matanya mulai terbuka setengah sadar. Begitu melihat Sarah, jantungnya langsung berdegup kencang. “Pagi, Luki sayang,” ucap Sarah lembut. “Pagi, Tan…” Luki menjawab dengan suara serak bangun tidur. “Tante kira kamu masih mimpi, ternyata udah melek juga,” Sarah tersenyum manis. Luki merasa canggung sekaligus hangat dengan sapaan itu. Bukan sapaan biasa, melainkan seperti seorang kekasih yang penuh kasih. Sarah lalu berdiri, meraih dasternya yang tergeletak di kursi. Ia mengenakan dasternya kembali, menyamarkan sisa-sisa malam yang baru saja mereka lewati. Namun sebelum melangkah pergi, ia kembali menoleh pada Luki. Pandangannya lembut, tak ada penyesalan di sana.

  • terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Malam Berkeringat

    Ranjang Luki bergoyang pelan saat mereka duduk semakin rapat. Cahaya senter ponsel yang diarahkan ke atas membuat kamar remang, cukup untuk memperlihatkan wajah satu sama lain. Tatapan Tante Sarah tak lagi ragu, penuh keberanian.Tangannya terulur, menyentuh pipi Luki dengan lembut. Luki terdiam, tubuhnya menegang, tapi tidak menghindar. Sentuhan itu membuatnya justru semakin berani menatap balik.“Tan… apa tante yakin?" tanya Luki pelan.“Yakin. Kamu mau kan bantu Tante, Sayang?" jawab Sarah mantap.“Mmm.. Iya Tan,” balas Luki lirih.Sarah tersenyum, lalu jemarinya menelusuri rahang Luki. Tubuhnya mendekat, napasnya terasa hangat di wajah Luki. Jarak mereka kini tinggal setipis udara.“Kamu deg-degan banget,” ucap Sarah menggoda.“Siapa yang gak deg-degan kalau sedekat ini sama tante,” jawab Luki sambil menahan napas.“Hm… Kamu beneran bantu Tante?” tanyanya memastikan.Luki menatap mata tante, kali ini tanpa menunduk. “Iya Tan,” ucapnya jujur.Sarah tertawa kecil, puas dengan jawaba

  • terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Hasrat yang semakin Berani

    Tiba-tiba listrik padam, seluruh rumah gelap gulita. Luki yang masih berdiri di depan pintu kamar Tante Sarah langsung terkejut. Tante Sarah juga kaget, lalu refleks memanggil.“Luki? Kamu di situ ya?” tanyanya pelan.“I-iya, Tan…,” jawab Luki gugup sambil menahan napas.“Jangan kemana-mana, tunggu di situ dulu,” ucap Tante Sarah sambil meraba meja mencari sesuatu.Ia menemukan ponselnya dan langsung menyalakan senter. Cahaya putih membuat wajahnya terlihat jelas dari celah pintu. Luki hanya berdiri kaku, tidak tahu harus bagaimana.“Hhh, syukurlah ketemu juga,” gumam Tante Sarah lega.“Gelap gini bikin jantung deg-degan,” tambahnya sambil menghela napas.“Luk, temenin tante ya… tante gak mau sendirian,” pintanya sambil tersenyum samar.Luki mengangguk cepat. Ia melangkah pelan ke arah pintu, seolah ingin masuk. Namun Tante Sarah buru-buru menghentikannya dengan nada menggoda.“Eh, jangan masuk kamar tante,” ucapnya tiba-tiba.“Kenapa, Tan? Aku nemenin aja kok,” Luki berusaha meyakink

  • terjebak Gairah Liar Tante Sarah   Malam Ketahuan

    Malam pun tiba, rumah terasa sepi setelah makan malam. Tante Sarah langsung menuju kamarnya, meninggalkan Luki yang masih duduk di meja makan. Sebelum masuk, ia sempat menoleh dan memberi peringatan singkat. “Jangan begadang main game lagi, Luk,” ucap Tante Sarah tegas. “Iya, Tan… cuma sebentar kok,” jawab Luki asal. “Hm, jangan lupa besok pagi bantu belanja ya,” tambahnya lalu menutup pintu kamar. Luki menghela napas panjang, lalu naik ke kamarnya sendiri. Ia menyalakan lampu kamar seadanya dan langsung merebahkan diri di kasur. Ponselnya segera ia buka, game favoritnya tampil di layar. “Ah, mending di kamar aja,” gumam Luki sambil menekan layar. “Kalau di bawah, pasti udah disuruh matiin lampu,” batinnya. “Kalau tau aku masih main, bisa marah lagi tuh,” ia nyengir sendiri. Suara klik dan musik game memenuhi kamar. Sesekali Luki mengumpat kecil saat kalah. Jempolnya bergerak cepat, mencoba menutupi rasa bosan yang menyeruak. “Aduh, kalah mulu lawan bocah beginian,”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status