Lahat ng Kabanata ng Wonderstruck: Kabanata 51 - Kabanata 60
281 Kabanata
The Sign [1]
“Kenapa kamu malah ngeliatin aku?” tanya Marco, keheranan. Aku pun spontan mengerjap, tak benar-benar yakin cara bereaksi yang baik dan benar.“Nggak kenapa-napa. Cuma kaget aja karena ternyata kamu bisa mengomel panjang,” aku beralasan.“Aku jago ngomel, lho!” Marco bergurau. “Pipimu mau dikompres, Nef?”“Nggak usah. Udah telat kalau baru dikompres sekarang,” tolakku.“Masih sakit? Perlu ke dokter?”“Cuma dikit. Masih bisa kutahan.” Aku merasakan sinar matahari yang kian membakar kulitku. “Sekarang, bisa udah kita masuk? Aku kepanasan.”“Yang penting, jangan lupa apa yang kuomongin tadi. Kalau sampai ngalamin hal kayak gitu lagi, amit-amit sih, jangan sok-sokan ngelawan. Orang-orang jahat itu bisa makin nekat kalau....”“Iya, Co. Aku tau,” sergahku.“Aku nggak mau kamu kenapa-napa. Kalau tau kejadiannya
Magbasa pa
The Sign [2]
Singkatnya, Mayang bertemu dengan salah satu relawan yang kemudian mengantarkannya ke Puan Derana. Kondisi mentalnya membaik setelah mendapat perawatan dan menjalani terapi. Mayang berniat meninggalkan Puan Derana setengah tahun lagi. Saat ini, dia mulai melayani pemesanan katering karena memang pintar memasak.Menurut cerita Marco, Puan Derana yang membantu mencarikan klien untuk Mayang dan mengurus masalah modal. Perempuan itu mengelola usahanya dibantu oleh teman-temannya sesama penghuni, meminjam dapur tempat penampungan.“Kamu ikut nungguin Anton waktu lahir, Co?” tanyaku setelah batita itu berlalu dan mencari orang lain untuk memamerkan gambarnya. Marco kembali meraih kantong plastik yang tadi dititipkan padaku.“Sayangnya nggak. Waktu itu aku lagi di rumah, kena flu berat.”Kini, aku dan Marco memasuki ruang makan yang lumayan luas. Di sana ada meja panjang dari kayu dengan bangku-bangku berbahan sama. Di dindingnya ada cuku
Magbasa pa
The Sign [3]
Aku dan Marco berdiri bersisian menghadap ke dinding kaca. Bayi Sonya sangat mudah dikenali. Selain karena dia satu-satunya yang baru lahir, juga kemiripan yang mencolok dengan ibunya yang berparas cantik.“Bayinya Sonya cantik ya, Co,” gumamku. Bayi itu sedang memejamkan mata.“Iya,” sahut Marco. “Sayangnya, Sonya belum mau menggendong bayinya. Dia marah waktu bayinya didekatkan. Lalu jadi histeris pas diminta belajar menyusui.”“Berarti sejak awal Sonya memang nggak mau ngasih ASI, ya?”“Yup.”“Apa semua ibu yang baru melahirkan bakalan bersikap kayak gitu? Maksudku, yang kehamilannya terjadi tanpa persetujuannya? Semisal korban perkosaan.” Aku mendadak bergidik, membayangkan Sonya harus melewati penderitaan mengerikan dalam usia belasan tahun. Kini, gadis itu harus mulai belajar untuk mengurus bayinya.“Setauku, nggak semuanya kayak gitu. Mayang, contohnya. Dia
Magbasa pa
The Sign [4]
Marco  meninggalkanku di kamar Sonya. Ini kali pertama aku menghabiskan waktu di ruangan itu. Biasanya, aku dan Sonya bermain ular tangga di ruang tamu atau di samping kanan bangunan Puan Derana yang cukup teduh.Hari ini, Sonya tak banyak bicara. Sesekali, dia bahkan melamun dan membuatku memanggilnya berkali-kali. Ketika kutanya mengapa dia seperti itu, Sonya hanya menggeleng. Aku juga mendapatinya mengelus perut yang sudah mengempis dalam beberapa kesempatan. Blus bagian dadanya pun basah, kemungkin karena ASI yang membanjir. Sonya juga tak betah berlama-lama bermain ular tangga. Cewek itu “mengusirku” dari kamarnya setelah makan siang. Alasannya, Sonya capek dan ingin tidur.“Aku nggak mau main ular tangga lagi, Nefertiti. Aku mau tidur aja. Ngantuk dan capek. Badanku rasanya sakit semua.” Sonya memasukkan dadu ke dalam kotak. “Besok-besok kalau kamu ke sini, kita main lagi, ya? Tapi, lain kali tolong bawain roti mises buatku. Bis
Magbasa pa
Breathless [1]
Aku tahu, ada perubahan yang signifikan dalam hubunganku dengan Marco. Paling tidak, dari sisiku. Aku tak bisa melakukan apa pun untuk mencegahnya. Perasaanku pada cowok itu, tak lagi seperti biasa. Aku tak betul-betul paham pemicunya. Aku pun tidak  yakin seberapa jauh transformasinya. Yang jelas, semua sudah berbeda.Yang pasti, aku tak bisa lagi memandang Marco seperti biasa. Di mataku, cowok ini ada di posisi istimewa karena semua yang dilakukannya untuk Puan Derana. Juga sikap dan perhatiannya padaku. Efeknya, ada beberapa pertanyaan yang terus bergaung di kepalaku berhari-hari. Apakah aku sudah menyukai cowok itu? Atau malah jatuh cinta padanya? Aku benar-benar tak memiliki jawabannya.Bingung karena perasaan yang tak keruan, aku memutuskan absen mendatangi Puan Derana selama beberapa hari. Aku memilih menghabiskan waktu di Rumah Borju sembari mematangkan daftar isi untuk skripsi. Akan tetapi, aku justru makin memikirkan Marco.“Kamu kenapa cuma
Magbasa pa
Breathless [2]
Memang, aku belum terlalu lama menjadi pengunjung rutin Puan Derana. Aku pun tidak melakukan aktivitas luar biasa di sini. Aku cuma membantu sebisaku terutama yang berkaitan dengan Sonya. Akan tetapi, aku betah di sini. Aku selalu ingin kembali ke tempat ini. Rasanya aku takkan bisa lagi mengabaikan Puan Derana meski masalah skripsi akan menyedot waktuku. Bahkan setelah aku bekerja nanti.Eits, jangan salah paham! Itu bukan karena faktor Marco. Cowok itu hanya menjadi pelengkap yang membuatku kian enggan absen mengunjungi Puan Derana. Pada dasarnya, aku suka berada di tempat ini karena merasa berguna.Seperti hari ini yang banyak kuhabiskan bersama Sonya. Gadis itu masih mengurung diri di kamarnya, bersikukuh tak mau belajar menyusui Noni. Tubuhnya bahkan agak demam karena payudara yang membengkak. Sonya tak berselera bermain ular tangga. Aku mencoba menghiburnya semampuku, mengajaknya mengobrol. Upayaku tidak berhasil karena Sonya malah memintaku keluar dari kamarnya.
Magbasa pa
Breathless [3]
“Kasian Sonya ya, Co. Nggak kebayang apa yang dialaminya dalam usia semuda itu.”“Iya, betul.” Suara Marco terdengar muram. “Kemarin aku usul sama Mama, supaya keluarga Sonya dikontak aja. Takutnya dia terus-terusan kayak sekarang, ngurung diri di kamarnya. Kalau sampai kenapa-napa, takutnya Puan Derana yang disalahin.”Apa yang disinggung Marco barusan membuatku tertarik. “Trus? Tante Danty setuju?”“Belum seratus persen, sih! Mama masih ragu karena respons Sonya tiap kali ada yang ngebahas keluarganya. Di sisi lain, anak itu kayaknya belum bisa bikin keputusan soal Noni. Apakah mau diurus sendiri atau dicarikan keluarga untuk mengadopsinya. Makanya, kita butuh bantuan dari keluarga Sonya.”Aku setuju dengan ucapan cowok itu. “Iya, kamu betul.”Perhatian kami teralihkan karena mendengar derum mobil di halaman. Marco berdiri dari tempat duduknya, memanjangkan leher untuk mencar
Magbasa pa
Frozen [1]
Aku membatu, tak mampu melakukan apa pun. Bahkan sekadar menggerakkan otot wajah. Kata-kata Cliff terlalu mengejutkan, sama sekali tak terduga. Mana pernah aku membayangkan dituduh terlibat sesuatu yang berbau asmara dengan Marco di depan umum? Apa yang harus kulakukan sekarang?“Ya ampun, kasian amat ngeliat Nef sampai bengong gitu,” Levi memecah kebekuan. Tawa gelinya menyusul kemudian. “Cliff, kalem dikit, Bro! Kalaupun Marco dan Nef suka-sukaan atau malah berencana mau buru-buru nikah, apa salahnya? Tapi, kalau ternyata nggak ada apa-apa, malah takutnya bikin mereka jadi saling canggung. Ujung-ujungnya nggak temenan kayak sekarang lagi.”Di antara semua orang di dunia ini, Levi adalah sosok tak terduga yang akan memberi pembelaan untukku dan Marco. Karena sebelum ini, justru cowok satu ini sangat suka melontarkan komentar iseng, termasuk yang berbau perjodohan buatku dan Marco.“Tumben kamu bisa mikir lurus, Lev.” Marco ak
Magbasa pa
Frozen [2]
“Astaga! Kamu mau bilang kalau kamu itu orang alim, ya? Pede amat, Co!” Cliff terperangah. Lalu, dia geleng-geleng kepala. “Nih anak beneran diduduki begu ganjang, kayaknya. Ditinggal beberapa hari doang, udah kayak beda kepribadian.”“Udah, jangan banyak cingcong! Yuk, kita pulang dulu,” Levi mencolek bahu Cliff. “Nggak usah merasa jadi korban gitu, Cliff! Yang mulai nyari perkara, siapa? Makanya, lain kali kayak kata Yuma tadi. Pura-pura rabun aja dulu, sebelum ada konfirmasi jelas dari yang bersangkutan.” Levi menyeringai.“Salahkan Levi yang mendadak punya hati nurani. Padahal aku udah bantuin kamu lho, Cliff,” imbuh Yuma. Cowok itu juga bangkit dari tempat duduknya. “Tapi, aku setuju sama Levi. Mending kita pulang dulu. Biar kamu juga cepat ketemu Joyce. Udah kangen, kan?”“Kalian memang udah pada ngaco. Ngapain bawa-bawa Joyce segala?” ulang Cliff sembari mendengkus kesal.
Magbasa pa
Frozen [3]
“Nanti kukasih tau detailnya. Sekarang, kita masuk dulu ke dalam, aku mau ngecek beberapa hal. Kamu bisa ngeliat Noni dan Sonya lagi.”“Oke,” putusku cepat. “Tapi janji, ya. Kamu beneran ngasih tau aku kenapa hari ini ... agak beda. Jangan malah bohong dan ingkar janji.”“Iya, aku nggak bakalan bohong,” Marco meyakinkanku.Aku pun menghabiskan waktu sekitar setengah jam lagi di Puan Derana. Aku batal melihat Sonya karena terlalu asyik berada di ruang bayi. Meski tetap belum bernyali untuk menggendong Noni, ada kemajuan besar yang terjadi hari ini. Aku berhasil mengganti popok meski memakan waktu agak lama. Untungnya, Sissy dengan sabar menungguku menuntaskan pekerjaan mahaberat itu.“Kamu nggak punya adik ya, Nef?" tanya Sissy setelah meletakkan Noni ke dalam boksnya. “Anak tunggal? Atau malah anak paling kecil?”Pertanyaan itu membuat otakku bekerja keras. Bagaimana aku harus menjaw
Magbasa pa
PREV
1
...
45678
...
29
DMCA.com Protection Status