All Chapters of Kontrak Cinta: Chapter 31 - Chapter 40
53 Chapters
T I G A P U L U H S A T U
Selamat membaca! . . “Gue enggak bisa ngomong apa-apa, Sa,” ucap Raga, lalu meneguk es teh manisnya. “Tapi kalau lo emang sayang sama Dira, setelah semua perkara kontrak—Anjing! Kenapa lo baru cerita sekarang, sih?” Saat ini keduanya sedang berada di warmindo yang berada tidak jauh dari rumah Raga. Di tengah kekalutannya, entah mengapa laju motor Mahesa akhirnya berhenti di depan rumah Raga, kawannya yang sudah hampir dilupakannya. “Ga, please. Itu udah berlalu, gue sama Indira udah enggak terikat kontrak lagi. Kita udah resmi.” “Gue pikir cerita kayak gini cuma ada di sinetron yang sering ditonton sama emak gue. Nyatanya, temen gue sendiri malahan jadi pelakunya.” “Dibilangin enggak usah dibahas lagi, masih aja ngebahas lo!” “Sorry, nyampe mana tadi gue? O iya, kalau gue nih, Sa … ini gue lho. Kalau gue ada di posisi kayak lo, gue akan lakuin apapun b
Read more
T I G A P U L U H D U A
SELAMAT MEMBACA!...“Aku baru aja balik ke kosannya Raga. Kamu udah makan? Mau aku pesenin? Gimana meeting sama Pramita? Syukurlah. Belum tahu, mungkin minggu depan baru balik. Iya, aku juga kangen sama kamu.”Mahesa menutup ponselnya dan melemparkannya asal ke kasur. Tubuhnya terbaring lelah dengan sebelah lengan yang menutup matanya.“Lo pinter banget dramanya.”“Jangan mulai, Ga.”“Lo yakin mau ngelakuin ini?”“Yakin.”“Yakin bakal bikin Indira bahagia?”“Yakin. Pelan-pelan gue bakal jauhin dia. Lo udah telepon temen lo?”“Udah. Kapanpun lo siap, dia juga siap.”“Lo ngomong apa aja ke dia?”“Gue enggak ngomong apa-apa. Dia anaknya enggak kepo. Selama bayarannya oke, dia enggak masalah.”
Read more
T I G A P U L U H T I G A
SELAMAT MEMBACA! TERSEDIA JUGA DI APLIKASI KARYAKARSA DENGAN HARGA 20K AJA!..Olive menginjak pedal rem tepat di depan mulut gang di tengah pemukiman padat. Setelah adu mulut berikut dengan ancaman hukum, akhirnya Olive berhasil memaksa Raga untuk memberitahu di mana tepatnya lokasi kosannya. Olive segera menepikan mobil Indira, mematikan mesinnya, lalu turun. Jangan tanya seberapa marahnya Olive saat ini, mengingat apa yang terjadi pada sahabatnya yang masih saja melamun di kursinya.“Dir, ayo! Kita mesti selesaiin ini sekarang!” ajaknya. “Apalagi yang mesti lo takutin. Bagusan ketahuan sekarang kalau emang suami lo enggak cinta sama lo, daripada nanti-nanti.”Indira tidak punya alasan untuk menolak ajakan Olive. Keduanya masuk ke gang sempit menuju kosan Raga. Semakin dekat jaraknya untuk menemui kenyataan pahit, semakin erat pula genggaman tangan Indira pada jemari Oliv
Read more
T I G A P U L U H E M P A T
Indira pikir, Mahesa adalah yang terbaik baginya, yang terakhir bagi kisah cintanya, tapi pada kenyataannya pria itu tidak jauh beda dengan Adrian. Indira benar-benar tidak mengenal Mahesa yang membisikan kalimat menjijikan di telinganya, karena Mahesa yang dia kenal sangat menghargai dirinya. Mahesa yang Indira kenal adalah Mahesa yang tanpa pamrih akan mengantar pulang wanita mabuk karena patah hati yang baru pertama kali ditemuinya, tanpa berniat sedikitpun menyentuhnya. Mahesa itu, kini sudah tidak ada. Semua peristiwa menyedihkan yang terjadi beberapa waktu lalu, hanya menyisakan Indira yang meringkuk di kasur, menangisi hidupnya, dan akhirnya terlelap.Indira baru terbangun, saat langit menghitam. Dering ponselnya yang terus berulang, membuat Indira terpaksa meraihnya, lalu menekan tombol jawab. Namun, panggilan dari mama sudah terlebih dulu mati. Indira menoleh ke sisi lain ranjang, tatapnya sendu mengingat biasanya Mahesa akan ada di sana dengan suara dengkurnya, atau
Read more
T I G A P U L U H L I M A
Indira terbangun saat jam di meja belajar Mahesa menunjuk pukul enam pagi. Hal pertama yang dilakukan adalah menghela napas beratnya, begitu ingatannya kembali pada mimpi yang semalam terjadi. Semua begitu indah, menyenangkan, dan membuat hati Indira menghangat, hanya satu yang kurang, itu semua tidaklah nyata. Mahesa yang semalam memeluknya erat di dalam mimpi, kini tidak ada lagi di sebelahnya. Namun, bagi sebagian diri Indira, semalam terasa begitu nyata!Kepala Indira masih sedikit pening, tapi beruntung suhu tubuhnya sepertinya sudah turun. Indira turun dari ranjang menuju dapur. Namun, langkahnya terhenti saat melihat pemandangan yang ada di dapurnya. Pria itu sedang mondar-mandir memasak, lalu mencuci peralatan, dan menghidangkan masakan di atas meja makan.Adrian berdiri di sana dengan senyum lebarnya.“Halo, Dira.”Indira melirik kembali ke pintu kamar Mahesa, lalu sesegera mungkin berlari menujunya, tapi Adrian sudah lebih dulu melom
Read more
T I G A P U L U H E N A M
“Mahesa, gimana koas kamu?”“Lancar, Pa.”Papa meletakkan sendok makanan penutupnya, kemudian mencondongkan tubuhnya ke arah menantunya itu, sembari melirik ke sana ke mari, memastikan bahwa istri dan anaknya belum kembali dari toilet.“Kamu ada masalah sama Dira?”Es krim di dalam mulut Mahesa mendadak membuat giginya ngilu, karena mendengar pertanyaan papa. Apa terlalu kentara sikapnya dan Indira di depan kedua orang tuanya selama makan malam tadi?“Kok Papa nanya gitu?”Papa tersenyum, kemudian kembali menarik diri dan mengambil serbet untuk mengelap mulutnya.“Papa ini papanya Dira, Sa. Selebar apapun Dira tersenyum, Papa tahu kalau dia sedang pura-pura.” Papa membenahi duduknya, kemudian mengambil napas sebelum kembali berucap, “Mau lihat ikan, Sa?”“Ya?”Mengabaikan kebingungan Mahesa, papa beranjak dari kursi, lalu melangkah menuju
Read more
T I G A P U L U H T U J U H
Susu cokelat di meja makan yang semula diseduh panas, kini sudah dingin, tak tersentuh sejak satu jam lalu tersaji. Sang pemilik mengabaikannya begitu saja, dan lebih memilih untuk termenung memandangi kamar belajar yang semalam masih berisi tumpukan buku kedokteran, kini kosong. Hanya menyisakan kasur dan meja belajar. Sekali lagi Indira memastikan, bahwa hubungannya dengan Mahesa memang sudah selesai. Sekeras apapun Indira berusaha, pernikahannya tetap tidak bisa diselamatkan.Namun, dering ponsel menyelamatkan Indira dari tenggelam lebih dalam oleh lamunannya. Di seberang sambungan, Olive menanyakan kabar Indira.“Iya, ini gue juga udah mau berangkat kok.”“Beneran, kan? Soalnya timnya Pramita udah nungguin, nih! Mau gue jemput enggak?”“Enggak usah. Ok-ok, gue berangkat sekarang.”Indira menutup rapat pintu kamar itu, kemudian bergegas menuju kantor. Di tengah perjalanan, ponselnya kembali berdering,
Read more
T I G A P U L U H D E L A P A N
“Yah, kita enggak bisa ketemu lagi dong, Sa?” sesal Al, sembari merangkul Mahesa. “Kelar hari terakhir ini, langsung makan-makan yuk! Anak-anak pada ngajakin.”“Gue enggak bisa. Soalnya mesti beres-beres buat—”“Ah, enggak asyik lo!” sembur Al. “Atau jangan-jangan Dira masih posesifin lo ya? Enggak ngebolehin lo deket-deket gengnya Yulia, ya?”Tangan Mahesa yang hendak mengambil snellinya dari loker mendadak terhenti, mendengar nama mantan istrinya disebut Al. Benar, sekarang Indira sudah resmi menjadi mantan istri Mahesa. Seminggu yang lalu, seorang pengacara utusan Indira datang ke kos Raga dengan berkas tuntutan perceraian dan surat kuasa untuk Mahesa.Mahesa masih ingat hari itu, di pagi hari di mana Mahesa baru saja pulang dari tugas malam, seorang dengan kemeja biru berdasi, sepatu pantofel, dan rambut klimis sudah menunggu di depan pintu kos Raga. Begitu pria itu memperkenalkan dirin
Read more
T I G A P U L U H S E M B I L A N
Mahesa masih mengedarkan pandangannya sejak lima menit yang lalu. Tatapnya tidak hanya berhenti pada—yang Mahesa yakini—bingkai yang bersandar di tembok dan masih tertutup kain. Tanpa perlu menjadi kurator lukisan, Mahesa tahu bahwa lukisan di balik kain putih itu tidaklah murah, apalagi sekelas Indira yang membelinya. Kemudian tatapnya beralih pada deretan meja dan kursi rotan yang juga tertutup kain, tapi telah diatur rapi memenuhi hampir setengah ruangan. Di belakangnya, sebuah meja bar yang memanjang dari ujung satu ke ujung lainnya, sudah setengah dipoles. Kemudian di sebelahnya sebuah lemari—dengan tinggi mencapai setengah dari jarak lantai ke atap—yang terdiri dari banyak kotak seperti papan catur, menempel di dinding dengan indahnya.Semua ini, semua yang ada di ruangan ini, mau tidak mau membuat Mahesa menerka-nerka dan mencoba menyulam seluruh rentetan kemungkinan yang muncul di benaknya. Dan itu semua berakhir dengan satu jawaban yang ditemu
Read more
E M P A T P U L U H
Tolong berikan saja dua piala penghargaan itu—juara terbodoh dan juara paling berengsek—pada dua orang yang masih asyik saling mencumbu di atas karpet ruang tamu.Indira mendadak menjadi orang paling bodoh di dunia ini. Kewarasannya terkalahkan oleh hasrat yang menginginkan Mahesa menyentuhnya lebih intim. Tanpa berusaha melawan ataupun menghentikan tangan Mahesa yang menarik ujung kemejanya, lalu jemarinya menyentuh kulit perut Indira, mengelusnya di sana, sembari bibirnya sibuk mengecupi wajah dan leher Indira. Elusan pria itu, di bagian perut Indira berhasil membuat sekujur tubuhnya merinding, menggeliat, dan melenguh sebagai respon gairahnya. Perlahan jemarinya bergerak ke belakang, mengelus naik turun, dan berakhir di kancing bra.“Mahesa.”Indira sedikit menjauh untuk menatap mata Mahesa yang juga balas menatapnya.“Maaf,” ujar Mahesa seraya menarik tangannya kembali, tapi Indira menahannya.Kali ini, Indir
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status