All Chapters of His Last Wish (Indonesian): Chapter 31 - Chapter 40
43 Chapters
Bab 31
Raymond membuka matanya, mendapati Hazel dan Edward tengah memandangnya dari jarak yang sangat dekat hingga membuatnya terkejut. Kantuknya hilang seketika saat melihat dua orang yang sebenarnya ingin ia hindari saat ini tampak lega melihatnya.“Gimana? Masih sakit?” “Sakit? Apa yang kalian bicarakan? Aku baik-baik saja,” Raymond bingung menjawab pertanyaan Hazel yang harusnya menjadi pertanyaannya. Dibandingkan dengannya, kondisi Hazel jauh lebih parah. Sebentar. Ia sama sekali tidak ingat tertidur di atas tempat tidur. Seingatnya, ia hanya berjalan masuk ke dalam kamar, dan hendak menuju kursi yang ada di depan tempat tidur agar Hazel b
Read more
Bab 32
Hari sudah pagi saat ia membuka kedua matanya. Di sampingnya, ia melihat Edward yang berbaring, masih mengenakan pakaian yang sama sambil tersenyum lembut padanya?“Sudah bangun?”Ia mengangguk, lalu menunduk saat pria itu dengan santainya mencium keningnya, lalu beranjak dari tempat tidurnya. “Hazel bilang padaku. Pengkhianatnya sudah ditemukan Verdict.”Agak enggan, ia menguap lebar, lalu menyusul Edward. “Lalu? Apa ada kabar lain?”“Kita masih nunggu kamu soal rencana selanjutnya,” Edward berjalan menuju lemari, lalu melemparkan jaket yang kemarin disimpan
Read more
Bab 33
Selesai merokok, Thyme memanggilnya menuju ruang tahanan bawah tanah. Di sana ia melihat Thyme dan Verdict berdiri di depan salah satu sel tahanan tempat kedua orang yang berhasil ditemukan Verdict. “Kupikir bakal lebih lama lagi,” tangan Thyme bersedekap begitu melihat kehadirannya, mengatakannya dengan nada sinis, menunjuk ke Verdict. “Aku nggak tahu deh, bisa tahan berapa lama lagi menghadapi orang ini.”“Harusnya itu perkataanku, Pendek!”Kali ini Thyme tidak terpancing, tetap menampakkan ekspresi tenangnya seperti biasa, mengacuhkan Verdict yang menahan diri untuk tidak memukul anak Pria itu. “Siap? Kita akan tanyakan mereka sekali lagi.”
Read more
Bab 34
Raymond mengetuk pintu kamar Hazel. Begitu terbuka, ia melihat sosok Edward yang mengernyit melihat kedatangannya, menyuruhnya masuk.“Kenapa ke sini?” Edward berjalan mendahuluinya seraya mengusap tengkuk lehenya, kembali ke atas tempat tidur Hazel yang penuh dengan kepingan benda-benda aneh yang tidak ia kenal. Raymond menutup pintu kamar tersebut perlahan, menyusul Edward dan Hazel yang kembali sibuk dengan urusan mereka masing-masing.“Ngelihat kamu, Ed. Nggak boleh?”Tangan Pria yang tengah merakit komponen-entah-apa-itu seketika terhenti, begitu pula dengan Hazel yang mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya.
Read more
Bab 35
Raymond mematikan mesin mobilnya, mengawasi Thyme dan Verdict yang sudah masuk ke dalam bangunan itu dari jauh. Thyme memintanya untuk memarkirkan mobilnya agak jauh markas Simon Clive yang kini dipenuhi oleh orang-orang berpakaian mewah yang berbondong masuk ke dalam bangunan tersebut, disambut oleh beberapa orang berpakaian serba hitam dengan aura menakutkan di sekeliling mereka. Ia mengenali beberapa dari mereka yang mengepungnya waktu ia bersama Edward. Berulang kali ia mengetuk jemarinya, merasa frustrasi karena tidak mengetahui rencana anak itu.“Mau?” Hazel yang duduk di belakangnya menyodorkan snack bar yang sedari tadi dikonsumsi wanita itu padanya. “Buatanku sendiri. Rendah kalori, tapi cukup untuk mengisi tenagamu.”“Nggak. Aku
Read more
Bab 36
Begitu efek gasnya menghilang, Raymond memberi aba-aba untuk masuk ke dalam, berlari sambil menghindari tembakan orang-orang Simon yang berjaga di sekitar lorong koridor tempat mereka berada saat ini, bersama Edward dan Lucas. Sementara sisanya telah berpencar, mengikuti arahannya. Masing-masing dari orang yang ia tunjuk sebagai pemimpin sudah membawa alat yang diberikan Hazel tadi sebagai tindakan preventif, dan memberi arahan pada mereka untuk mencari anak-anak yang ditawan di ruang bawah tanah sementara ia, Lucas, dan Edward bergerak menuju lantai dua.“Raymond?” Edward berbisik di dekatnya, tampak cemas, begitu mereka tiba di lantai dua, bersembunyi di balik dinding seraya mengisi ulang amunisi senjata mereka yang habis. “Apa?”
Read more
Bab 37
“Ed, aku nggak apa. Serius. Jadi bisa nggak, kamu berhenti mengkhawatirkanku?”Edward tidak menghiraukan pertanyaannya, masih terus mengamati seksama seluruh tubuhnya yang sukses membuatnya canggung setengah mati. “Ini salahku. Memang harusnya aku nggak biarin kamu melawan orang itu sendirian,” Edward kini menjauhkan tubuhnya dari Raymond, mengeluarkan tablet hologramnya, lalu menatap layar tablet hologramnya sambil menggumam pada dirinya sendiri. “Boleh aku bertanya sedikit?”“Tentu.”
Read more
Bab 38
Raymond memandangi Thyme dan Verdict yang masih tetap berada di tempat mereka. Thyme tetap bersikap tenang, walaupun ia menangkap sedikit guratan kegelisahan di wajah kekanakan anak itu. Sementara Verdict sudah kehilangan kendali emosinya setelah melihat salah satu anggotanya dibunuh Simon, meronta sambil terus merutuki Simon yang tampak tidak mempedulikan kemarahan pria itu. Tangannya yang tidak memegang revolver itu mengepal, berusaha tetap tenang menghadapi pria yang masih menunggu jawabannya.“Apa jaminannya?”“Kamu bergabung denganku, semua orang yang ada di tempat ini akan kubebaskan.”
Read more
Bab 39
Sepertinya, belum saatnya ia mati.Hanya itu kesimpulan yang bisa ia pikirkan begitu ia membuka kedua matanya, memandangi langit-langit kamar yang putih sepenuhnya. Sinar mataharinya yang memasuki ruangan itu melalui jendela kamarnya membuat matanya silau. Ada banyak alat penopang kehidupan terpasang di tubuhnya, menyulitkannya untuk bergerak leluasa. Napasnya sedikit sesak akibat alat bantu pernapasan yang dipasang untuk membantunya bernapas. Matanya tertuju pada seorang wanita berpakaian perawat yang tengah memeriksa selang infusnya.“Tuan Cooper? Sudah siuman?” Wanita itu memutar tubuhnya, menarik napas lega begitu melihatnya. Matanya hanya tertuju pada seragam yang begitu ketat membungkus tubuh wanita itu, memperlihatkan lekuk tubuh w
Read more
Bab 40
Dua minggu lebih ia habiskan waktunya untuk berbaring di ranjang rumah sakit yang sangat tidak nyaman, memandangi pemandangan di luar jendela. Terdengar suara decit burung-burung yang bertengger di salah satu jendela kamarnya, seperti tengah mencoba menyapanya dengan wajah polos mereka. Ia terus mengamati burung-burung itu sampai akhirnya burung-burung itu pergi dari jendela itu, menyusul kawanan mereka. Di samping tempat tidurnya, ia mendapati sosok Hazel yang tengah mengiris apel untuknya walaupun ia sudah menolak berkali-kali karena kehilangan selera makan. Begitu selesai mengupas, wanita itu menyuapkan apel itu ke mulutnya. Agak enggan, ia melahap apel itu, mengunyahnya dalam diam.  “Aku hormati keputusanmu, Raymond.” Ia mengernyit kebingungan mendengar perkataan Hazel yang tiba-tiba. Sambil mengunyah apelnya, ia
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status