All Chapters of Pesona Dosen Killer: Chapter 11 - Chapter 20
101 Chapters
Bab 11 Pria yang Memorakporandakan Perasaan
Adli Winata mengusap tengkuk setelah menyebutkan nama lengkapnya. Dia cukup terkejut. Apa mungkin bertanya dianggap hal tidak sopan? Apakah dia masuk deretan mahasiswa dengan nilai C dan harus remedial? Seharusnya tidak. HP di atas meja berkelip menandakan pesan masuk. Nama Raina muncul pada pop up W******p. Senyum simpul tak sengaja terurai begitu melihatnya. Adli berusaha menahan diri untuk kalem. Pria itu memang sempat bertanya lewat chat tentang keabsenan Raina. Rai, knp nggak kuliah? Liburan dulu sesekali Berani bgt bolos matkul Statistika. Wkwk btw, gue mau konsultasi percintaan. Gue tunggu di Bogor. Berani? Di rumah nyokap, kan? Halah, pulang kuliah gue OTW. Duh, sayang bgt Adli Winata cowok bersama. Wkwk Nggak usah bilang Anes ke sininya. Siaap! Mw gue bawain apa? Bawain hati kamu aja! Uwek! Serius! Klo mw ada yang di makan, W* aja ya sblm gue OTW Duuuh, selamatkan aku dari kegombalan yg hakiki. Astaga, terserahlah! Kalimat chating-nya memang terserah. Namun, hal
Read more
Bab 12 Menghindar
Kabur memang tidak memberikan solusi apa pun. Namun, setidaknya bisa memberi jeda untuk persiapan hati. Bagaimana Raina tidak terkejut? Anes dan Pak Nusahakam sudah mengobrol santai dengan mamanya. "Mau ke mana, Rai?" Adli mengikuti Raina yang membalikkan badan. "Keranjang stroberi gue ketinggalan!" "Itu di tangan apaan?" tanya Adli iseng. Belum sempat Raina duduk pada kursi yang tersedia di sekitar kebun, Anes sudah datang dan memeluknya erat dari belakang. "Mau ke mana, ih?" Raina melepaskan pelukan yang membuat lehernya kesakitan itu. Dia memutar badan dan menatap Anes kesal. "Ke tempat yang nggak ada lo sama Bapak Nusakambangannya!" Anes tertawa pelan. Dia baru ingat, sudah lama tidak mendengar julukan itu keluar dari mulut sahabatnya. "Kita pikirkan dengan kepala dingin, yuk!" Satu cup cokelat hangat disodorkan oleh Adli untuk Raina. Wanita itu duduk di kursi dan mulai menyesap minumannya. "Kurang dingin apa gue di sini? Jaket tebal aja masih terasa dingin!" "Kurang pelu
Read more
Bab 13 Apa Susahnya Menikah?
"Yang pertama, kamu tidak perlu menghindari saya di kelas karena itu akan merugikan diri kamu sendiri." Ah! Irham menyesal telah memulai pembahasan seperti ini.Raina menunduk. Dia terlihat sangat sadar Irham sedang menatap wajahnya tanpa berpaling sejenak pun."Kedua, saya ingin tahu, apa yang bisa saya lakukan untuk membuat kamu mau mengenal saya?"Raina mengernyitkan dahi. Teritoris sekali cara orang di sebelahnya berbicara. Dia terpaksa menoleh karena Irham menunggu jawabannya."Pak, sebelum saya mengenal bapak, bukankah bapak sebaiknya mengenal saya dulu?""Saya sudah kenal kamu cukup lama dan detail dari Anesya."Raina menekuk wajah. Dia ingin mengomel di hadapan Anes sekarang juga. Kenapa wanita itu membagikan info tentang dirinya tanpa permisi?"Tapi saya merasa tidak perlu mengenal bapak!" Entah dari mana muncul keberanian Raina untuk menatap mata Irham yang sejak tadi fokus menunggu jawaban."Iya, memang. Saya yang perlu!""Pak, apa warisan itu sangat penting sehingga bapak a
Read more
Bab 14 Saat Nusakambangan Menjadi Kutub Utara
Raina tidak bisa berkata apa-apa saat Anes berpamitan pulang. Mama dengan repotnya mengantar sampai ke mobil dan berterima kasih pada Irham karena sudah datang. Dosen muda itu tampak ramah dan hangat. Ini cukup menjengkelkan bagi Raina. Dia bahkan hanya bisa menelan ludah saat mama menitipkannya pada Irham. "Tolong titip Raina, ya, Pak!" Heh, mama sembarangan tatap-titip aja. Memangnya mama tidak tahu apa arti menitipkan seorang anak gadis pada pria dewasa? Raina menekuk wajah dengan hati komat-kamit penuh kesal. Lain sikap kepada mama, Irham memilih berlaku cuek pada Raina. Dia bahkan tidak mengucapkan apa pun. Matanya melirik saja pun tidak. Hal ini tentu mengganggu pikiran Raina. Dia sempat bertanya kenapa dengan isyarat mata pada Anes. Temannya hanya membalas dengan menggedikkan bahu pertanda tidak tahu. Berbekal ayam bakar dan beberapa makanan lain, Anes terpaksa pulang lebih dulu. Dia tidak mungkin membiarkan Irham dalam keadaan marah pulang sendiri. Ya, apa lagi kalau bukan
Read more
Bab 15. Bukan Buku Saya
"Siapa yang suruh kamu duduk di sana?" Pertanyaan macam apa itu? Raina memejamkan mata dan mengumpulkan kekuatannya untuk menahan amarah. Jangan sampai mulut mungilnya mengeluarkan kalimat tandingan yang lebih menyakitkan. Tidak pernah terbayang untuk saling menyakiti terhadap pria di hadapannya. "Apa harus ada yang suruh saya duduk di sini, Pak Nusahakam?" tanya Raina mantap. Pandangannya lurus ke mata Irham. Pria itu lekas membuang pandangannya dan membuka modul. Sementara itu, beberapa mahasiswi mulai mengangguk-angguk, seolah sedang mencerna apa yang terjadi di antara Raina dan dosen kesayangan mata mereka. Yes, ada harapan buat gue! Pasti Pak Irham ditolak Raina! Raina nggak mikirin keselamatan kelas ini, apa? Ini kuliah atau perang dingin? Please, Pak, lupakan Raina dan liriklah aku! Hati teman-teman Raina terus berkeluh kesah tanpa jeda. Beberapa merasa punya harapan untuk mendapatkan hati Irham, sisanya merasa tidak nyaman atas sikap Irham yang datar, dan selebihnya me
Read more
Bab 16. Pria Paling Narsis
Mata kuliah selanjutnya akan segera dimulai. Raina masih belum tahu bagaimana caranya keluar dari ruangan Irham Nusahakam. Dia menghela napas beberapa kali. "Pak, saya permisi dulu!" ucapnya buru-buru berdiri dan melangkah. "Kenapa buru-buru? Tadi aja masuknya tidak pakai permisi, langsung ngegass, langsung marah-marah!" Irham mendahului Raina dan berdiri di depan pintu. "Ya, Bapak, 'kan, yang mulai duluan? PHP-in saya!" "Saya nggak pernah kasih harapan palsu! Malah kamu yang nggak mau banget sama saya!" "Maksud saya PHP kasih buku sketsa saya, Pak!" Raina memutar mata. "Oh?" "Yaudah, Pak! Saya keluar! Dosen udah masuk kelas pasti, nih!" "Saya tidak terlalu peduli. Barang siapa yang berani masuk ruangan saya dan marah-marah, maka tidak akan mudah baginya untuk keluar dari sini! Sama halnya seperti wanita mana yang sudah telanjur masuk ke hati saya, maka sulit bagi saya untuk mengeluarkannya dengan cara apa pun!" "Ya ampun, Pak. Kenapa, sih, Bapak malah curhat sama saya?" Yang
Read more
Bab 17 Menerima Lamaran
"Maaf, ada perlu apa?" Raina tidak menyangka akan bersikap dingin begini pada wanita di hadapannya. Dia bahkan mengabaikan tatapan polos seorang anak perempuan berumur lima tahun. "Aku ... kembali." Ucapan itu sungguh memancing emosi Raina yang sudah bertahun-tahun tertampung sempurna. "Kembali? Mau ngapain? Udah bosen di luar negeri?" sindir Raina. "Bisa masuk dulu, nggak?" tanya wanita berambut panjang itu sambil tersenyum. Anak kecil di sampingnya hanya berani menatap Raina. "Aku larang pun Kak Mayra tetap akan masuk, 'kan?" Raina menyedekapkan tangan dan berlalu dari hadapan kakaknya. "Ini rumah Mama, bukan rumah kamu." Kalimat itu berhasil membuat Raina menaiki tangga menuju kamarnya. Dia menghentakkan kaki seperti biasa. "Dia pikir dia siapa? Masih mengakui gue sebagai adiknya? Setelah bertahun-tahun pergi. Emangnya bertahan hidup sendiri itu gampang? Sumpah! Jahat banget punya kakak kayak dia!" keluh Raina dengan suara pelan, tapi penuh penekanan. Raina merebahkan bada
Read more
Bab 18 Mendekatkan Diri
"Jadi, kamu terima ajakan menikah saya?" Apa dia bilang? Benar-benar, deh, dosen terngebet nikah sejagad kampus. Raina membalikkan badan dengan hati menggerutu. Dia menatap tajam mata Irham. Sejenak kemudian, wanita itu sudah membuang wajah. Meskipun tidak menyukai Irham dan gaya narsisnya, tentu saja dia tetap tidak sanggup menatap mata Irham. "Kenapa kamu?" Irham tampak bingung. "Bapak mau ajak saya nikah atau kondangan, sih? Ngajak nikah, kok kayak ngajak kondangan!" ucap Raina ketus. Dia kembali berusaha menatap lawan bicaranya. Irham terperangah dengan jawaban Raina yang terdengar ceplas-ceplos. Pria itu tertawa masih dalam posisi duduk dan membereskan lembar jawaban test. "Ah, terima kasih idenya, Raina. Kalau kamu ingin, saya bisa mengajak kamu ke undangan pernikahan rekan saya Minggu ini. Bagaimana? Bersedia?" Raina menghela napas. Apa-apaan, sih, Bapak Nusakambangan ini? Gue malah diajak kondangan! "Makasih, deh, Pak! Cari pasangan lain aja!" "Wah, padahal menemani say
Read more
Bab 19 Menjadi Wanita Agresif
Misi Anes adalah membuat Raina berdebar saat melihat Irham. Namun, kenapa sulit sekali? Semakin Irham mendekat, Raina kian muak. Geli, gelay, bikin bergidik pokoknya. Apa begini, ya, kalau kelamaan jomlo? Yang mengherankan adalah bila Raina muak karena gombalan Irham. Namun, kenapa pada Adli, dia bisa bersikap santai? Aneh banget, nggak, sih? Pagi ini, Raina berjalan santai menuju lantai 4. Setelah mata kuliah terakhir, dia diajak bicara di ruang Irham. Siapa juga yang mau masuk ke sarang dosen ngebet nikah? Big no! Kenapa mata kuliah yang diampu Irham sudah bagaikan minum obat? Raina hampir tiap hari bertemu lagi dengannya. Dia bahkan sudah mulai deg-degan untuk menjalankan strategi dari Anes sejak berangkat kuliah. Apa benar Irham akan illfeel padanya jika bersikap manis, posesif, agresif? Ah, siapa tahu, 'kan? Patut dicoba. Ruangan sudah penuh mahasiswi. Ini akibat dari Raina yang kelamaan berjalan sambil berpikir. Dia melihat Anes juga kehabisan kursi paling depan. Temannya itu
Read more
Bab 20. Sembarangan Melamar
'Pulang kuliah, kita harus bicara!' Raina menghela napas. Bicara apa lagi? Bukannya sudah jelas, dia tidak mau menikah dengan Irham. Titik. Tanda seru. Seharusnya, dia tidak pernah menerima tawaran Irham untuk bicara. Bicara dalam ruang dosen adalah pilihan paling tepat. Raina tidak mau bicara di taman atau kafe. Tidak mau pokoknya. Jangan sampai semut melihat mereka berdua sedang bicara. Terasa aneh bagi Raina saat memasuki ruang dosen. Dia melihat dosen-dosen lain dalam ruangan itu tersenyum. Ada apa dengan mereka? Raina memegang tali tas Selempangnya untuk mengurangi malu. Malu? Iya, malu. Kentara sekali ada apa-apa pada orang-orang itu. Belum sempat Raina membuka pintu ruangan ekslusif Irham, dia sudah terkejut. Pria itu membukanya dengan tiba-tiba. "Kamu lama banget jalannya!" gerutu Irham setengah berbisik. Ups! Kenapa kalimat itu terdengar manja di telinga Raina. Tampak seperti seorang kekasih yang sedang merajuk. Ish! Geli! Ya, Raina tentu saja geli mendengarnya. Dia ha
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status