All Chapters of Belongs to The Billionaire Brothers [INDONESIA]: Chapter 91 - Chapter 100
123 Chapters
91 - Unsertain
Sambil menahan getaran di tubuhnya, Ilona berusaha untuk bangkit. Matanya membesar memandangi pria di hadapannya. “K-kau?” Ilona menggagap. “Yah, aku. Apa kabarmu, Ilona?” Pria itu menutup kalimat dengan senyum kotaknya yang khas. Ilona tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bergeming, Menyaksikan pria di depannya tengah menyingkap over coat di tubuhnya. Kedua tangan Ilona masih memeluk tubuhnya yang makin menggigil kedinginan. Ia menunduk saja ketika pria di depannya menyampirkan over coat tersebut ke tubuh Ilona berharap gadis itu akan mendapatkan kehangatan. Selain tubuh, kini wajah Ilona juga bergetar. Bibir ranum kini berubah pucat. Ikut bergetar menahan dingin yang kian membekukan tubuh. “Ayo, kuantar kau kembali pada Mr. Kent,” ucap pria itu. Ilona langsung melayangkan pandangan nyalang kepada pria tersebut. Gadis itu menggelengkan kepalanya. “Tidak,” lirih Ilona dengan bibir yang bergetar. Gadis itu menyembunyikan w
Read more
92 - One More Tiring Day
“Apakah kau menemukannya?”Massimo menggelengkan kepala lalu menunduk pias. “Tidak,” gumamnya.“Argh, sial!” geram Kent. Pria itu mengusap belakang kepalanya dengan frustasi.Mereka telah berkeliling di seputaran penginapan, bahkan Kenedict telah pergi ke pusat kota. Namun, baik Kenedict maupun Massimo, tak ada satu pun yang sanggup menemukan Ilona.“Di mana kau, hah?” gumam Kenedict.Napas yang berembus dari hidungnya terdengar berat hingga menggema membuat dadanya naik turun. Khawatir, takut juga merasa begitu bersalah. Marah, apa lagi.“ARRGGHHH!”Sekali lagi Kenedict berteriak sembari menyatukan tangan di belakang kepala dan menengadahkan wajahnya ke langit-langit. Ia kembali menggeram lantas menjatuhkan tatapan. Rahangnya mengencang dengan kepalan tangan yang mulai terbentuk.“Hubungi polisi setempat. Katakan kita telah kehilangan Ilona selama dua puluh empa
Read more
93 - Shocking News
Kedua mata Ilona tak dapat terpejam. Sepanjang malam matanya terbuka. Kini menyaksikan pergerakkan langit yang mulai berubah warna. Sepasang manik cokelat itu tengah mematri sang mentari yang perlahan mulai menampakan diri. Memberitahu jika malam pahitnya telah berakhir.Seolah-olah hendak meminta agar ia kini berhenti menangis. Sudah. Semuanya telah berakhir. Matanya benar-benar sembab dan bekas tanda air bening itu tak bisa hilang. Terlalu kentara di kedua pipinya yang pucat.Tak terasa, semalam pun telah berlalu dan Ilona hanya terduduk di atas ranjang tanpa bisa memejamkan matanya.Air mata tiada henti berderai. Hatinya terus mengeluh ngilu. Nyeri dan kini sesak. Lebih daripada itu, batinnya ikut tersiksa. Bahkan napasnya kini tersendat.Semilir angin yang masuk lewat celah jendela yang tak tertutup lantas menyambar wajah gadis itu membuatnya bergeming. Ia pun menyeka sisa-sisa air mata.Beralih meremas sisi ranjang dengan kedua tangan, Ilona p
Read more
94 - Be Caught In A Snare
Ilona mengerjapkan matanya berulang kali. Ia meringis, merasakan pening yang tiba-tiba menyambar kepalanya. Setelah kelopak matanya terbuka lebar, ia pun memutuskan untuk berdiri, akan tetapi ketika ia hampir terduduk mendadak kepalanya berkedut makin nyeri. Ilona harus memegang kepala dengan kedua tangannya. “Kau tidak apa-apa?” tanya Dante. Sambil menutup matanya, Ilona mencoba untuk menggoyangkan kepala. Gadis itu masih berusaha mengumpulkan kesadarannya. Terdengar embusan napas panjang dari Dante. Sambil memegang kedua pundak Ilona, Dante mendongakan wajah menatap ibunya kini. “Dokter Anna sedang dalam perjalanan kemari,” kata Mariah. Akhirnya Ilona bisa membuka matanya lagi. Wajah gadis itu terlihat pucat. Bibirnya pun tampak begitu kering. Ilona kembali meringis. Masih memegang kepalanya, gadis itu berusaha lagi untuk membuka kedua mata. Ditatapnya ibu Dante saat ini. “Maaf merepotkanmu, Mariah,” kata Ilona.
Read more
95 - Restless
“Kau di mana?” tanya Dante.“Kedai kopi dekat Katedral.”“Okay, aku ke sana lima menit lagi.”Dante mematikan sambungan telepon lantas melempar ponselnya. Pria itu menancap pedal gas lantas melajukan mobilnya meninggalkan kediaman Mariah.Mobil milik Dante berhenti di depan sebuah kedai kopi yang terletak di pusat kota. Ia bergegas menuruni mobil. Kaki jenjangnya tak mau berjalan perlahan. Pria itu berlari menuju lantai dua.Tampak di sana Layla telah menunggu. Pandangan wanita itu sinis menyambut pria yang barus saja datang. Dante mengembuskan napas panjangnya ketika tubuhnya terduduk di depan Layla.Gadis bersuara serak itu menghisap cerutu di tangannya lantas menyunggingkan seringaian sembari membawa pandangannya keluar.“So, kau sudah memikirkan cara terbaik untuk hubungan kalian?” tanya Layla begitu santai.“Hubungan apa maksudmu, hah?” desis Dante. Seketika kedua
Read more
96 - How Could?
‘Kecelakan lalu lintas terjadi di jalan 273 Malpensa street, dua kilometer menuju Bandar Udara Internasional Malpensia. Kecelakan lalu lintas ini terekam kamera pengawas lalu lintas. Seorang pengusaha asal Amerika bernama Christian Archer bersama istrinya menjadi korban kecelakaan lalu lintas yang baru saja terjadi setengah jam yang lalu. Kedua korban telah dilarikan ke rumah sakit St. Mariah Malpensa untuk mendapatkan pertolongan. ***Seketika bola mata Kenedict melebar. Jantungnya langsung bertalu dengan kencang. Ia benar-benar syok. Kenedict bangkit dari tempat duduknya. Masih memandang layar LED di depannya, ia mencengkram jemarinya dengan kuat. “Chris,” gumam Kenedict sembari mengerutkan dahinya. Terdengar embusan napas panjang dari pria itu. Ia langsung meraih kunci mobil di atas nakas lantas bergegas keluar dari kamar hotel. “Massimo!” teriak Kenedict. Massimo yang mendengar teriakan tuannya langsung keluar dari dalam kamarn
Read more
97 - Regret
Kenedict menghela napas sembari mengangkat tatapannya. Ia bersiap mengambil langkah untuk memasuki ruangan. Pria itu sempat tertegun saat melihat dua orang perawat pria keluar dari recovery room di mana ia berada di depan pintu kayu berwarna putih.“Permisi.”Suara seseorang kembali memecahkan lamunan Kenedict. Pria itu memutar pandangan kepada Hailey yang entah dari mana, sejak tadi Kenedict tidak memedulikan keberadaan gadis itu. Namun, wajahnya tak kala menampilkan kecemasan.“Apakah aku sudah bisa masuk?” tanya Hailey.Sejurus kemudian dua orang berpakaian serba putih keluar dari dalam ruangan dan Hailey memindahkan atensinya kepada dua orang pria tersebut.“Dokter,” panggil Hailey. Embusan napas berat yang keluar dari bibir Hailey sanggup menandakan bagaimana khawatirnya gadis itu saat ini. Terlihat ia menelan ludah sekedar untuk membasahi kerongkongan yang kering selama beberapa jam. Tangannya pun bergetar
Read more
98 - Loss of Hope
“Silahkan duduk,” kata sang dokter sembari menunjuk kursi di depannya. Hailey dan Kenedict melangkah pelan mendekati meja sang dokter. Mereka duduk di depan dokter tersebut sembari menahan degup jantung yang kembali bertalu kencang setelah beberapa saat yang lalu sempat berdetak normal. Ketika menatap wajah sang dokter wanita, Hailey dan Kenedict merasakkan ketakutan yang muncul tiba-tiba hingga membuat langkah keduanya lemas. “Ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan kepada keluarga pasien,” kata dokter. Ia menelengkan wajah ke samping lantas seorang wanita berpakaian serba hijau yang berdiri di sampingnya mendekat lalu memberi sebuah catatan yang merupakan rekam medis dari Chritian dan Ilona. Sang dokter mengulum bibirnya sembari membaca file berwarna hitam di tangannya. “Mmm … maaf, sebelumnya saya ingin bertanya tentang identitas pasien. Oleh karena mereka korban kecelakan, maka kami belum mendapat identitas pasien sebelum dibawa ke ruan
Read more
99 - Aware
Terdengar dengkuran kecil lalu berubah menjadi ringisan. Hailey yang telah lelah, tengah mengistirahatkan kepalanya di samping tubuh Christian. Ia tidur sambil terduduk. Namun, bawah sadar gadis itu menangkap suara ringisan hingga membuatnya terbangun. Masih berusaha mengumpulkan kesadaran dengan mengerjap berulang kali sampai akhirnya kedua matanya terbuka lebar. “Chris!” Hailey bangkit dari tempat tidurnya ketika melihat kelopak mata Christian bergerak disertai suara ringisan yang menggema dari balik alat oksigen. Hailey mendongak mendapati Kenedict masih melebarkan mata. Melihat reaksi Kenedict, nampaknya pria itu enggan merespon. Ia hanya bersedekap sembari menatap dengan pandangan kosong. Tak berselang lama seorang dokter langsung menghampiri bangsal Christian. Disusul seorang lagi yang berporfesi sebagai dokter anastesi beserta dua orang perawat. Salah seorang dari mereka langsung membungkuk. Dengan jarinya, ia membuka salah satu kelopak
Read more
100 - Why Must Be Us?
Kenedict bersedekap sembari memandang sepasang manik berwarna biru di depannya. Di samping Kenedict, Hailey berdiri sambil melipat satu tangan di dada dan satu tangannya lagi mengusap bibirnya. Gadis itu tampak begitu khawatir, tetapi juga lega melihat Christian telah siuman. “Bisakah Anda memberitahu kejadian terakhir yang Anda ingat?” tanya dokter Anna yang duduk di samping bangsal. Di samping dokter Anna, ada juga seorang dokter lagi yaitu dokter Mike, dialah yang waktu itu mengoperasi kaki Christian. Sedari tadi wajah Christian murung. Dia belum bicara apa-apa sejak siuman dan hanya menatap kakinya yang dibalut dengan gips dan kini terasa nyeri. “Tuan?” panggil dokter Anna sekali lagi. Akhirnya Christian menggerakkan bola mata, menatap dokter Anna saat ini. Ekspresinya begitu datar, tetapi berbeda dengan matanya yang kini tampak berkaca-kaca. “Beritahu kami, apa pun yang Anda ingat.” Dokter Anna kembali berucap. Suasana beg
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status