Semua Bab Dongeng Zanna: Bab 11 - Bab 20
29 Bab
Kepergian Zanna
Lelaki muda itu tersentak dari tidur panjangnya. Dalam kesadaran yang lemah, masih di antara mimpi dan kenyataan, pikirannya terpusat kepada seorang gadis yang semalam sangat berdekatan dengannya. Seketika kesadarannya pulih sempurna saat ingatannya menyambar bayangan kamar di paviliun. "Ah, Zanna! Pasti dia sudah bangun dan menungguku," serunya seraya melompat dari atas kasur dan melesat ke kamar mandi.Danish membasuh dirinya cepat-cepat seperti saat ia kesiangan sewaktu masih bersekolah. Bedanya, kali ini ia tidak harus mengenakan seragam, hanya memakai T-Shirt dan celana jeans lalu berlari menuju paviliunnya. Namun, ia tidak menemukan gadis itu di manapun. Ia hanya menemukan tas ransel dan tas jinjing yang dibawa Zanna dari rumahnya, tapi tas travel miliknya tidak ia temukan juga. Satpam mengaku tidak merasa membukakan pintu untuk tamu wanita anak tuannya itu.Perasaan Danish sedikit khawatir
Baca selengkapnya
Pertama Tiba
Terminal kampung rambutan adalah salah satu terminal yang cukup besar. Berbagai jurusan ke kota-kota di seluruh pulau jawa dan sumatera, hampir bisa dipastikan ada di sana. Sebelah kaki jenjang yang terbalut celana jeans, tampak turun dari tangga bis disusul kaki jenjang selanjutnya. Postur tubuhnya yang tinggi kini telah terlihat secara keseluruhan, ia mencangklong tas punggung yang berat serta menggusur sebuah koper kecil. Wajahnya yang sangat cantik celingukan mencari-cari tanda atau tulisan pada plang yang akan dijadikannya sebagai petunjuk. Namun, ia merasa terganggu saat beberapa lelaki mendekatinya dengan riuh."Mau ke mana lagi, Non?""Taksi, taksi, Mbak ....""Ayo ikut, saya akan antar ke tujuan Mbaknya.""Mbak cantik, naik ojek, Mbak, ojek ya, sini Mbak.""Minum, minum. Seger, seger.""Oleh-olehnya, Mbak ....""Si mbaknya cantik banget, taksi, Mbak?"
Baca selengkapnya
Memasuki Asrama
Saat itu, Zanna merasa benci pada dirinya sendiri, kenapa ia harus selalu menjadi korban pelecehan? Lelaki yang telah meremas bokongnya yang bulat dan seksi itu telah menghilang dengan cepat, ia hanya bisa menangis pilu, menahan amarahnya yang memuncak. Ibu Bahtiar tergesa-gesa menghampiri gadis yang masih menangis dengan gusar, ia sungguh merasa prihatin, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Merasakan kepiluan Zanna, Ibu Bahtiar merengkuh bahu gadis itu lalu membimbingnya ke arah motor. "Ayo kita segera pulang, jalanan tidak aman buatmu, sini koper kecilnya biar taro di depan," ujar Ibu Bahtiar tergesa-gesa, rasanya ia ingin segera membawa gadis itu pergi dari sana. Mau tidak mau, Zanna menghentikan tangisnya meski masih terisak-isak, ia menyerahkan kopernya kepada Ibu Bahtiar dan menaiki motor. "Ibu tidak bawa helm cadangan, jadi kita akan melewati jalan tikus," ujar Ibu Bahtiar. "Jalan hik
Baca selengkapnya
Perkenalan
Masa orientasi kampus adalah masa kelam tersendiri bagi Zanna. Di hari pertamanya berbaur dengan mahasiswa-mahasiswi lain, semua memandang gadis itu dengan tatapan aneh dan dengan caranya masing-masing, mereka berusaha menghindar agar tidak berada dekat-dekat dengan dirinya.  Meskipun sudah terbiasa dikucilkan, kali ini, Zanna merasakan sesuatu yang lain. Lebih menyakitkan dan menyedihkan. Ia hanya menghibur dirinya sendiri dengan ungkapan, 'mungkin baru lulus SMA masih kekanak-kanakkan, ayo Zanna ... kuatkan hatimu'. Ia mengatakannya terus berulang-ulang. Saat istirahat, perutnya berontak, ia merasa kelaparan.Zanna mengikuti petunjuk menuju kantin. Sayangnya kantin itu penuh. Dengan perlahan Zanna melangkah mundur, dirinya tidak berani ikut duduk bersama yang lainnya karena khawatir mereka semua terganggu oleh kehadirannya.  Akhirnya ia memutuskan membeli beberapa buah gorengan dan es teh, lalu beranjak
Baca selengkapnya
Pendekatan
Zanna menghidangkan segelas air putih yang diambilnya dari dispenser diluar kamar untuk teman barunya, Marcelia yang masih mondar-mandir di kamarnya. "Uh, di sini panas banget. Lo udah berapa lama tinggal sini?" Marcel memutar tombol kipas angin yang melekat pada dinding di sebelah ranjang. "Baru semalam di sini," jawab Zanna sambil memperhatikan Marcelia memutar tombol itu. Dari kemarin ia bertanya-tanya dalam hatinya, fungsi tombol itu untuk apa, ternyata pengontrol kipas angin yang berputar di plafon kamarnya. Marcelia ikut duduk di pinggir kasur, karena di kamar itu, satu-satunya kursi dipakai oleh Zanna untuk meletakkan tasnya."Minum dulu, maaf tidak ada suguhan lain," ujar Zanna merasa tidak enak hati. "Aku ke kamar mandi dulu ya, mau ganti baju, gerah," lanjut Zanna, kali ini berpamitan sebentar. Gadis itu hanya mengangguk sambil meraih gelas berisi air putih yang disuguhkan Zanna. Sekali teguk, tandas
Baca selengkapnya
Semua Karena Pakaian?
Di sinilah Zanna terdampar, di sebuah salon mewah yang bahkan ia tidak berani menginjak lantai licin berkilau itu kalau saja   Marcelia tidak menarik tangan dan memaksanya masuk ke dalam. Zanna merasa risih dengan sendal jepitnya yang kotor.Marcelia menyerahkan Zanna kepada seorang capster sambil memberitahukan banyak hal. "Beri dia model rambut yang kekinian tapi cocok dengan wajahnya, jangan lupa abis potong dimasker, lalu medi pedi," tutur Marcel. "Sip, siip ...." Salah seorang dari mereka menarik Zanna untuk dibawa ke tempat cuci rambut. Zanna begitu kikuk dan merana, tangan orang asing merambah rambutnya dan ia merasa malu hati karenanya. Sementara Zanna dipermak, Marcel menyelinap keluar dari salon dan berkeliling mencari sandal, sepatu serta baju untuk Zanna kuliah. Baju yang dipilih Marcel hanya beberapa helai celana jeans dengan warna berbeda serta atasan yang terdiri dari beberapa T-shirt serta blouse kain. Ia memilihkan paka
Baca selengkapnya
Perubahan Drastis
BMW 4 series memasuki area kampus dan berhenti tepat di samping pintu gerbang asrama yang baru saja dibuka. Seorang gadis mengenakan kaus turtle neck tanpa lengan dengan jaket diikat pada pinggang rampingnya, memakai rok pendek lebar berpadu celana leging bersepatu kets, ia melangkah memasuki gerbang asrama. Hari masih sangat pagi untuk ukuran anak-anak mahasiswa yang masih suka bermalas-malasan, tapi mereka diwajibkan bangun pagi karena setiap kegiatan dilakukan paling lambat pukul 7.30. Gadis itu mengetuk pintu kamar Zanna, seseorang yang melihatnya menegur, "hai ... cari Zanna ya? Dia lagi mandi tuh." "Oh, makasih," sahut Marcel seraya menghampiri satu set kursi kayu tua dan duduk di atasnya. Suasana pagi cukup ramai di asrama, lalu lalang mahasiswi membawa handuk dan peralatan mandi, sebagian sudah siap-siap berangkat dan menunggu temannya dengan duduk di ruang tunggu tak terkecuali Marcelia. Sosok gadis cantik berkulit
Baca selengkapnya
Malu
Kedua gadis jalan beriringan, yang satu tampak keren, satu lagi cantik mempesona. Mereka cocok jika menjalin persahabatan. Keduanya menjadi pusat perhatian, apalagi penampilan mereka yang mencolok bagaikan artis ibu kota. Jumat siang saat keduanya tengah menikmati semangkuk bakso di kantin kampus, Marcelia mengajak Zanna keluar kota untuk sekedar membuang waktu akhir minggu. "Jalan, yuk. Menikmati week end," ajak Marcel kepada Zanna."Kemana?" tanya Zanna."Ke puncak, di sana tempatnya dingin, kita nginep di Villa abis tuh jalan-jalan ke kebun teh trus makan jagung bakar, kita seru-seruan aja," tukas Marcel."Emang boleh pergi dari asrama?" tanya Zanna merasa ragu. "Boleh, eh gak tahu juga, nah elo yang tingal sana gimana aturannya?" tanya Marcel dengan mimik serius. "Yang pasti sih boleh keluar menginap kalau orang tua atau saudara yang jemput, itupun dengan bukti-bukt
Baca selengkapnya
Curahan Hati Marcelia
Dentuman musik terdengar riuh dalam sebuah mobil yang sedang membelah jalanan. Marcelia ikut bernyanyi sambil menggoyangkan tubuhnya dengan kedua tangan memegangi setir.Zanna yang awalnya tidak bisa menikmati musik yang bertempo cepat itu, lama-lama hatinya tergelitik dan ikut bersenandung walaupun di dalam hati. Mereka sedang berada di jalan tol menuju vila keluarga yang berlokasi di daerah dingin, Puncak. Mereka hanya mampir satu kali di minimarket yang tersedia pada rest area, memborong makanan kecil dan minuman. Setibanya di vila, mereka disambut oleh pasangan suami istri yang menjaga vila dan merawatnya. "Selamat datang, Non ... hanya berdua saja, Non?" tanya Bapak penjaga vila kepada Marcelia. "Iya, Pak. Kamar di atas sudah rapi? Tolong bawa barangnya semua ya, Pak! Bik, siapin ikan bakar ya," ujar Marcel sekaligus bicara kepada keduanya. "Baik, Non.""Baik,  Non." Kedua orang itu menjawab bersamaan.
Baca selengkapnya
Hubungan Terlarang?
"Kalau lo gimana, Za?" tanya Marcel sambil menyeka wajahnya dengan tissue.Zanna menarik napas panjang, pikirannya menerawang ke masa lalu, masa kecil penuh ketakutan. Sepanjang penglihatannya, ia tidak pernah melihat ibunya, Leta tersenyum, karena wajahnya selalu basah oleh air mata. Mengenang hal-hal yang membuatnya selalu mengalami mimpi buruk adalah hal tidak ingin ia ingat. Tapi, justru kenangan itu  betah bercokol bahkan telah melekat erat pada alam bawah sadarnya. Gadis itu bergidik ngeri, terlebih setelah tahu alasan dibalik penyiksaan Bagas kepada Leta. Bahkan dirinya pun terancam dan belum merdeka dari kejaran ayahnya. "Za, kok melamun? Kalau lo belum siap cerita ya udah, gua gak apa-apa kok," tegur Marcel yang melihat beban begitu nyata menggelayuti wajah Zanna.Gadis itu menggelengkan kepalanya, ia berpikir, mungkin jika ia mau berbagi cerita kepada temannya itu, perasaannya bisa sedikit lega. "Bukan, Cel. A
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status