All Chapters of Wonderstruck: Chapter 41 - Chapter 50
281 Chapters
Finesse [1]
Bagaimana caranya hingga aku bisa mengetahui nama asli Sonya? Ini detailnya.Saat aku dan Marco memasuki ruang tamu  Puan Derana, suasananya cukup ramai. Pengurus, relawan, dan penghuni tempat itu berbaur.  Ada yang sedang mengobrol, bicara di telepon, hingga membaca buku. Sonya sedang duduk di sofa. Sendirian. Gadis yang sepertinya belum berusia dua puluh tahun itu, sedang bersenandung. Ada headset terpasang di telinganya.Suara Sonya tergolong bagus, sama sekali tidak fals. Dia menyanyikan lagu Perfect milik Ed Sheeran dengan baik. Bahasa Inggris-nya pun fasih. Saat menyadari kehadiran orang lain di ruangan itu, Sonya mendongak. Mata gadis itu berbinar tatkala melihat Marco."Halo, Marco." Dia melambai. "Kamu pacarnya Marco?" Ucapannya ditujukan padaku."Nggak. Aku temannya Marco," balasku sembari tertawa kecil. "Namaku Nefertiti. Biasa dipanggil Nef," beri tahuku dengan suara pelan. Jujur saja, ada rasa cemas jika gadis ini
Read more
Finesse [2]
Aku tertawa kecil sembari menggeleng. Tangan kananku melemparkan dadu lagi. Aku harus maju dua langkah. Sejak tadi, Sonya sudah menang berkali-kali dariku."Papaku tinggal di sini juga, tapi udah nikah lagi."“Kenapa nikah lagi? Mamamu pasti sedih,” kata Sonya.“Hmm, kurasa juga begitu. Tapi, Mama dan Papa berpisah waktu aku masih SD. Mereka terlalu sering berantem dan merasa bahwa bercerai adalah solusinya,” ucapku. Sesaat kemudian aku melongo sendiri. Kenapa aku harus menceritakan problem orangtuaku pada gadis ini meski dengan bahasa sederhana?"Kalian sering ketemu? Kamu dan papamu?" tanya Sonya lagi."Jarang. Aku malah udah lama nggak ketemu Papa. Paling-paling kami cuma ngobrol di telepon," ungkapku. Tangan kiriku menyibakkan poni yang menghalangi pandangan."Kamu benar-benar kasian lho, Nefertiti. Punya papa tapi jarang ketemu,” ucap Sonya, terdengar prihatin. “Kalau aku, memang nggak mungkin bisa ke
Read more
Exhale [1]
Kami berangkat ke rumah sakit dengan ambulans milik Puan Derana. Marco dengan cekatan membawa serta satu tas besar berisi keperluan Sonya dan bayinya. Tak cuma aku, Marco, dan Sonya yang menuju rumah sakit, melainkan juga Tante Danty dan relawan bernama Sissy. Ibunda Marco tiba di rumah penampungan setelah ditelepon putranya, masih mengenakan seragam karena memang belum jam pulang kantor.Aku baru tahu bahwa proses melahirkan bisa memakan waktu berjam-jam. Sungguh tersiksa melihat Sonya kesakitan sambil menggenggam tanganku, mengaduh-aduh berjuta kali tapi aku tak bisa melakukan apa pun untuk meringankan penderitaannya. Menurut dokter kandungan, Sonya belum akan bersalin sampai dini hari. Karena pembukaannya belum lengkap. Apa pun maksudnya, aku tak benar-benar paham.Aku cuma berada di ruang bersalin kurang dari satu jam. Tante Danty memintaku menunggu di luar saja bersama Marco. Awalnya, Sonya tak memberi izin. Dia malah makin kencang memegang tanganku. Namun ibunda
Read more
Exhale [2]
Aku memikirkan ucapan Marco. Itu memang pilihan yang masuk akal. Karena kondisi mental Sonya belum stabil. Aku tak berani membayangkan apa saja yang sudah dilalui gadis muda itu hingga nekat kabur dari rumah dan mengemis. Entah sudah berapa lama pula dia berada di jalanan. Apakah selama berkeliaran menjadi gelandangan, tak ada anggota keluarganya yang pernah bertemu dengan gadis itu? Padahal, lokasi tempat Sonya pertama kali ditemukan, pasti tak terlalu jauh dari toko perhiasan milik keluarganya. Pertanyaan-pertanyaan itu jungkir balik di kepalaku hingga membuat pusing.Di saat yang sama, aku teringat alasan Tante Danty membangun Puan Derana. Hingga detik ini, aku belum pernah membahas tentang hubungan Nike dengan kakak kandung Marco. Apakah ini saat yang tepat untuk menyinggung topik itu?"Lapar nggak, Nef? Kita kan belum makan." Marco menunjuk arlojinya. "Ini udah hampir setengah delapan."Aku menimbang-nimbang selama lima detak jantung. "Lapar, sih. Tapi aku
Read more
Seize The Day [1]
"Aku ikut berduka ya, Co." Cuma kalimat itu yang mampu kulisankan. Aku tak memiliki stok kata-kata penghiburan untuk cowok itu. Membayangkan tragedi yang harus dilalui oleh keluarga Marco, aku benar-benar merasa ikut remuk."Makasih, Nef,” sahut cowok itu.Jari-jariku saling meremas. "Pelakunya ditangkap polisi, Co?" tanyaku hati-hati."Nggak. Mama sempat mau lapor polisi, tapi akhirnya batal. Karena kondisi kakakku nggak memungkinkan untuk ngasih keterangan ke pihak yang berwajib.  Selain itu, Mama baru tau kalau terjadi perkosaan setelah lewat beberapa minggu. Nggak ada bukti fisik, mau visum pun udah sangat terlambat. Si cowok itu ngakunya mereka melakukan hubungan atas dasar suka sama suka. Nggak ada paksaan."Aku membuat gambaran situasi kala itu di kepalaku. Pernyataan yang saling bertolak belakang antara si korban dan pelaku, ketiadaan bukti, hingga kondisi mental kakak Marco yang sedang terpuruk. Semua tumpang tindih dan tak bisa menjad
Read more
Seize The Day [2]
Aku senang karena Marco tidak mengajukan pertanyaan. Cowok itu  bergumam, "Kita satu tim ya, Nef. Produk keluarga broken home. Perceraian nggak seharusnya terjadi karena yang kena imbasnya kita-kita ini. Tapi,  nggak bisa maksa juga supaya orangtua kita tetap bareng. Bagaimana kalau itu bikin mereka makin menderita? Jadi, anak-anak kuat kayak kita ini yang dipilih Tuhan jadi 'korban'. Berarti, kita memang istimewa." Marco membuat tanda petik di udara. "Aku nganggap itu sebagai sanjungan."Kalimat terakhir Marco membuatku tersenyum. "Aku suka caramu memandang perceraian orangtua kita sebagai sisi positif," balasku."Harus gitu, Nef. Karena kalau fokus sama hal-hal yang bikin manusia menderita, rasanya nggak ada gunanya terus hidup."Aku tak terlalu paham makna kata-kata cowok itu. "Maksudmu?"Marco menunda memberi jawaban karena harus menjawab telepon. Dari potongan obrolan yang kudengar, si penelepon adalah ayah cowok itu. Sebelum
Read more
Feel [1]
Aku bersiap pulang ke Rumah Borju sekitar pukul delapan. Marco berniat mengantarku tapi tentu saja kutolak. Cowok itu nyaris tak tidur semalaman, sama sepertiku. Selain itu, Marco juga sudah sibuk ini-itu begitu hari terang. Karena mamanya harus bekerja seperti biasa. Jadi, Marco yang menggantikan Tante Danty mengurus Sonya. Bersama Sissy, tentunya.“Kamu harus tidur setelah nyampe di kosan ya, Nef,” Marco mewanti-wanti sebelum aku meninggalkan Kasih Ibu. “Jangan ke mana-mana dulu.”“Oke,” balasku sembari menguap.Marco tertawa kecil. “Lain kali, jangan ikutan melek semalaman kalau ada yang mau lahiran, ya? Nggak ada enaknya, kan? Walau nanti setelah dari sini kamu bisa tidur lama, tetap nggak bisa ‘membayar utang’ karena hari ini sama sekali nggak merem.”Mataku berair. Aku memang butuh tidur karena tak terbiasa terjaga nyaris semalaman. Namun, aku tak sepenuhnya setuju dengan ucapan Marco. &ldq
Read more
Feel [2]
“Kamu kenapa? Mau ke rumah sakit?”“Tasku dijambret,” kataku dengan suara gemetar. Pengalaman tadi benar-benar membuatku ketakutan.“Kamu ... Nefertiti Kamelia, kan?” tanya cowok itu. “Lupa sama saya?”Aku mengerutkan glabela. Kurasa, ini bukan saat yang tepat untuk mengingat siapa cowok ini. Pipi, lutut, dan sikuku terlalu sakit dan membuat konsentrasiku terpecah. Perlahan, aku berusaha bangun dari trotoar. Tubuhku sudah basah kuyup.“Maaf, saya beneran nggak ingat,” kataku. Cowok itu membantuku menegakkan tubuh.“Saya pernah jadi asisten dosen Pak Anwar Daulay, untuk mata kuliah Statistika Ekonomi dan Bisnis. Tapi sekarang nggak lagi.”Ingatanku pun tiba-tiba menjadi terang-benderang. “Bang Redho?” Pupil mataku membulat. Cowok itu mengangguk.“Mau ke rumah sakit, Nef? Atau ke kantor polisi? Biar saya antar.”Aku menggeleng. “
Read more
Feel [3]
Setelah masuk ke kamar, aku buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku celana. Kemudian, aku pun menelepon pihak customer service dari bank tempatku menabung. Pakaianku memang basah kuyup tapi untungnya ponselku terlindungi dan tidak sampai rusak.Setelah melaporkan kehilangan ATM dan meminta rekening diblokir, barulah aku menuju kamar mandi. Pipi dan sikuku terasa perih saat terkena air. Begitu selesai mandi, aku mengobati siku yang luka dan baret di pipiku. Lututku aman meski masih menyisakan nyeri. Pipiku pun berdenyut. Hingga kuputuskan untuk meminum obat pereda nyeri.Saat berbaring di ranjang, aku menyadari bahwa kantukku lenyap entah ke mana. Denyut di pipi dan lututku mulai berkurang. Begitu juga dengan sikuku. Mungkin pengalaman sebagai korban penjambretan tadi sudah membunuh keinginanku untuk tidur. Tiap kali mengingat bahwa sudah menjadi korban kejahatan, aku marah sekali. Aku benar-benar membenci ketidakberdayaan. Mau tak mau, pikiranku terbang pada p
Read more
Feel [4]
Semua benda yang kubeli, dibungkus dengan cantik. Jadi, total ada empat buah kotak berisi hadiah dariku. Setelah itu, aku kembali ke tempat indekos. Besok, aku akan mengunjungi Sonya lagi. Aku berharap, kondisi gadis itu baik-baik saja dan segera diizinkan dokter meninggalkan rumah sakit.“Ya Tuhan, semoga Sonya baik-baik aja. Kuharap, kehadiran bayinya membawa serta hal-hal positif dalam hidup Sonya,” doaku sungguh-sungguh.Malam itu, aku tidur dengan rasa nyeri masih mengusik siku, lutut, dan pipi kananku. Satu kebodohan tambahan yang kusesali saat bangun keesokan paginya, aku tak terpikir untuk mengompres pipiku. Aku juga tidak mengecek area yang terluka dengan detail. Alhasil, aku mendapati pipiku membengkak dan membuat wajahku tampak aneh.Sebelum meninggalkan Rumah Borju, aku menelepon Marco. Kali ini, cowok itu menjawab panggilanku. Marco mengabari bahwa Sonya sudah pulang ke Puan Derana sejak tadi malam. Dokter menilai kondisi ibu dan bayinya
Read more
PREV
1
...
34567
...
29
DMCA.com Protection Status