Semua Bab Frozen in Love: Bab 31 - Bab 40
313 Bab
Violet dan Quinn [4]
Keheningan membungkus keduanya selama berdetik-detik. Quinn dan Violet hanya bertukar pandang. Sebenarnya, Violet tak terlalu paham alasan Quinn mendatanginya saat ini. Memangnya apa yang harus mereka lakukan?“Apa kamu tahu kalau Eirene pernah naksir pacarmu waktu SMA?” tanya Quinn tiba-tiba, memecah keheningan.Violet mengangkat alis dengan pandangan bertanya. “Nggak tahu. Jeff cuma bilang kalau dulu mereka dekat. Sering naik gunung bersama juga.”“Eirene bilang padaku soal taksir-menaksir itu. Cuma menurutnya Jeffry tidak punya perasaan yang sama.” Quinn menyisir rambutnya dengan jari sebelum mengajukan pertanyaan baru. “Kalau kamu jadi aku, apa perasaanmu mendengar pengakuan seperti itu? Dan tiap kali aku merasa sesuatu kurang pantas untuk dilakukan dan mencoba bicara dengan Eireen, kami malah bertengkar. Menurut Eirene aku terlalu cemburuan, tidak masuk akal, dan entah apa lagi.”Violet tak mampu menutu
Baca selengkapnya
Violet dan Quinn [5]
Keheningan membungkus keduanya selama berdetik-detik. Quinn dan Violet hanya bertukar pandang. Sebenarnya, Violet tak terlalu paham alasan Quinn mendatanginya saat ini. Memangnya apa yang harus mereka lakukan?“Apa kamu tahu kalau Eirene pernah naksir pacarmu waktu SMA?” tanya Quinn tiba-tiba, memecah keheningan.Violet mengangkat alis dengan pandangan bertanya. “Nggak tahu. Jeff cuma bilang kalau dulu mereka dekat. Sering naik gunung bersama juga.”“Eirene bilang padaku soal taksir-menaksir itu. Cuma menurutnya Jeffry tidak punya perasaan yang sama.” Quinn menyisir rambutnya dengan jari sebelum mengajukan pertanyaan baru. “Kalau kamu jadi aku, apa perasaanmu mendengar pengakuan seperti itu? Dan tiap kali aku merasa sesuatu kurang pantas untuk dilakukan dan mencoba bicara dengan Eireen, kami malah bertengkar. Menurut Eirene aku terlalu cemburuan, tidak masuk akal, dan entah apa lagi.”Violet tak mampu menutu
Baca selengkapnya
Violet dan Quinn [5]
Violet manggut-manggut memikirkan kemungkinan itu. Meski dirinya juga belum memiliki bayangan apa pun seperti halnya Quinn, Violet merasa gagasan bersekutu itu cukup masuk akal. Mereka bisa berbuat banyak demi mencegah pasangan masing-masing saling berselingkuh. Persekutuan yang aneh dan mungkin belum pernah ada.“Vi, apakah ada kemungkinan kamu bisa mencegah Jeffry menghubungi Eirene lagi?”Kalimat Quinn terdengar menggelikan. Namun karena Violet menangkap keseriusan di wajah Quinn, dia tidak berani tertawa. Violet khawatir, pria itu akan tersinggung.“Itu hal yang mustahil, Quinn! Aku tidak mungkin menyita ponsel Jeff atau diam-diam menghapus nomor Eirene dari kontaknya. Mereka tetap bisa berhubungan dengan mudah. Entah dengan dirimu, yang jelas teman-teman mereka banyak yang berada dalam satu lingkaran. Sementara aku beda. Jeff teman kuliahku, dan aku nyaris tak mengenal teman SMA-nya. Jujur saja, kondisi ini agak menyulitkanku ‘memant
Baca selengkapnya
Violet dan Quinn [6]
“Bukan begitu!” sergah Violet tak nyaman. “Aku tidak memandangmu jelek karena hal itu. Menurutku itu sangat wajar, kok! Aku pun pasti akan melakukan hal yang sama jika itu memang mungkin. Sayang, kakekku tidak menjadi pemilik hotel manapun.” Telinga Violet sendiri bisa mendengar nada pahit pada suaranya.Senyum Quinn yang hendak merekah karena geli melihat upaya Violet membuatnya tidak tersinggung, mendadak patah. Lelaki itu bergumam. “Kamu sepertinya jadi ... sedih.”Violet mengangkat wajahnya dan tak bisa menyembunyikan matanya yang mendadak berkaca-kaca. Quinn tampak terkejut melihatnya, tapi lelaki itu tak bicara apa pun.“Aku jadi merindukan kakekku,” aku Violet.Quinn tampak sangat hati-hati saat berkata, “Apa kamu ingin pulang ke Medan?”Violet merasakan hatinya tersengat. Lelaki ini bahkan masih mengingat obrolan basa-basi mereka di Marquiss tempo hari. Sementara dirinya sudah lupa
Baca selengkapnya
Merancang Drama [1]
Violet benar-benar merasakan sulitnya bekerja saat konsentrasi dan ketenangan hidupnya dirampas begitu saja. Oleh kata-kata Quinn yang tak masuk akal tapi –entah kenapa- mampu membuatnya diliputi gairah aneh yang serupa candu. Makin dipikirkan, justru kian terlihat menantang. Berbanding lurus dengan keinginan untuk melupakan ide liar itu.“Kamu kenapa? Sejak pagi gelisah terus,” tegur Nindy penuh perhatian. Untuk hari ini, Violet merasakan ironi yang membungkus mereka. Biasanya, dialah yang selalu memperhatikan Nindy. Namun hari ini yang terjadi malah sebaliknya. Nindy justru bisa menangkap kegelisahan yang membuat Violet tak bisa duduk dengan tenang.Violet selalu merasa bahwa dirinya adalah orang yang tergolong mudah menyembunyikan perasaan. Emosinya tak mudah mencuat begitu saja, –kecuali untuk masalah Jeffry- tersimpan rapi. Namun hari ini adalah pengecualian. Dan hal itu cukup mengganggunya.Entah berapa kali dia melakukan kesalahan
Baca selengkapnya
Merancang Drama [2]
Violet menghabiskan sisa sore itu dengan berusaha keras berkonsentrasi pada pekerjaannya. Sebenarnya, dia tak perlu secemas ini, kan? Dia juga tak harus sampai kehilangan konsentrasi dan menyusahkan diri sendiri berkali-kali. Jika memang tak tertarik, mestinya Violet langsung menolak usul dari Quinn tadi malam. Namun, nyatanya dia malah setuju. Jadi, Violet harusnya menghadapi konsekuensi dari keputusannya dengan tenang.Ketika jam pulang akhirnya tiba, Violet mengemasi barang-barangnya dengan cekatan. Dia langsung mencegat angkutan yang lewat di depan kantornya. Perjalanan yang memakan waktu sekitar dua puluh menit itu membuat jantung Violet berdebar-debar.Langkah kaki Violet agak gemetar saat gadis itu turun dari angkot. Tungkainya terasa lemas. Violet bertanya-tanya sendiri, apakah ini keputusan yang tepat? Dia sempat berdiri termangu sebelum melewati pintu gerbang restoran bernama Bukit Pangrango. Gadis itu harus berjalan di area ber-paving block dengan kondisi ya
Baca selengkapnya
Merancang Drama [3]
Suara obrolan mereka begitu riuh dan hanya berjarak dua meja dari tempat duduk Violet. Secara fisik, semuanya menarik dengan dandanan yang mencerminkan kesukaan mereka mengikuti mode. Namun  bukan itu yang membuat Violet mendadak merasa haus. Aneka gelas berisi minuman warna-warni yang ada di meja mereka sungguh menggoda mata.Violet melambai dan segera memesan satu porsi mango smoothies untuk dirinya tanpa membatalkan satu porsi air mineral tadi. Tadinya dia ingin memesankan minuman untuk Quinn juga, tapi Violet khawatir pilihannya tidak cocok. Saat kedua minuman yang dipesannya datang beberapa menit kemudian, Violet menyesapnya dengan mata setengah terpejam. Rasa mango smoothies ini sangat lezat.“Apakah minumanmu memang seenak itu?” tanya seseorang, mengagetkan.Refleks Violet membuka mata dan melepaskan sedotan yang berada di antara giginya saat mendengar suara Quinn. Seperti biasa, pria itu terlihat menawan sekaligus menju
Baca selengkapnya
Merancang Drama [4]
Pria itu tersenyum sabar. “Baiklah, aku akan menjelaskan sekali lagi.” Mereka saling bertatapan dalam satu garis pandangan. Meski suasana di sekitar kian ramai karena bertambahnya pengunjung yang ingin menikmati keindahan senja berlatar Gunung Salak, Violet merasakan sebaliknya. Keheningan  menaungi mereka berdua begitu intens. Hingga dia merasa khawatir jika Quinn bisa mendengar suara denyut nadinya dengan jelas.“Seperti katamu, Jeffry dan Eirene adalah manusia merdeka. Kita tidak mungkin melarang mereka untuk saling berkomunikasi. Sementara di lain sisi, kita berdua –terutama aku- mencemaskan mereka. Artinya, kita khawatir kalau akhirnya mereka benar-benar melampaui garis. Karena ... hmm ... semua bisa melihat kalau mereka saling tertarik.” Quinn berdeham lagi. “Sampai di sini, apakah kamu dan aku sepakat?” tanyanya.Violet tak punya pilihan selain mengangguk. “Ya,” jawabnya pendek.“Kita berdua
Baca selengkapnya
Merancang Drama [5]
“Apa suasananya selalu seperti ini?” Violet akhirnya bersuara juga.Quinn balik bertanya, “Suasana apa?”Violet mengangkat wajahnya. “Kamu selalu diperhatikan para gadis. Mustahil kamu tidak menyadari kalau para cewek di meja itu berbisik-bisik dan cekikikan sejak tadi.”Bibir Quinn merekah dalam senyum tipis yang –astaga- menawan. Suaranya yang berat dan serak itu terdengar lembut saat mengurai satu demi satu kata sebagai respons.“Aku tahu, tapi aku tidak peduli. Untuk apa? Aku sebenarnya tidak nyaman dan terganggu. Tapi aku kan tidak bisa melarang mereka untuk tidak melihatku dan bertingkah seperti itu. Jadi, tindakan yang paling aman dan masuk akal adalah mengabaikannya.”Violet terkesima. Entah kenapa, hal itu malah mendorongnya untuk kembali menunduk dan melanjutkan makan. Kebisuan kembali bertahan hingga beberapa menit ke depan. Violet menghabiskan makanannya.“Jadi, apa kepu
Baca selengkapnya
"Pendekatan" [1]
Hari Jumat itu, Vivian melangkah dengan santai sembari membenahi posisi tas di bahu kanannya. Dia sedang bersiap untuk pulang. Benaknya sudah menyusun apa saja rencana yang akan dilakukannya malam ini. Karena tak ada aktivitas apa pun, Vivian akan menghabiskan waktu di tempat indekosnya. Mungkin dia akan mengajak teman-temannya memesan makanan yang banyak.Saat itulah resepsionis memanggil namanya. “Vi, ada tamu,” ucap perempuan bernama May itu. Telunjuk kanan May terarah ke satu tempat, ruang tunggu yang berada tak jauh dari meja resepsionis.Violet terpana saat menyaksikan Quinn berdiri dari tempat duduknya. “Quinn?”“Iya, ini aku, Quinn,” balas pria itu sembari berjalan mendekat.Quinn ternyata sangat serius dengan “latihan” yang disebut-sebutnya kemarin. Padahal, Violet cuma menanggapinya dengan santai dan cenderung sambil lalu. Quinn benar-benar sengaja datang ke kantor Violet untuk menjemput gadis itu.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
32
DMCA.com Protection Status