Semua Bab Istri Keempat: Bab 41 - Bab 50
100 Bab
41. Lampu Di Paviliun
Airin bergegas masuk ke dalam paviliun dan mengunci pintunya. Dia berdiri di hadapan daun pintu itu untuk beberapa saat, lalu berbalik dan bersandar di sana. Matanya terpejam, air menetes-netes dari tubuh dan pakaiannya yang basah."Tenang... tenang... jangan dipikirkan!" gumam Airin pada dirinya sendiri.Saat dirasanya mantra itu tidak berhasil. Airin mulai gelisah, dia berjalan mondar-mandir sembari mengatakan pada dirinya sendiri untuk tenang. Sebelah tangannya menyentuh dada, seolah dengan itu dia bisa menenangkan degup jantungnya yang berdetak kencang.Tadi, sesaat setelah Sakha menangkat kepalanya dari bahu Airin d
Baca selengkapnya
42. Mengigau
Bibir Airin terkatup rapat. Rasa dingin menusuk sampai tulangnya, tapi keringat tidak juga berhenti bercucuran dari pori-pori di tubuhnya. Panas dingin, itu yang Airin rasakan. Belum lagi dengan dentuman halus di kepalanya yang memberi efek begitu dahsyat.Berlapis-lapis selimut sudah Airin kenakan. Karena tadi dia berpikir bahwa ini hanyalah dikarenakan suhu udara biasa, jadi Airin berbaring di tempat tidur tertelungkup selimut tebal, berniat untuk istirahat sejenak karena semenjak selesai mandi tadi, dia merasa pusing.Pasti akan sakit, batin Airin dengan yakin. Dan benar saja, itulah yang terjadi sekarang.Su
Baca selengkapnya
43. Pembelaan
Sakha berdiri di dapur, dengan cekatan mengambil peralatan dan beberapa bahan makanan untuk dia masak. Saat melakukannya, Ria muncul di pintu dapur dengan pakaian tidur tipis."Mas?" panggilnya.Sakha menoleh. "Hm. Kamu bangun?""Iya. Mas ngapain?""Masak.""Selarut ini?" tanya Ria heran."Hm."
Baca selengkapnya
44. Dijenguk
“Airin, apa kamu tahu apa alasanku memiliki banyak istri?” tanya Sakha tiba-tiba.Airin, yang baru saja hendak menyuap bubur masuk ke mulutnya langsung berhenti, dia menoleh pada Sakha dan tampak seperti tengah berpikir.“Karena Tuan ... mesum?” jawab Airin.Sakha memelototinya tajam. “K-kamu …!”Airin menyengir tipis. Lalu menunduk dan mengaduk-aduk bubur di mangkuk. “Atau ... karena anak?” katanya tanpa menoleh.
Baca selengkapnya
45. Mawar
Benar seperti dugaan Yuniarti, suhu tubuh Airin meningkat saat malam datang.Dan kehadiran Mawar di sana benar-benar membantu, seperti ketika Airin haus, Mawar mengambilkannya minum dan juga sekalian makanan.Menu makanan Airin sama seperti malam sebelumnya; bubur.Dan kalau boleh jujur, rasanya sangat berbeda dari bubur yang Airin makan semalam. Tapi bukankah bahannya sama saja? Kenapa rasanya berbeda? Kenapa Airin merasa buatan Sakha lebih enak?Dari mana pria itu belajar memasak? Dan kapan?
Baca selengkapnya
46. Kebahagiaan
Pertanyaan yang terlontar dari bibir kakaknya itu benar-benar tidak diduga Mawar. Kepalanya langsung berputar, pening sesaat, memikirkan jawaban apa yang harus dia beri.Tapi sepertinya, jeda cukup panjang yang diberikan Mawar cukup menjadi jawaban bagi Airin.Wanita yang tengah sakit itu pun menghela napas. "Kamu ... mau jadi istri Tuan Sakha?" ulangnya, dengan suara setenang air danau tak beriak, tatapan serta raut mukanya juga sama begitu."A-ku—" Mawar tidak mampu berkata-kata. Dia menyukai Sakha karena pria itu ternyata sangat tidak terduga dari bayangannya selama ini. Ada rasa menyesal dalam dirinya karena pe
Baca selengkapnya
47. Saat Fajar
Keesokan harinya, demam Airin sudah turun. Pagi-pagi sekali dia bangun dan langsung mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Setelah selesai, dia membangunkan Mawar yang tertidur di ranjang bersamanya. Sejenak Airin khawatir adiknya itu akan benar-benar tertular, sehingga dia bertanya saat melihat Mawar terbangun."Kamu baik-baik saja?"Mawar mengangguk lemah karena kantuk yang masih menggantung di bawah pelupuk matanya.Airin menghela napas lega karena melihat Mawar tampak baik-baik saja. Lalu selagi Mawar di kamar mandi, Airin pergi ke jendela dan membukanya lebar. Dia berdiri di sana untuk beberapa saat,
Baca selengkapnya
48. Mangga Muda
"Tuan! Tuan!"Perhatian Sakha yang semula tengah tertuju pada layar laptopnya teralihkan. Dia melihat seorang pria setengah baya yang merupakan pekerjanya di kebun datang menghampiri.Sakha berdiri dari kursi lalu menuruni tangga teras rumah peristirahatan. "Ya, Pak? Ada apa?" tanya Sakha.Pria setengah baya itu menarik napas dalam-dalam sebelum berkata, "Itu, Tuan, saya mau minta izin untuk metik mangga di kebun.""Mangga? Memang sudah berbuah?"
Baca selengkapnya
49. Telepon
Sakha dan Tia sudah berangkat pagi tadi menuju kota, pun juga dengan Ria dan Nia yang harus kembali ke rutinitas mereka masing-masing, tinggal Airin seorang diri yang kini sedang mencangkul tanah setelah sebelumnya mencabut rerumputan di halaman samping paviliun. Rencananya, Airin hendak membangun kebun kecil di sana. Dan dia sudah meminta izin pada Sakha.Kendati pinggul dan tubuhnya masih pegal-pegal atas apa yang Sakha lakukan padanya kemarin, tidak menyurutkan semangat Airin untuk bekerja hari ini.Pada siangnya, Galih datang membawa keranjang besar berisi buah-buahan. Pria itu terkejut mendapati Airin yang tengah bekerja keras dan tampak sangat kotor oleh bekas tanah yang menempel di tangan dan bajunya, bahk
Baca selengkapnya
50. Kefrustrasian Galih
Galih mengampiri Airin dan mengambil kembali ponselnya."Ririn, Tuan bilang apa?" tanya Galih penasaran. Dia sebenarnya tidak ingin ikut campur, tapi ekspresi di wajah Airin saat ini benar-benar mengkhawatirkan. Bahkan ada jejak air mata di pipinya.Airin tersadar, lalu segera memasang senyum penuh misteri. "Biasa, masalah rumah tangga!" jawabnya.Sekalipun Airin mengatakannya dengan nada biasa-biasa saja dan terkesan acuh, tapi melihat dari ekspresi Airin sebelumnya, Galih tahu ada yang tengah perempuan itu sembunyikan. Namun ini bukanlah ranahnya untuk tahu.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status