All Chapters of His Last Wish (Indonesian): Chapter 11 - Chapter 20
43 Chapters
Bab 11
Surga, ya?Apa saat ini ia sedang bermimpi? Tidur bersama dengan malaikat yang sudah ia incar selama dua bulan? Maksudnya, dengan Hazel yang tengah tertidur lelap dengan wajahnya yang seperti malaikat ini? Bukan, bukan. Hazel bukan seperti malaikat. Dia memang malaikat...Raymond segera menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia bisa merasakan wajahnya yang memerah karena teringat apa yang mereka lakukan tadi malam."Raymond..."Teringat akan suara Hazel yang terdengar seksi, setengah mendesah saat memanggil namanya dan menandai seluruh tubuh wanita
Read more
Bab 12
Begitu Raymond kembali ke apartemen, matahari sudah terbit. Hazel sudah pergi ke tempat kerjanya, karena ia tidak menemukan wanita itu di mana pun. Meninggalkan bubur yang sudah dingin dan beberapa obat yang harus ia minum di atas meja, lengkap dengan catatan di kertas Post It di atas tutup mangkuk bubur. Sudah kusiapkan bubur. Jangan lupa diminum obatnya.HazelIa menarik kertas itu dari tutup mangkuknya, menjejalkannya di dalam saku celananya. Memaksakan diri untuk membuka tutup mangkuk
Read more
Bab 13
Sudah dua minggu sejak insiden penyerangan itu terjadi. Lukanya sudah pulih seperti semula, dan tidak ada alasan baginya untuk tidak kembali bekerja di kafe Hazel, dan mendatangi rumah Thyme setelah waktu kerjanya di kafe ini selesai. Menjalankan dua pekerjaan sekaligus sangat sulit, sehingga harus ia akui, ia kagum pada Hazel yang bisa bekerja di dua tempat yang berbeda tanpa pernah mengeluh sedikit pun. Kalau dipikirkan lagi, ia sama sekali tidak pernah mendengar Hazel mengeluh soal pekerjaannya. Sulit untuk menggambarkan apakah Hazel benar-benar menikmati pekerjaannya atau tidak, karena wanita itu selalu memasang wajah lesu setiap kali berangkat ke tempat kerja, dan malah terlihat bersemangat setiap kali pulang kerja. Bahkan wanita itu menyempatkan diri untuk membawa pulang makanan-makanan manis yang wanita itu buat di waktu senggangnya saat kafe sepi untuknya. Selalu memastikan untuk memberitahunya bahwa semua ma
Read more
Bab 14
Raymond meletakkan dokumen terakhir di atas meja kerja Thyme, mendapati Thyme tengah tertidur lelap—entah sejak kapan—meniduri tumpukan dokumen yang seharusnya ditanda tangani anak itu.“Thyme?” Raymond mencoba membangunkan Thyme dengan mengguncangkan sedikit bahu Thyme. Gagal. Sekali lagi ia mencoba membangunkannya, dan syukurnya berhasil. Bisa repot kalau Thyme sampai tidak bangun juga, karena itu berarti ia harus mengorbankan jam pulangnya untuk menunggu hingga anak itu terbangun.“Ah, maaf ketiduran,” kata Thyme.“Tidak apa. Tapi sebaiknya kamu pindah ke kamarmu. Bakal sakit kalau tidur di sini.”
Read more
Bab 15
Raymond menghentakkan kakinya. Jemarinya mengetuk pahanya, mengenyahkan kegelisahannya sambil melirik ke arah Hazel yang sibuk menonton serial drama yang tidak ia kenal di saluran TV kabel. Wanita ini sengaja mengeraskan volume suaranya setiap kali ia mencoba untuk membuka percakapan, membuat suasananya menjadi lebih canggung dari sebelumnya. Ia tidak mengerti apa yang membuat wanita ini marah padanya. Ia pikir, setelah kemarin malam ia meminta maaf, ia akan dimaafkan. Nyatanya tidak sesederhana itu. Lebih parahnya lagi, Hazel terus merespon singkat semua perkataannya. Semua upayanya agar Hazel tidak marah gagal total. Bukannya membaik, justru semua yang ia lakukan malah semakin memperburuk keadaan. Contohnya pagi ini. Karena hari ini hari libur mereka berdua, ia sengaja bangun lebih awal dari biasanya, meluangkan waktuny
Read more
Bab 16
Raymond berjalan gontai meninggalkan rumah kediaman Umberbridge. Seluruh tubuhnya gemetar akibat kilas balik ingatannya yang masih tidak sanggup ia hadapi. Berada di samping Amanda yang justru mengingatkannya akan Arnold karena kemiripan wajah dan gerak-gerik mereka semakin memperparah gejala PTSD-nya. Ia tahu, cepat atau lambat, keadaannya akan semakin memburuk jika ia terus membiarkannya. Psikiater yang menanganinya dulu juga sudah mengingatkan resiko yang akan ia hadapi jika ia menghentikan sesi terapinya di pertengahan. Tapi, apa dia punya pilihan, sementara kini ia mengetahui bahwa adik mendiang temannya berada dalam bahaya? Kondisinya benar-benar terjepit. Setidaknya, ia menganggap apa yang ia lakukan sekarang bagian dari upayanya untuk menebus kesalahan yang telah ia perbuat.    Dadanya terasa nyeri, sampai ia memukul dadanya agar rasa nyerinya hilang. Rasa sakit menghantam nyaris
Read more
Bab 17
Raymond bisa merasakan seluruh tubuhnya yang seakan membeku. Ingin rasanya ia berlari menghindari orang-orang berpakaian resmi yang dari perawakannya bukan orang biasa, menghindari semuanya. Serangan panik yang tadi ia alami itu sudah menghabiskan seluruh energinya. Tapi di belakangnya ada Edward, dan ia tidak ingin manajer kafe yang tidak tahu apa-apa itu terlibat dalam urusannya. Ia menelan ludah. Ya, tidak ada cara lain selain menghadapi orang-orang ini, dengan kemungkinan menangnya hanya tiga puluh persen berdasarkan dari observasinya akan kemampuan orang-orang ini. Ia mendekat ke arah Edward yang berdiri di belakangnya, terlihat sedikit cemas. “Dengar. Dalam hitungan ketiga, lari dari tempat ini. Mengerti?”“Terus kamu?”
Read more
Bab 18
“Apa ada yang salah, mengantarkan karyawanku pulang ke rumahnya saat kondisinya sedang tidak baik, Nona Hazel Skylar?”“Nggak. Justru aku minta maaf karena sudah mengorbankan waktu Anda yang berharga, Manajer.”“Aku sama sekali nggak merasa repot, kok.”Sampai kapan mereka akan terus berdebat di depan gedung apartemen? Ia mulai gelisah. Bagaimana tidak, lima belas menit berlalu sejak Edward mengantarkannya pulang dengan taksi dan tiba di depan gedung apartemennya, di mana ia mendapati Hazel berdiri di depan pintu masuk gedung apartemen sambil menggosok kedua tangannya untuk menghalau hawa dingin. Lalu begitu wanita itu melihat ia pulang bersama Edwa
Read more
Bab 19
Raymond menutup berkas terakhir yang diberikan Thyme padanya sambil merenggangkan tubuhnya yang kaku karena terus duduk di kursi selama hampir enam jam. Matanya terasa perih akibat terus membagi konsentrasinya membaca berkas cetak dengan layar komputer di meja kerjanya. Ia menoleh, mendapati atasannya tampak sedang menikmati permen lolipopnya yang ukurannya sudah mengecil seperti anak balita sambil memandangi layar komputernya dengan antusias, seakan anak itu bukan sedang mengerjakan pekerjaannya, namun asyik bermain gim. Ia beranjak dari kursinya, menghampiri meja Thyme.“Sudah selesai?” tanya Thyme, kembali menikmati permennya. Raymond mengangguk.  
Read more
Bab 20
Raymond mendongak, duduk di sandaran taman kota sambil memandang langit kota Cirillo yang dipenuhi awan putih. Butiran-butiran salju turun perlahan seperti kapas-kapas kecil, menutupi jalanan kota Cirillo. Matanya lalu tertuju pada seorang petugas yang setiap tiga jam sekali akan muncul untuk membersihkan sisa-sisa salju itu agar tidak mengganggu pengguna jalan, menggunakan alat pengangkut salju yang ukurannya setinggi orang dewasa. Ia tidak tahu bagaimana cara kerja alat itu, karena ukurannya yang ramping itu sanggup menelan banyak salju setiap kali hisap. Seperti lubang hitam di antariksa. Pria petugas kebersihan yang ia lihat sekarang memasang wajah datar sambil bersenandung saat menggerakkan alat itu untuk menghisap salju, tampak tidak peduli bahwa ia tengah mengamatinya. Kemunculan pria itu membuatnya sadar bahwa ia sudah  menghabiskan waktunya di taman kota yang sepi itu selama enam jam. 
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status