Lahat ng Kabanata ng The Undying Tales of AGORA BEAK: Kabanata 41 - Kabanata 50
84 Kabanata
Beban di Pundak
Yongki menunjukkan kapasitasnya dalam mengatur strategi. Meski kemampuan Contus yang masih misterius pasca serangan terakir, Ia berusaha merakit informasi yang dimiliki seluruh pihak. Seluruhnya memperhatikan secara serius, Ayu sesekali melirik melihat kepulan asap yang sesekali bergerak di arah Contus."Mba Kida, engga lebih baik kamu ikut bergabung di sini?" tanya Jimi yang memperhatikan Kida malah asik mengeluarkan dan menginvetarisasi bermacam senjata yang ia bisa keluarkan entah dari mana."Tinggalkan dia, Jimi. Kida mungkin adalah sangat sedikit dari mangata yang mampu melakukan banyak hal secara sekaligus," ucap Yongki. Jimi terpukau dengan pernyataan itu, namun ia mencoba meledek."Baik bang. Saya perhatikan wajah Mba Kida yang sedang serius sangat cantik juga.." celetuk Jimi. Tiba-tiba sebuah pisau besar terjatuh dari pegangan Kida, membuat seluruh orang menoleh kecuali Ayu yang membuang muka dan menahan tawa."Haah.. Sudah, jangan ganggu seniorm
Magbasa pa
Contus Final Act
Setelah mendudukan Kani kembali, Jimi mencari sebuah kotak berisi mesin atau sejenisnya. Ia menemukan sebuah kotak panel di kabin masinis. Dengan sekali tarikan, kotak panel tersebut terputus dari kabel yang mengikatnya. Jimi juga mematahah sebuah batang besi pegangan."Ok! sudah siap semua. Ini harusnya cukup," pikir Jimi. Keringat membasahi keningnya, ia paham waktu dan momennya semakin kritis. Jimi membopong kembali Kani yang masih lemas dan memapahnya hingga melintasi satu gerbong di belakang gerbong yang berisi sandera."Obor!" dengan dipusatkannya semburan api pada tangan, tongkat besi yang digenggam Jimi kini diselimuti api hitam, namun tidak melelehkan benda tersebut."Jimi, sebelum gue pingsan lagi. Dengarkan ini baik-baik," ucap Kani dengan nada bicara yang pelan dan lirih."Simpan untuk nanti saja. Bang Yongki juga sudah berpacaran dengan Mba Ayu," ucap Jimi ringan. Kani terbelalak mendengar ucapan Jimi, ia tidak menyangka mendengar hal tersebu
Magbasa pa
Ne Bis In Dem
"Gue juga ada teman yang seperti batu di kelas, Ayu," celetuk Yongki. Ayu mengangguk dengan wajah sok serius. "Benar juga, di kelas saya juga ada. Tapi apa orang seperti itu bisa ditaklukan hatinya?" balas Ayu. Yongki menggeleng pelan seperti hilang harapan. "Mungkin bisa, tapi sulit. Bisa jadi wanita itu harus menunggu bertahun-tahun. Tapi siapa yang tahu." kini giiran Jimi yang manggut-manggut. "Jadi memang menjadi seorang perempuan itu sulit apalagi kalau pria yang ia sukai.." belum selesai Jimi bicara, Kida sudah terlanjur emosi. "Berisik! kalian semua berisik! Gue ga mau ikut penugasan bareng kalian lagi!" omel Kida dengan kedua tangan yang terkepal. Bukannya takut, namun Yongki dan Ayu malah terkekeh. "Ok, ok. Gue minta maaf. Gue engga ngomong lagi. Hi hi. Ayu, sekarang kita fokus," ucap Yongki dengan nafas yang berusaha ia atur agar tawanya bisa hilang. Ayu masih membuang muka dan cekikikn kecil. Jimi menunduk berusaha menghindari mata
Magbasa pa
Long Last Serenity
[Stasiun Mangga Besar] "Gue harus menyusul ke Monas, semoga mereka sudah menemukan letak into terak Contus," batin Kani. Ia sedang berlari menyusuri tangga untuk keluar dari stasiun. Walaupun ia telat, Kani masih bisa memberitahu yang lain soal inti terak tersebut. Saat ia sampai di di depan stasiun ada pengendara motor yang mengebut dan berhenti tepat di depannya. Seluruh yang sedang menunggu mendadak menjauh. Pengendara motor dengan pakaian serba gelas itu menawarkan helm kepada Kani, namun Kani enggan menerimanya. Sadar ada yang salah, pengendara itu membuka kaca helmya dan melihat Kani dengan mata kuningnya. Kani segera menyambar helm itu dan naik di jok belakang. Tanpa basa-basi pengendara itu memacu motornya dengan sangat cepat meninggalkan Stasiun Mangga Besar. "Kita kemana?!" tanya pengendara itu. "Gambir bang! Contus akan menyerang tempat penyimpanan mineral galian di ruang bawah tanah Monas!" balas Kani, ia kemudian mengelua
Magbasa pa
Juwita Malam
Tidak ada waktu, Contus menaruh kepercayaan diri yang tinggi pada daya tahan tubuhnya. Ia mengayun tubuh Ayu dan dan memukulnya kepalanya. Sekejap guncangan keras di kepala membuat perempuan itu setengan pingsan, kesadaran hampir hilang total. "Ayu!!" Teriakan Yongki semakin samar di telinga Ayu. Contus belum juga tenang karena ia harus berkonsentrasi penuh menerima serangan harpoon Yongki. "Yong.. ki? Ah, sebentar lagi efek merpati akan hilang. Saya harus membantu Yongki.." gumam Ayu. Kesadarannya sudah makin hilang, darah mulai mengalir dari hidungnya. Yongki sudah terbebas dari injakan Contus namun hanya salah satu lengannya yang dapat ia gunakan. Ayu memperhatikan dengan baik bagaimana Yongki berusaha keras mengerahkan kekuatanya untuk menggerakan harpoon itu menembus dada Contus. Nama Ayu terus diteriakan Yongki berulang-ulang, padahal saat Yongki melepas nafasnya kembali, darah kembali memuncrat dari dalam mulutnya. "S
Magbasa pa
Nafas lain yang dihirup
[Peron Stasiun Juanda]Zap!Kekuatan Ayu sekejap hilang. Tidak lama berselang sebuah ledakan besar terlihat dari kejauhan, namun getarannya terasa hingga tempat mereka berdiri. Jimi dan Kida memang awalnya berdiri sejajar melihat ke arah rel, namun mendengar suara ledakan, mereka menoleh dan sedikit beranjak dari tempatnya. Belum ada juga satu patah katapun yang keluar dari mulut mereka berdua.Suara lolongan Contus yang samar namun terdengar bersamaan dengan tubuhnya yang mendadak membesar terlihat dari kejauhan. Saat Contus menyemburkan api hitam besar dan panjang terakhir, baru ada sebuah reaksi yang muncul di antara mereka."Engga adil.. Kalian engga adil," Isak Kida yang kemudian berlari meninggalkan Jimi sendiri."Kida.." Peron stasiun itu terasa sangat sepi hanya Jimi yang berdiri di buai hembusan angin malam. Pakaian Jimi sudah compang-camping dan perlahan rasa sakit akibat luka saya dan lebam mulai bermunculan."Nak
Magbasa pa
Among Two Edges
Tiga hari berlalu sejak insiden kereta api Contus, Yongki dan Ayu sudah dimakamkan dua hari yang lalu. Pukulan sangat dirasakan oleh grup satu dan seluruh mangata yang pernah bekerja bersama Yongki. Jimi dan Afif juga hadir di acara penghormatan terakhir Yongki dan Ayu, Namun Jimi tidak menemukan Kida di acara itu. Tepat diakhir acara, Mischa meminta Jimi menghadap ke ruangannya di hari senin.[Ruang kelas Jimi dan Afif, senin pagi]"Hilmi, sudah pergantian jam olahraga, lo engga ganti baju?" tanya Afif yang sudah mengeluarkan pakaian olahraga dari tasnya."Gurunya engga ada kan? lo paling cuma mau main futsal atau basket kan?" sahut Jimi yang meletakkan kepalanya di atas meja."Sudahlah ayo! kita satu olahraga bareng kelas 2 dan 3 juga, kita tanding dengan mereka!" Afif masih bersikeras mengajak temannya itu."Malaaas.." Jimi memutar kepalanya memalingkan pandangan dari Afif, namun malahdi depannya berdiri Soca yang sudah mengguna
Magbasa pa
Jie Jie
Tiga hari berlalu sejak insiden kereta api Contus, Yongki dan Ayu sudah dimakamkan dua hari yang lalu. Pukulan sangat dirasakan oleh grup satu dan seluruh mangata yang pernah bekerja bersama Yongki. Jimi dan Afif juga hadir di acara penghormatan terakhir tersebut. Namun Jimi tidak menemuka Kida di acara itu. Tepat di akhir acara, Mischa meminta Jimi menghadap ke ruangannya di hari Senin.   [Ruang Kelas Jimi dan Afif, Senin pagi]   “Hilmi, sudah pergantian jam olahraga. Lo engga mau ganti baju?” tanya Afif yang sudah mengeluarkan pakaiannya olahraga dari dalam tasnya. “Gurunya engga ada kan? Lo paling Cuma mau tanding futsal atau basket saja kan ?” sahut Jimi menyangsikan ajak Afif sambil meletakkan kepalanya di atas meja. “Sudah, ayo! Kita satu jam pelajaran dengan kelas 2 dan 3. Masa tanding saja lo engga mau?” Afif masih bersikeras mengajak temannya itu. “Malas...” Jimi memutar kepalanya, memalingkan pandangan dari
Magbasa pa
Yongki's Legacy
Jimi tidak membuang waktunya. Ia menceritakan seluruh rencana Contus. Mulai dari memanfaatkan Kani yang memiliki kemampuan vital, tujuan Contus menggiring Agora Beak menuju Monas di mana seluruh galian Agora ditimbun di sana, hingga kebangkitan Astoret. Mischa, Umbu dan Teja mendengarkan dengan serius. "Astoret.. jadi itu raja mereka? mungkin Terak Nova keempat?" ucap Teja setelah mereka diam cukup lama usai Jimi menyelesaikan ceritanya. "Mischa. Kapan Listu akan menunjuk kapten mangata yang baru?" tanya Umbu. Mischa menyeruput minuman di cangkirnya. "Entahlah, mungkin dalam waktu dekat. Kalian yang pernah menjabat posisi itu juga bisa menanyakannya langsung bukan?" balas Mischa. "Cih, perempuan keras kepala itu!" sergah Umbu. "Sama kayak lo goblok. Makanya engga usah marah-marah kalau rapat evaluasi," timpal Teja. "Hah! Ulangi lagi omonga lo!?" Umbu tersulut dan menantang Teja. "Go.Blok. Sudah bersihin kuping kan lo hari ini,
Magbasa pa
Sabur Limbur
"Hei Jimi! Gimana? sudah mual belum?" ledek Umbu. Ia tidak mendengar suara Jimi sama sekali sejak penjelasas terakhir Teja. Jimi ingin mengiyakan, namun bukan karena takut melainkan urusan yang jauh berbeda dengan hanya berkelahi. "Apa motivasi lo bergabung dengan Agora Beak, Jimi?" tanya Teja dengan wajah mesem. "Engga ada bang, saya masih bingung. Setelah mengalahkan Shabnock, saya merasa dendam orang tua saya sudah terangkat," jawab Jimi. ".. Sekarang lo tinggal dengan siapa?". "Bibi saya bang. Ia yang mengasuh saya sejak orang tua saya meninggal." "Engga begitu buruk ya.. dan sekarang malah kehilangan arah. Kekuatanmu akan sia-sia di depan terak jika sudah lembek seperti itu," timpal Umbu tiba-tiba. Jimi diam, biasanya ia akan marah jika ada yang menyinggung prinsip atau mendiang orang tuanya, namun sepertinya ia membenarkan ucapan Umbu. "Umbu benar. Konsentrasi lo akan goyah dan shrapnel bisa jadi hanya akan memakan diri lo," ucap
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status