Semua Bab Chemistrick: Bab 21 - Bab 30
113 Bab
Hardest to Love [2]
“Aku nggak benci sama Mama, Pa,” bantah Vivian buru-buru. “Tapi Papa tau sendiri hubungan kami kayak apa. Aku nggak bisa bermanja-manja sama Mama. Dulu, Mama yang bikin jarak, kan? Kalau sekarang mau diperbaiki, rasanya udah telat banget. Aku udah terbiasa ditolak, disuruh jauh-jauh dan nggak mengganggu Mama. Kalau dekat Mama, ada rasa cemas malahan. Takut Mama akan meledak dan marah-marah nggak keruan lagi.”Barry melipat tangan di atas meja, memandang Vivian dengan sungguh-sungguh. “Vi, kenapa kamu nggak nyoba sekali aja untuk memenuhi keinginan Mama? Kalau mau, Papa bisa mengantarmu ke apartemen Mama. Papa bisa nungguin juga di sana biar kamu nyaman. Atau, kita makan malam bertiga? Mama sengaja belum balik ke Bali sampai kamu mau meluangkan waktu untuk dia.”Itu berita yang mengejutkan bagi Vivian. Mengingat betapa selama ini Serena tak pernah peduli padanya. Dulu, Vivian kerap bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang ibu mengabaika
Baca selengkapnya
A Thousand Miles [1]
Beberapa minggu kemudian.Robin menurunkan dua buah ransel dari dalam sebuah mobil jip. Kendaraan itu yang membawanya dari Pokhara menuju Siwai. Dia berada satu mobil dengan Nania, Alex, dan Rudi. Ketiganya dikenal Robin sejak dia menjadi relawan di Fit dan Bugar.Di antara mereka berempat, hanya Robin yang memiliki sejarah ketergantungan alkohol. Rudi dan Alex sudah lama saling kenal dan diajak seorang teman untuk menjadi relawan. Sementara Nania mengikuti kakaknya yang lebih dulu menjadi relawan.Jalanan yang berdebu menyambut rombongan itu begitu mereka keluar dari jip. Robin menggendong ransel berukuran kecil yang memuat keperluan pribadinya untuk hari ini. Sementara yang berukuran lebih besar dan cukup berat itu ditenteng dengan tangan kanan. Ransel itu nanti akan dibawa oleh porter yang akan menemani perjalanan mereka selama seminggu penuh.Kemarin, Robin dan orang-orang yang mengikuti tur menuju Nepal itu berangkat dari Jakarta. Transit di
Baca selengkapnya
A Thousand Miles [2]
Sebenarnya, tidak ada keharusan untuk menggunakan jasa guide lokal. Namun pihak travel tempat Bob bekerja menerapkan aturan sendiri. Mereka menilai bahwa memakai jasa pemandu asal Nepal akan memuluskan perjalanan. Membuat para peserta trekking lebih mudah membaur dengan penduduk setempat. Lagi pula, para guide itu sudah mendapat lisensi dari lembaga resmi, terlatih melakukan pertolongan pertama, menangani gejala AMS, hingga menguasai metode penyelamatan bila diperlukan.Setelahnya, Bob mengarahkan semua orang untuk mengambil tempat di sebuah restoran sederhana. Letaknya tepat di tepi jalan, dengan meja dan bangku panjang seadanya. Matahari bersinar terang meski suhu cukup rendah. Maklumlah, saat itu awal Oktober, sudah memasuki musim gugur atau biasa disebut juga post monsoon.Robin memesan dal bhat, satu set makanan khas Nepal. Ketika bepergian ke suatu tempat, hal pertama yang dilakukannya adalah mencicipi kuliner khas dae
Baca selengkapnya
Adventure of A Lifetime [1]
Sebenarnya, liburan ke Nepal dengan tujuan utama trekking ke Annapurna Base Camp, tak pernah terpikir sekali pun oleh Vivian. Seumur hidup dia belum pernah mendaki gunung, apalagi yang termasuk jajaran Himalaya. Membayangkannya saja pun rasanya terlalu berdosa. Karena itu, awalnya ajakan Allan itu cuma ditanggapinya dengan tawa geli.“Seumur hidup aku nggak pernah naik gunung, Lan. Masa tau-tau malah nekat ke Nepal dan mendaki Himalaya? Gila itu,” tolak Vivian dengan senang hati.“Bukan mendaki, Vi. Tapi trekking.”“Sama aja!”“Kadang kita bisa bikin semuanya jadi lebih mudah dipahami kalau mengganti istilah,” sahut Allan, sok tahu.Vivian mencebik. “Terserah apa katamu, Lan. Yang jelas, aku nggak tertarik.”“Kalau mendaki, pasti bayangan yang ada di kepala adalah kita naik gunung sambil menggendong ransel berat berisi berbagai peralatan. Tiap kali mau bermal
Baca selengkapnya
Adventure of A Lifetime [2]
Mereka baru berjalan sekitar satu jam ketika Nania mengeluh lagi dan ingin beristirahat. Ini yang kedua kalinya. Ben menyetujui tanpa bertele-tele. Sementara para porter tetap melanjutkan perjalanan. Kekuatan fisik mereka benar-benar membuat Vivian kagum. Keempatnya bahkan tidak terengah-engah meski medan cukup terjal dan harus membawa beban yang berat.Walau Vivian sudah berusaha menyiapkan mental, nyatanya dia kaget juga menghadapi medan yang lumayan berat dan menguras kekuatan fisik. Mereka baru menempuh setengah perjalanan ketika Vivian mulai merasa kaki dan betisnya pegal. Untungnya kelelahan gadis itu nyaris menguap saat mereka melewati sungai berwarna toska yang luar biasa indah.Nania? Jangan ditanya keluhan yang dilontarkannya nyaris tiap lima menit. Belum lagi upayanya untuk menarik perhatian Robin yang begitu transparan dan membuatnya mendapat respons senyum penuh makna dari yang lain. Vivian yang awalnya merasa tingkah gadis itu cukup menghibur, ak
Baca selengkapnya
Adventure of A Lifetime [3]
Setelah berjalan kaki selama tujuh jam lebih dan hari benar-benar gelap, rombongan itu baru tiba di Jhinu Danda. Jika nekat meneruskan perjalanan hingga ke Chomrong, mereka membutuhkan waktu minimal dua jam lagi. Semua orang tampaknya kelelahan dan tidak ada yang menolak saat Pravin dan Ben memutuskan untuk menginap di Jhinu Danda saja.“Aku sekamar sama Vivian? Lho, bukannya dia tidur bareng pacarnya?” Nania bersuara saat Ben memberi tahu pembagian kamar. Vivian tak kuasa menahan tawa meski ada rasa malu mendengar kalimat blak-blakan itu.“Aku sepupunya, bukan pacar Vivian,” Allan menjawab. “Pantesan sejak tadi ada aja yang merhatiin dengan ekspresi aneh. Pasti kalian mikirnya kami ngapa-ngapain pas nginep di Pokhara, kan? Woi, kami pesan dua kamar. Bisa dicincang babenya Vivian kalau nekat nyolek anak gadisnya,” tambah cowok itu. “Lagian, Vivian nggak demen cowok tatoan. Katanya kurang jantan. Padahal, urusan yang satu itu ng
Baca selengkapnya
Enough! [1]
Vivian tak pernah menyangka jika kelak dia akan mendorong ayahnya untuk bercerai.Seharusnya, Vivian menginap di rumah Leona hari itu. Dia sudah membawa baju ganti dan segala keperluannya. Dia sengaja menolak ajakan Barry untuk terbang ke Bali. Vivian sangat senang karena Debby juga akan berada di rumah sahabatnya. Hari itu menjadi spesial karena Debby berulang tahun dan memutuskan akan menghabiskan waktu dengan keluarganya. Rumah Leona dijadikan pilihan karena ukurannya paling besar dan nyaman.Vivian menjadi satu-satunya orang luar yang diundang Debby. Hubungan mereka memang makin dekat. Awalnya, Debby menjadi teman mengobrol yang mengasyikkan dan penuh pengertian. Tak pernah perempuan itu bersuara dengan kalimat dan nada menghakimi. Ketika mereka bersama, gadis itu bisa bermanja-manja, hal yang tak pernah dilakukannya pada orang lain kecuali Barry. Vivian juga bisa mengobrol tentang apa saja dengan Debby.Belakangan,Vivian malah tak tahan untuk menyimpan send
Baca selengkapnya
Enough! [2]
Serena menyahut dengan suara dipenuhi kebencian yang membuat Vivian bergidik. “Kalian kan tau sendiri alasanku nikah sama Barry. Aku dipaksa almarhum Papa. Menurut Papa, Barry adalah laki-laki terbaik yang cocok untukku. Kalau aku nolak, Papa akan mastiin karierku ikut mati. Papa juga mengancam nggak akan mengakuiku sebagai anak setelah … yah … kalian tau sendiri. Waktu itu, aku ngerasa buntu dan nggak punya pilihan.”Vivian mulai merasa keringat dingin membuat kausnya mulai lembap. Dia tidak pernah tahu jika pernikahan orangtuanya berdasarkan paksaan kakeknya. Namun dia tak terlalu kaget dengan fakta itu mengingat sikap dingin Serena kepada Barry.“Kamu terlalu ceroboh, sih! Punya karier cemerlang, dikenal se-Indonesia, tapi bisanya nggak hati-hati. Udah tau selalu ada wartawan yang menguntitmu, tapi malah bikin kesalahan fatal. Sampai akhirnya ketauan punya hubungan terlarang,” respons perempuan dengan rambut dicepol. “Kala
Baca selengkapnya
You [1]
Robin masuk ke kamarnya menjelang pukul sepuluh malam waktu setempat. Rudi yang menjadi teman sekamarnya sudah terlelap dan mendengkur lumayan keras. Di luar, masih banyak bule yang duduk-duduk di halaman sambil mengobrol. Tampaknya, udara dingin tidak membuat mereka bergegas masuk ke kamar. Sebagian hendak menuju Annapurna Base Camp, sisanya sudah hampir menyelesaikan pendakian.Perjalanan hari pertama itu –bisa dibilang- belum menyuguhkan pemandangan menakjubkan. Sesekali mereka memang melihat puncak Machapuchare atau dikenal juga dengan nama Fish Tail Montain. Bahkan dari jauh pun gunung itu terlihat begitu angkuh sekaligus agung. Sayang, Machapuchare terlarang bagi para pendaki karena menjadi tempat suci dalam agama Hindu. Para pemeluk agama tersebut meyakini bahwa puncak gunung itu adalah tempat tinggal Dewa Siwa.Setelah membaringkan tubuh di atas ranjang single yang cukup nyaman, barulah Robin benar-benar menyadari rasa pegal yang mendera kakinya.
Baca selengkapnya
You [2]
Esok paginya, mereka melanjutkan perjalanan tepat pukul setengah delapan. Satu hal yang baru disadari Robin, orang-orang Nepal sangat tepat waktu dan memiliki disiplin yang tinggi. Juga sikap ramah yang ditunjukkan tanpa henti, membuat para turis merasa diterima dengan tangan terbuka. Sapaan “Namaste” yang kadang diikuti dengan kedua telapak tangan ditangkupkan di depan dada, cukup sering diterima Robin dan teman-temannya.Tampaknya, tidak ada yang merasa heran melihat sikap manja Nania yang tak jua berkurang. Serta keluhan-keluhan yang mulai terdengar saat mereka hendak sarapan. Ben dan Pravin sepertinya sudah berdiskusi panjang untuk menghadapi Nania yang terlalu sering meminta waktu beristirahat. Itu dugaan Robin. Karena tepat sebelum mereka mulai melakukan trekking, Ben membuat pengumuman.“Kemarin kita terlalu lambat karena sering berhenti. Alhasil nyampe Jhinu Danda aja udah gelap. Hari ini, target kita bisa nginep di desa yang namanya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status