"Key, bangun, Key ... udah subuh nih."
Sayup-sayup kudengar suara mama yang setengah berteriak.
"Key, banguuuun udah subuh."
Tok.
Tok.
Tok.
Lah, kok ada suara pintu diketuk segala sih.
Perlahan kubuka mata indahku, dan terlihat lah langit-langit kamar.
"Key ...."
"Iya, maa ...."
"Bangun udah subuh, nggak denger tuh udah adzan."
"Nanti, maaa ...." Meski baru bangun tidur, tapi suaraku bisa langsung digunakan untuk teriak-teriak, walau sedikit serak.
"Sekarang! Udah cepet buka pintunya!" Dari suaranya kok mama garang banget sih, pagi-pagi udah marah-marah aja. Emaknya siapa sih.
Dengan rasa malas tingkat dewi, akhirnya aku bangkit dari ranjang, lalu berjalan perlahan menuju pintu yang dari t
Dengan tergesa-gesa, aku berjalan memasuki area kampus, takut-takut kalau ada teman-temanku atau salah satu fans-ku yang memergoki kalau aku habis dianter sama mobil pajero.Bisa-bisa seseantero kampus bisa heboh liat aku berangkat pakai mobil mewah yang harganya selangit menurut warga negara kismin kayak aku. Maklum lah, selama ini kan berangkat kampus kalau enggak pake motor bebek kesayangan, ya nebeng motornya si Difi, atau kalau lagi dikasih uang saku lebih, ya naik gojek.Takutnya juga kalau ketahuan dianter mobil bagus, disangka jadi sugar baby, kan parah banget tuh, soalnya di kampus ini ada beberapa cewek yang jadi sugar baby."Key ...," teriak orang di belakangku.Spontan aku noleh dong, suaranya juga kebetulan kayak familiar."Desi, Tita," ucapku setelah mengetahui bahwa dua orang ini yang tadi manggil.Entah dari mana rimbanya dua
Mengantar jemputku ke kampus adalah rutinitas Rey sekarang. Sarapan di rumahku juga udah jadi hobi Rey, katanya sih pengen makan masakannya bini, sebelum berangkat kerja, padahal dia sendiri kerjanya di restoran, yang punya lagi, kenapa nggak makan di sana aja, kan gratis dan udah tentu enak.Dari Senin sampai Jum'at kemarin, memang aku masuk kuliah terus karena jadwal lagi padat. Karena mau ngelak nggak bisa, ya udah aku pasrah kalau harus diantar jemput si manusia batu. Tentunya itu pake syarat dong.Syaratnya dia boleh nganter aku sampai jarak kurang lebih limapuluh puluh meter dari gerbang kampus, begitu pun kalau jemput. Biar lah agak jauhan, dari pada nanti ada yang lihat dan bakal ketahuan tentang statusku saat ini, kan gawat. Bisa di bully nanti. Apalagi kalau ada yang salah paham, beuh ... nanti aku dikatain jadi sugar baby lagi, kan jatuh pamorku.Sekarang hari Sabtu, kebetulan lagi nggak ada jadwal kuliah, jadi bisa santai-santai dan
Hari Minggu ini rencananya aku mau ke salon buat perawatan mumpung lagi banyak duit karena kemarin si manusia batu ngasih kartu Atm begitu aku bilang mau belanja. Setelah aku cek saldonya berapa, seketika mataku kek ada bintang-bintangnya, dadaku pun kembang kempis nggak karuan.Gimana enggak coba, lawong saldonya aja mencapai lima ratus jeti, angka yang fantastis banget bagi kaum pinggiran sepertiku. Pegang uang satu juta aja cuma sekali waktu dikasih papa buat bayar kuliah, lah ini lima ratus jeti cuuuy.Tapi yang bikin aku heran lagi, kenapa Rey dengan suka relanya ngasih kartu debit yang isinya nggak main-main itu. Kenapa dia nggak takut kalau aku habisin uangnya ya? Apa uang segitu nggak ada apa-apanya buat dia?Suara dering ponsel membuyarkan lamunanku tentang duitnya Rey itu. Setelah kulihat, ternyata dia yang telpon. Ada apa sih pagi-pagi gini."Halo," ucapku setelah mengangkat panggilannya dan meletakkan ponsel di dekat
"Yuk berangkat," ucapku menghentikan mama papa juga Rey yang lagi ngobrol-ngobrol.Sekilas kulihat Rey seperti terpana melihatku. Matanya tampak enggan berkedip menatapku."Cantik," lirih Rey yang masih dapat ditangkap telingaku.Eh, aku nggak salah denger kan?===================================Dengan sangat terpaksa, aku berjalan dengan bergelayut di lengan Rey, seperti yang mama bilang. Katanya sih biar tampak mesra dan harmonis. Rupanya mama mau mencoba mengelabuhi publik.Yang bikin aku heran kenapa si manusia batu yang sedang kugandeng ini terus senyum-senyum nggak jelas kayak orang gila sejak di rumah tadi. Entah apa yang dia pikirkan, mungkin seneng kali mau ketemu mantan calon istri. Eh, tapi seharusnya galau dong kalau tau mantan calon istri mau menikah. Apa Rey nggak tau yang jadi istrinya kak Arga itu Berlin? Berjalan di karpet merah sembari memberikan senyuman palsu, karena di sini banyak wa
"Rey, stop! Sampe sini aja.""Sampai depan kampus aja, ini masih lumayan jauh, capek nanti kalau kamu jalan.""Nggak! Sesuai perjanjian kan kamu boleh nganterin aku kuliah tapi nggak sampe depan kampus." Aku mengingatkan."Tapi untuk kali ini enggak. Aku ingin anter kamu sampai depan gerbang kampus," ucapnya yang bikin mood-ku ambyar sepagi ini."Jangan ngaco, deh. Gimana nanti kalau anak-anak pada tau aku dianterin pake mobil sekeren ini, bisa-bisa mereka mengira kalau aku jadi sugar baby," ujarku resah.Rey mengangkat sebelah alisnya. "Ya kamu tinggal bilangan kalau aku suami kamu, apa susahnya sih, mengakui suami sendiri."Huh, ini orang bener-bener nggak tau apa yang aku rasakan."Dih, ogah ya, bisa-bisa reputasiku sebagai primadona kampus bakal hancur lagi, terus para fans-ku berbalik jadi haters. Nggak, aku nggak mau mengorbankan itu semua." Aku menggeleng-gelengkan kepala karena yang tid
"Kita bukan anak kecil yang bisa lo bohongin, Key." Desi menarik napas. "Ini tuh bukan gigitan nyamuk, karena nggak mungkin nyamuk meninggalkan bekas seperti ini. Tapi ini bekas gigitan orang, jadi sekarang lo harus jelasin ke kita udah sejauh mana gaya pacaran lo sama Kak Rey."Aduh, aku harus jawab gimana nih. Jujur aja kalau aku pun sebenarnya nggak tau tentang tanda kemerahan yang ada di leherku ini. Aku lihat tanda ini pas ngaca mau mandi di toilet rumah tadi pagi. Ya, aku nyangkanya ini bekas gigitan nyamuk, atau bekas garukan tanganku sendiri pas waktu tidur, kan lagi nggak inget, bisa jadi kan aku nggak sadar garuk-garuk leher sampai semerah ini, apalagi jari kuku panjang-panjang.Kenapa mereka jadi mikirnya bekas gigitan orang? Aku sih nggak tahu seperti apa bekas gigitan orang, karena aku belum pernah melakukannya. Berapa kali pacaran paling cuma sebatas bergandengan tangan, nggak lebih, dan itu pun sangat jarang dilakukan karena jarang kencan juga.
"Bun, sebenarnya Bang Rey itu punya sodara kembar nggak sih?" tanyaku pada wanita yang telah menjadikan aku sebagai menantunya ini."Lho, kok kamu tanyanya gitu, Key? Memangnya ada yang aneh?" Kening bunda mengkerut sambil menatapku.Aku mengubah posisi duduk menjadi menghadap ke arah bunda."Ya aneh aja gitu, Bun. Seingetku Bang Rey itu dulu orangnya pendiem, dingin, ngeselin, sering ngejek aku gitu. Ya lebih mirip kayak oma lah. Eh, maaf ya, Bun, bukan maksud Key buat itu ...." Aku menggaruk kepala yang tak gatal, juga menyesalkan mulutku yang lagi nggak bisa direm ini.Bunda terkekeh. "Nggak papa, Key, bunda ngerti kok. Santai aja lah, kan sama bunda, kayak sama siapa aja.""Jadi gimana, Bun, apa bang Rey beneran punya kembaran?" Di depan mertua, maka nama sapaan, aku sematkan kata 'bang' di depan namanya. Ya, buat pencitraan di depan bunda kalau aku menantu yang baik hati. Eh."Ya enggak lah, Key. Kamu ini a
"Key, lo harus cerita ke gue tentang apa yang lo lakuin sama bang Rey pas kepergok gue waktu itu," ujar Difi setelah menyesap minuman.Sekarang jam istirahat kuliah, jadi bisa nongkrong di kantin, dan kebetulan Desi dan Tita lagi kompak bolos."Yang mana sih?" Pura-pura nggak ngerti."Lah, nggak usah sok bingung deh, lo, untung kemarin yang mergokin lo sama bang Rey, gue, coba kalau Tita atau Desi, udah bocor semua rahasia lo. Lagian mau gitu-gituan nggak inget tempat."Tuk.Aku memukul kepala Difi dengan sendok, dan dia pun mengaduh."Enak aja kalau ngomong. Gue nggak ngapa-ngapain sama bang Rey waktu itu, jadi lo jangan suudzon gitu dong," ucapku sedikit kesal."Ya gimana nggak suudzon, posisi lo sama Bang Rey aja udah kayak gitu. Apalagi coba yang dilakuin suami istri kalau nggak gitu-gitu."Aku mendengkus. "Tapi gue beneran nggak ngapa-ngapain. Mungkin lebih tepatnya gue mau di per^^sa."