Semua Bab Wonderstruck: Bab 31 - Bab 40
281 Bab
What's Up? [2]
Setelah membuang waktu lumayan lama untuk mengenang masa lampau, kuputuskan untuk melanjutkan rencana untuk mematangkan rencana skripsi. Akhirnya, setelah memperimbangkan dengan serius, aku membuat keputusan dan mulai membuat coret-coretan daftar isi. Aku baru mencapai bab dua saat pintu kamarku diketuk.Bermalas-malasan, aku akhirnya bangkit dari ranjang. Mengira akan berhadapan dengan salah satu teman indekos atau pengurus Rumah Borju, aku ternganga karena justru berhadapan dengan kakak dan ... mamaku!“Mama kangen sama kamu, Nef.” Kalimat pembuka itu diikuti dengan pelukan kencang. Aku tidak memiliki waktu untuk bereaksi. Di belakang Mama, Nike tampak geli melihat responsku.“Ma, meluknya jangan terlalu kencang. Aku sesak napas,” kataku nyaris berbisik.“Maaf. Mama cuma kangen sama kamu, nggak bermaksud bikin sesak napas.” Mama melepaskan dekapannya. Perempuan itu sempat menangkup kedua pipiku, lalu mundur dua langka
Baca selengkapnya
Tragedy [1]
Kekhawatiranku ternyata tidak berlebihan. Ada masalah yang membuat Mama sampai pulang ke Indonesia. Meski aku keliru tentang satu hal. Bahwa rumah tangga Mama dan Uncle Eddie baik-baik saja, tidak ada persoalan yang perlu dicemaskan. Yang membuat ibuku datang ke kampung halamannya adalah hal lain. Mama ingin membujukku agar pindah ke Perth setelah selesai kuliah!Mama tidak langsung membahas masalah itu setelah kami meninggalkan Rumah Borju. Melainkan saat kami bertiga makan malam. Jadi, Mama sengaja membiarkan acara makan siang dan belanja berlalu dengan tenang hingga aku mengira tidak ada sesuatu yang akan dibahas dengan serius.Ya, Mama dan Nike memang suka berbelanja. Karena di sini tidak banyak pilihan menarik, aku pun mengajak mereka ke butik tempat Lita bekerja. Koleksi butik itu memang eksklusif dan sudah pasti bagus. Temanku itu pun sibuk meladeni kakak dan ibuku memilih barang-barang yang mereka sukai sementara aku membaca novel di sebuah aplikasi daring.
Baca selengkapnya
Tragedy [2]
Mama tersenyum. “Pikirin lagi ya, Nef,” ulangnya. “Mama pengin kita bisa ngumpul lagi. Walau mungkin nggak bisa bareng bertiga karena Nike punya kerjaan di sini.”Aku ingin memprotes bahwa itu tindakan pilih kasih. Kenapa Mama mempertimbangkan serius masalah pekerjaan kakakku tapi bersikap sebaliknya denganku? Namun, senggolan lengan Nike membuatku menahan diri. Mama takkan bisa memaksaku. Aku berhak mewujudkan cita-citaku sendiri, kan?Situasi menjadi lebih santai ketika Nike mulai membicarakan tentang pekerjaannya sebagai pramugari. Aku lebih banyak menjadi pendengar. Mama juga bercerita tentang suami tercintanya yang memang selalu bersikap baik.Aku tak ingin mengingat Papa di saat seperti ini. Akan tetapi, justru itu yang terjadi. Entah sudah berapa lama kami tak bertemu. Aku tidak tahu dengan keluarga lain yang mengalami perceraian, tapi yang kualami cukup menyedihkan. Perceraian orangtuaku juga memisahkanku dengan Papa. Itu hal yang
Baca selengkapnya
Crash! Boom! Bang! [1]
Meski komentar Mama itu sebenarnya lucu, aku tak sanggup tertawa. “Nggak ada apa-apa, Ma. Aku tau tempat itu karena yang namanya Marco itu temen kuliahku. Aku pernah sekali ke tempat penampungan bareng yang lain,” kataku dengan pikiran melayang-layang.“Aku belum pernah ngeliat kondisi tempat itu, sih. Cuma tau dari cerita Tante Danty doang,” sahut Nike.“Kakak sering ketemu sama yang namanya Tante Danty itu?” tanyaku ingin tahu.“Nggak bisa disebut sering, sih. Cuma kalau lagi di sini, kami ketemuan walau cuma ngobrol sebentar. Karena kan memang udah kenal lama, dulu pun aku sering main ke rumah Winda. Makanya lumayan tau soal Puan Derana itu.” Nike menghela napas. “Namanya unik, ya? Makanya mudah nempel di kepala.”“Kenapa orangtua temenmu itu malah bercerai setelah anaknya meninggal, Ke?” sela Mama.“Aku pun nggak tau, Ma. Tapi kalau dari cerita Tante Danty, kayaknya k
Baca selengkapnya
Crash! Boom! Bang! [2]
Sebenarnya, aku ingin bertanya pada Levi tentang kakak Marco. Namun aku masih menimbang-nimbang. Hingga ucapan Levi membuat perhatiannya teralihkan.“Aku sih tadinya oke-oke aja pas Cliff mau nyomblangin Marco dan Joyce. Tapi lama-lama malah jadi kasian sama Joyce karena Marco nggak ada respons gitu. Aku udah ngomong sama Cliff, nggak usah ngajak Joyce lagi ketemu Marco. Takut anak orang patah hati,” ujar Levi dengan nada serius. “Kayaknya, sekarang ini Marco balik lagi fokus sama Puan Derana. Nggak mikirin cinta-cintan. Eh iya, sama kuliah juga. Karena dia udah ketinggalan empat semester dibanding yang lain. Marco kan udah tua dibanding temen-temen seangkatannya.”Tawaku pecah mendengar gurauan Levi. Cowok itu pun ikut tergelak. Aku teringat diri sendiri yang sempat menganggur setahun. Kadang, ada penyesalan karena sudah membuang waktu. Di sisi lain, aku tahu tak ada gunanya meratapi yang sudah terjadi. Namun kemudian aku mengingatkan diri send
Baca selengkapnya
Radioactive [1]
Yuma dan Levi perlahan-lahan menjadi teman favoritku. Keduanya bisa membuatku tergelak karena ucapan-ucapan konyol mereka. Ditambah kecuekan Yuma yang tak sungkan mengaku jika belum mandi selama dua hari atau kehabisan pakaian bersih. Padahal, dulu aku mengira Yuma tak sekonyol itu. Terkadang agak serius, mirip Marco. Nyatanya, aku salah. Memang, menilai seseorang lewat kulit luar saja, sering menyesatkan. “Baru kali ini aku ngeliat ada yang bangga karena punya daki lebih banyak dibanding orang normal,” hina Levi. Cowok itu geleng-geleng kepala sambil menatap sahabatnya. “Untungnya kamu ketolong karena rada cakep. Atletis pula. Coba kalau jelek? Paket lengkap untuk dicemooh seumur hidup.”“Aku tau itu, Lev. Makanya aku nggak mau sombong. Dikasih Tuhan tampang cakep, nggak perlu sok-sokan pamer setiap saat. Aku lebih suka menyembunyikan apa yang kupunya. Kasian sama yang nggak seberuntung aku. Sejak kecil, aku belajar berempati sama o
Baca selengkapnya
Radioactive [2]
Seperti biasa, obrolan dengan teman-teman kuliah saat di kampus, tak jauh-jauh dari topik tentang skripsi. Ada yang mengaku stres karena belum menemukan tema yang cocok, ada yang pusing karena masih harus mengulang beberapa mata kuliah semester depan dan mungkin takkan bisa lulus tepat waktu. Ada pula yang merasa tak bergairah menuntaskan kuliah karena mencemaskan masa depan.“Aku malah jadi takut kalau udah lulus. Takut nggak bisa dapat kerjaan yang sesuai harapan. Takut malah jadi pengangguran,” cetus Ferry, cowok supel yang selama ini tak terlihat memiliki kesulitan apa pun dalam hidupnya. Pengakuan itu membuat semua yang mendengar saling bertatapan karena terlalu kaget.“Serius?” tanya Sarah, menegaskan.Ferry mengangguk. “Ngapain aku bohong? Kemarin-kemarin sih berusaha nggak mikirin. Makin ke sini malah jadi makin stres. Lama-lama bisa depresi kalau kayak gini.”Pritha yang selalu berpikir positif itu pun langsung
Baca selengkapnya
Hero [1]
Aku baru selesai mandi dan memutuskan untuk segera makan malam. Setelah menyisir rambut dengan gerakan cepat, aku keluar dari kamar. Saat hendak menuju dapur, aku berpapasan dengan Chicha dan Trudy. Keduanya sedang mengobrol dan terselip nama Marco di antaranya. Aku tidak sengaja berniat menguping atau mencari tahu, tapi ucapan Chicha membuatku terpaksa menghentikan langkah.“Nef, kan lumayan akrab sama Levi dan teman-temannya. Apa udah dengar kabar soal Marco?” tanya Chicha padaku.Aku mengerutkan glabela. Pertanyaan Chicha membuat perasaanku tak nyaman seketika. Kata-kata teman satu indekos denganku itu menyiratkan sudah terjadi sesuatu. Mau tak mau, aku pun teringat obrolan beberapa jam silam dengan Levi dan Yuma. Namun, tadi yang dicemaskan Levi adalah Cliff, bukan Marco.“Memangnya Marco kenapa?” tanyaku was-was. “Ada masalah ya, Cha?”“Marco masuk rumah sakit, katanya dikeroyok preman,” sahut Chicha me
Baca selengkapnya
Hero [2]
“Marco pernah ngasih tau, Puan Derana belakangan ini bikin program baru. Belum terlalu lama, sih. Mungkin sekitar dua atau tiga bulanan,” Levi memulai. “Ada jadwal saat relawan Puan Derana keliling Siantar untuk ketemu cewek-cewek yang lagi ‘jualan’ di tempat-tempat umum.” Kedua tangan Levi membuat tanda petik di udara.“Biar kuperjelas, ya. PSK, maksudnya, Nef,” tambah Yuma.Levi menoleh ke kanan. “Kamu kira Nef segitu begonya sampai nggak tau siapa yang kumaksud?” protesnya. “Udah ya, nggak usah menyela kalau orang dewasa lagi ngomong.”“Hush! kenapa malah berantem, sih?” gumamku dengan suara rendah. “Omong-omong, mamanya Marco beneran udah pulang?”“Iya, memang udah pulang. Kami paksa, sih. Tante Danty banyak kerjaan, tadi pun baru ketemu sama donatur Puan Derana. Kasian kalau harus jagain Marco juga di rumah sakit.” Levi mendadak menyipitkan mat
Baca selengkapnya
Who Are You?
Malam itu, aku kembali menginap di rumah sakit. Kali ini, Yuma juga ikut serta. Levi sempat mengontak Cliff beberapa kali, tapi gagal total. Ponsel cowok itu tidak aktif. Aku masih tidak tahu apa yang terjadi pada Cliff dan keluarganya. Tampaknya, ada banyak rahasia yang melingkupi hidup cowok itu.Marco hanya berbaring berjam-jam, nyaris tak bergerak sama sekali. Kadang, Yuma atau Levi menghampiri ranjangnya, bertanya apakah cowok itu membutuhkan sesuatu. Aku memerhatikan diam-diam.Sejak pertama kali mengenalnya, bagiku Marco adalah orang yang selalu mengejutkan. Mulai dari cara kami berkenalan yang spektakuler itu. Kemudian, diikuti dengan aktivitasnya di Puan Derana. Aku tak ingat jika pernah mengenal secara pribadi seseorang dengan totalitas seperti Marco dalam membantu orang lain.Hari ini, mungkin menjadi puncak yang membuatku -mau tak mau- kian kagum pada Marco. Dengan kondisi babak belur yang menurut Levi membuat sahabatnya itu sampai kehilangan salah s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
29
DMCA.com Protection Status