Semua Bab Make A Wish (Indonesia): Bab 41 - Bab 50
67 Bab
41. Jangan lama-lama, Eros
Eros POV Setelah setengah hari bersama makan siang dan berbelanja bahan makanan bersama Kanya. Aku merasa lelah, dan bukan hanya itu, aku merasa ada seseorang yang mengawasi kami sejak berada di restoran. Aku melihat ke sekeliling mini market, tap
Baca selengkapnya
42. Memangnya aku sebaik apa?
Kanya POV Aku cekikikan sambil menutup mulutku dengan punggung tangan. Lucu sekali ketika Bambang mengatakan—Eros adalah tetangga baru yang tidak sopan. Kesan pertama Eros ketika datang kemari memang sangat arogan dan tidak sopan. Dia bahkan tidak mau menjabat tangan Bambang, dan berlalu menuju apartemennya. “Maafkan saya karena sudah tidak sopan, Pak Bambang,” ucap Eros. “Sudah terlambat! Harusnya kamu minta maaf di hari itu juga. Sekarang sudah berlalu dan saya nggak mau permintaan maaf,” ujar Bambang sinis. Kemudian dia mengalihkan tatapannya padaku. “Kalian berdua jadi cukup akrab. Padahal waktu pertama ketemu kamu kayak orang kesurupan Kanya.” Aku tersenyum canggung. “Hehe ... iya, Pak Bambang. Ternyata dia bukan hantu.” “Nah, baguslah kalau kalian bisa akrab. Jadi, kamu nggak akan terika-teriak lagi kayak orang gil
Baca selengkapnya
44. Samuel Tidak Mau Pulang
Kanya POV Rasanya begitu aneh ketika makan bertiga. Apalagi dua pria dan satu wanita. Aku agak sedikit canggung dengan suasana saat ini, yang satunya adalah temanku dan aku tidak dapat mengusirnya hanya karena ingin makan malam berdua dengan Eros. itu akan sangat kejam bagi Samuel dan mungkin dia tidak akan mau berteman denganku lagi, atau bahkan akan membenciku. Nah, Eros adalah orang yang aku undang, dan aku harus menjamunya, kan? Jadi, tidak masalah bukan kalau kami makan malam dalam keadaan canggung seperti ini? Mungkin Samuel merasa kurang nyaman karena dia baru mengenal Eros. Aku hanya perlu berpikir positif. “Haha ... piring kalian sudah penuh, kan? Mari makan.” Aku mulai memasukkan satu sendok nasi ke dalam mulutku, seraya melirik ke kanan dan ke kiriku. Eros tampak tenang dan tidak terganggu akan kehadiran Samuel di meja ini, tapi tidak dengan Samuel yang ses
Baca selengkapnya
45. Merasa Terusir
Eros POV   Aku berbaring di atas ranjang, menatap langit-langit kamarku. Padahal aku ingin lebih lama dan berbincang dengan Kanya, tapi tampaknya Samuel Wijaya tidak akan mengizinkan kami untuk berbincang. Dia selalu ada di tengah-tengah dan mengambil alih percakapan, hingga aku terusir dari sana.   “Huh! Eros, sejak kapan kamu menjadi pecundang!”   Aku menggerutu pada diriku sendiri, bukannya aku mengalah pada pria itu, tapi aku tidak ingin membuat Kanya kesusahan. Meskipun Samuel Wijaya meminta maaf padaku atas sikap kasarnya, tapi aku merasa kalau dia tidak tulus dengan perkataannya. Semua itu dia lakukan hanya untuk membuat Kanya tidak marah padanya.   Pasalnya Kanya tampak marah dan membelaku tadi. Aku cukup senang dia membelaku di depan sahabatnya, yang sudah lama dia kenal. Padahal dia belum lama mengenalku dan sudah membelaku.   Hatiku terasa hangat saat itu, bahkan sampa
Baca selengkapnya
46. Takut
Kanya POV     “Eros!” aku berteriak ketakutan di depan apartemen Eros, bahkan sampai menggedor pintu beberapa kali. Saking paniknya, aku lupa kalau setiap apartemen bisa membunyikan bel.   Perlahan pintu terbuka dan memperlihatkan wajah Eros. Ya, wajah yang ingin aku lihat saat ini. Tanpa berpikir panjang, aku menghempaskan diriku ke pelukan Eros, melingkarkan lenganku pada lehernya dengan erat.   “... Kanya, ada apa?”   “Aku takut Eros,” jawabku seraya membenamkan wajahku pada bahu bidangnya.   “Kamu tenang dulu. Jelaskan dengan tenang.” Pinta Eros.   “Sam, dia marah dan ....” aku tidak sanggup untuk melanjutkan. Apalagi ketika wajah marah dan kesal Samuel Wijaya terlintas.   “Samuel Wijaya? Dia melakukan apa sama kamu? Coba cerita pelan-pelan, Kanya.”   Dari nada Eros, dia tampak marah saat ini.
Baca selengkapnya
47. Lidah
Warna merah itu bagaikan darah di tengah malam gelap, bahkan bintang tidak tampak untuk menyaksikan seseorang dalam balutan merah menyeret seorang wanita berusia sekitar 25 tahun.   Wajah wanita itu cukup cantik dan bisa dibilang menggemaskan. Namun, wajah itu dipenuhi horor dan rasa takut berlebih yang tidak dapat diekspresikan dengan kata-kata, sedangkan tubuhnya yang diseret bergetar tanpa henti. Mulutnya yang bersimbah darah tidak dapat mengatakan apa pun. Memang, manusia tidak akan dapat mengeluarkan suara ketika mereka tidak punya lidah, atau lebih tepatnya orang dalam balutan merah itu telah memotong lidah si wanita.   Begitu kejam dan bengis perbuatannya. Si wanita hanya dapat menangis sampai tubuhnya menggigil. Ia tidak punya lagi kekuatan untuk memberontak dan sudah mengetahui kalau dewa kematian akan menjemputnya sebentar lagi.   Pria dalam jas hujan merah itu tidak akan membiarkannya hidup. Lagi pula jika ia
Baca selengkapnya
48. Samuel
  Kanya POV   Sudah satu bulan sejak kejadian malam itu; Samuel Wijaya tidak datang ke apartemenku dan juga tidak menghubungiku. Aku juga tidak pernah menghubunginya karena aku menunggu agar dia yang menghubungiku lebih dulu.   Aku menjadi agak khawatir pada Samuel karena malam itu dia sangat marah. Samuel Wijaya menarikku ke kamar dan menghempaskan tubuhku di atas kasur, dan aku tidak dapat berpikir ataupun menebak yang akan dia lakukan padaku, tapi dia sudah berada di atasku seraya mencengkeram pergelangan tanganku.   Baru pertama kalinya aku melihat Samuel seperti itu. Seperti kehilangan dirinya sendiri, mungkin karena terlalu marah, hingga dia lupa kalau aku adalah temannya.   Aku tidak memberitahu Eros akan hal ini, takut kalau dia akan marah dan mencari Samuel. Namun, semakin hari aku tidak tenang karena Samuel tidak memberi kabar, dan berita tentang orang hilang semakin hari semak
Baca selengkapnya
49. Dalam pelukan
Eros POV   Bibirnya sangat lembut dan terasa manis. Aku ingin melumat bibir Kanya lebuh dalam lagi. Aku memasukkan lidahku ke dalam mulut Kanya, kedua bibir kami saling bersentuhan dan menari dengan riang di dalam sana.   Kanya membuat pertahanan diriku goyah dengan memelukku yang tanpa busana. Apalagi sentuhan tangannya pada dada dan beralih ke perutku. Membuat semua pertahanan itu runtuh.   Aku tidak tahu, apakah Kanya sengaja melakukan itu? Namun, apa pun itu aku menyukai caranya yang meruntuhkan pertahananku.   Hanya dia yang mampu melakukan hal itu, dan aku sudah tidak tahan untuk membawanya dalam pelukanku.   Napas kami beradu cepat, dan debaran jantung yang semakin kuat, bahkan telingaku dapat mendengar dengan jelas kalau detak jantung Kanya semakin cepat. Tubuhku sudah menegang dan ingin masuk ke dalam Kanya.   Kanya tersengal-sengal sepertinya kehabi
Baca selengkapnya
50. Malam panas
  Kanya POV   Setelah malam yang panas dan penuh gairah itu, aku bahkan tidak bisa bangun dari ranjang Eros. Aku menutup diriku dengan selimut dan badanku rasanya remuk, juga bagian bawahku sakit.   Eros sangat bersemangat tadi malam, hingga dia memakanku seutuhnya. Inilah akibat dari ulahnya, bahkan untuk menggerakkan tubuhku rasanya tidak mampu.   “Pria brengsek!”   Percuma saja aku mengutuknya, melihat wajahnya pagi ini membuatku tidak ingin memakinya. Wajah polos tanpa dosa itu sudah menelanku semalam, tapi dia tetap saja terlihat polos dan tidak berdosa, seolah akulah yang telah memangsanya.   Kami menyatukan tubuh kami untuk kedua kalinya, tapi sekarang lebih sakit dari sebelumnya karena Eros bersemangat dan sepertinya dia tidak lelah ketika melakukannya.   Suara langkah kaki dapat aku dengar ketika pintu kamar terbuka. Kututup wajahnya men
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status