Semua Bab Pesona Dosen Killer: Bab 31 - Bab 40
101 Bab
Bab 31. Jangan Pernah Bertemu Lagi
Raina tersenyum kecil saat mengingat kembali kejadian di ruang dosen. Dia sengaja memegang lengan Irham yang tertutup kemeja itu. Niatnya, sih, kalau tidak dibukakan juga, dia akan mendorong dosennya. Namun, Irham gentar dan langsung menarik tangan. Ternyata, pria itu benar-benar menjaga diri, ya? Pikiran Raina terus diingatkan wajah Irham yang sekali-kali senyum, tak lama pura-pura tegas. Bagaimana ini? Raina baru sadar kalau dirinya mengiyakan ajakan ngobrol. Tidak di rumah atau di kuburan. Hah? Jawaban bodoh macam apa itu? Tentu saja Irham tidak akan mengajaknya mengobrol di hotel, bukan? Bunga di vas kaca yang diletakkan oleh Raina di atas nakas masih cukup segar. Setiap kali melihatnya, wanita itu selalu teringat pada ucapan Sheiza. Apa benar Irham orang yang tulus dan tidak pernah berbohong? Apa sebaiknya dia menerima perasaan Irham saja? Sore ini, Raina memutuskan untuk membuat beberapa panel gambar. Dia memindahkan beberapa sketsa. Goresan demi goresan membuat semakin jelas
Baca selengkapnya
Bab 32. Saya Patah
"Pak, sampai tadi siang saya masih berpikir bapak benar-benar berniat mengisi hari-hari saya. Tapi ... saya sadar. Ternyata apa yang terjadi bukan seperti itu. Bapak mungkin sudah tahu kalau Maira adalah kakak saya. Bapak mungkin hanya ingin membuat Maira cemburu atau membalaskan dendam kepadanya melalui saya. Bapak mungkin menggunakan saya untuk itu semua." Irham patah hati begitu mendengarkan ucapan-ucapan Raina. Apa ketulusannya selama ini tidak terlihat sedikit pun? Apa dia tampak seperti lelaki yang akan mengajak seorang wanita menikah hanya untuk balas dendam?"Kita ... memang seharusnya jangan pernah bertemu lagi!" ujar Irham. Dia susah payah mengatakan kalimat itu."Baik," ucap Raina. Wanita itu membuka pintu mobil dan turun begitu saja.Apa Raina bilang? Baik? Dia mungkin akan baik-baik saja atas apa yang sedang terjadi, tapi Irham? Pria itu mengepalkan kedua tangannya, kemudian memukul stir mobil.Irham belum lupa, dia pernah bilang tidak akan melamar Raina lagi. Itu bukan h
Baca selengkapnya
Bab 33. Siapa Jadi Pelakor untuk Siapa?
"Sampai kapan Maira tinggal di sini?" "Kamu kok pertanyaannya begitu, Ra?" tanya Mama balik. Nada bicaranya lembut. Mama adalah yang paling hati-hati bicara pada Raina. Wanita itu tidak mau menghancurkan hati putrinya untuk yang kedua kali. Mama sudah datang pagi-pagi sekali ke rumah karena ingin jalan-jalan bersama Haura, cucu satu-satunya--untuk sementara. Sementara? Raina menepis pikiran menggelikan tentang rumah tangga. Memangnya dia akan menikah dan memberi cucu? Irham saja mulai ... melupakannya. Untuk fakta yang satu ini, Raina masih merasa sesak tiap kali mengingatnya. "Aku nggak bisa, Mah, bareng-bareng mereka berdua." Raina membalikkan badan dan menatap Mama yang sedang sibuk mengupas apel. Siapa pun yang melihat Mama pasti akan mengira wanita berpasmina warna army itu hendak pergi ke pesta! Hijabnya yang berpayet-payet itu membuat Raina tidak tahan untuk menghela napas. Ramai sekali! It is not her style. Nggak gue banget kalau kata Raina, sih. Kuku cantik Mama tampak
Baca selengkapnya
Bab 34. Saya Serius Sama Kamu
Irham terkejut saat Maira tiba-tiba memeluknya. Yang dia tak habis pikir, momen itu bertepatan dengan datangnya Raina dan Anes. Anes menghampiri Irham dengan langkah lebar. Tangannya terus menarik Raina untuk ikut. Wajah Raina yang terlihat datar, tanpa ekspresi, jelas terlihat di mata dosennya. Tidak ada yang tersembunyi sedikit pun. Irham lekas berusaha mendorong tubuh Maira pelan. Namun, badan wanita itu seperti kaku dan terus menempel ke tubuhnya. Kenapa hal buruk seperti ini harus terjadi padanya? Maira melepaskan pelukan dan tersenyum. Irham menelan ludah kasar. Dia menarik napas dalam. Matanya menatap tajam ke arah Maira bagai belati yang hendak merobek. "Menjijikkan!" seru Irham pelan. Suara pria itu memang pelan, tapi cukup terdengar di telinga Maira. "Permisi, Pak! Bapak manggil saya?" tanya Anes begitu tiba dihadapan Irham. Raina terlihat membuang muka. Dia hanya menatap lurus pada lorong di depan. Tak ada keinginan untuk menyapa Maira atau Irham sedikit pun. "Kat
Baca selengkapnya
Bab 35. Satu Langkah Lebih Baik atau Mundur
Raina menahan tawa mendengar Irham sudah berkali-kali bilang ingin serius. Astaga, kenapa pria di hadapannya makin pandai menggombal? Lebih lucu lagi, Irham lupa mengatakan bagian keempat. Dia meloncat ucapannya dari ketiga langsung kelima. Ini sangat lucu. Namun, Raina tak bisa berkata-kata saat Irham bilang, "saya serius ingin menikah sama kamu." Kalau saja mata Irham mengeluarkan laser, tentu saja Raina sudah meleleh sejak tadi. Pria itu tak henti menatap wajahnya. Sekarang, mereka sedang berada di perpustakaan. Keadaan sepi, tapi didekati Irham dengan jarak yang semakin terkikis tentu saja membuat Raina takut. Dia khawatir ada orang lain yang melihat kedeketan mereka. "Saya ... mungkin ingin juga." Raina membalikkan badan dan pura-pura mencari buku. Irham menajamkan pendengarannya. "Apa tadi kamu bilang, Raina?" Pria itu kini berdiri di sebelah kiri Raina. Raina menggeser diri karena merasa jarak mereka terlalu dekat. Aroma parfum dari tubuh Irham tak henti menyenangkan inder
Baca selengkapnya
Bab 36. Calon Tunangan yang Cantik
Lingkar mata Raina sedikit menghitam karena keasyikan menggambar sampai larut malam. Dia bahkan mengabaikan panggilan Anes. Akhir-akhir ini sahabatnya itu jarang menelepon. Entah karena tidak mengkhawatirkan lagi Raina sejak kedatangan Maira atau sedang sibuk. Raina menguap. Dia meletakkan kepala di atas meja. Jam pagi kali ini terasa tidak sanggup dilewatinya. Wanita itu bertanya-tanya, apakah hal ini dikarenakan Irham atau kantuknya? Semalaman, Raina melepaskan penat dengan menggambar. Dia juga menghadirkan peran pelakor pada projek barunya. Wanita itu bahkan menggambar detail tokoh barunya dengan sangat cantik. Apakah dia terinspirasi oleh Maira? Hilih! Apa benar bibir Irham yang pandai menggombal itu manis? Eh? Maksud Raina adalah apa benar Maira dan Irham pernah berciuman. Gadis yang tidak pernah berpacaran itu merasa jijik membayangkan menikah dengan mantan teman mesra kakaknya. Bukankah Irham sudah menjelaskan bahwa Maira bukan pacarnya? Tapi entah kenapa, Raina merasa terg
Baca selengkapnya
Bab 37. Beri Saya Waktu
Geli! Geli banget rasanya waktu Raina mendengarkan ucapan Irham. Apa dia bilang tadi? Calon tunangannya terlihat cantik hari ini? Raina tidak perlu merasa malu kalau tatapan Irham tidak mengarah kepadanya. "Kak Irham makin hari makin ekstrim, ya?" tanya Anes setengah berbisik. Sementara itu, Adli hanya bisa mengepalkan tangannya. Dia sungguh tidak suka pada perjodohan teman-teman sekelasnya terhadap dosen itu. Pria itu merasa lebih berhak mendapatkan Raina. Irham berpamitan setelah memberikan beberapa pesan bagi mahasiswa yang akan mencari judul skripsi. Sesekali dia melirik ke arah Raina yang sudah tidak bersimpati sedikit pun padanya. Raina bukanlah wanita jinak-jinak merpati. Dia benar-benar seorang gadis yang bertindak semaunya. Bukankah kemarin Raina sepakat untuk mencoba mengenal Irham lebih jauh? Namun, kenapa sekarang malah menghindar? Anes, Raina, dan Adli sudah tiba di Kafe Kedap-Kedip yang berada di depan kampus. Mereka sepakat untuk makan siang bersama. "Jangan bila
Baca selengkapnya
Bab 38. Rancangan Kegiatan Mengenal Irham
"Kamu bahkan tidak boleh menolak, Raina!" Irham menyedekapkan tangan. "Dih, siapa Bapak sampai nggak bisa ditolak?" "Saya ...calon tunangan kamu yang tertunda!" Irham mengatakannya dengan sangat elegan. Raina menghela napas. Kenapa dosen yang terdengar dingin dan cuek bisa tiba-tiba senakal ini? Dia rasa perlu dicoba. Ini bisa dijadikan kesempatan untuk membuat Maira kalah. "Oke, Pak! Saya coba. Ingat ya, Pak. Tiga puluh hari." Irham tidak benar-benar serius menawarkan waktu satu bulan. Bagaimana bila setelah itu Raina tetap tidak menerima lamarannya? Meski begitu, dia tetap mencoba untuk tersenyum. Irham perlu memikirkan cara untuk membuat Raina mau menikah dengannya. *** Raina meringis membaca kertas A4 di tangannya. Apa-apaan ini? RANCANGAN KEGIATAN 30 HARI MENGENAL IRHAM NUSAHAKAM: Hari ke-1: Mengunjungi Rumah Irham. Waktu: sore/ malam hari. Tempat: Rumah Irham. Tujuan kegiatan: mengenal orang tua Irham. Demi apa pun. Demi bulan yang masih mengelilingi bumi, atau sejen
Baca selengkapnya
Bab 39. Wangi yang Tak Diinginkan
Anes memicingkan mata tajam. Dia mengendus aroma Raina. "Kayak familiar wanginya!" "Apa, sih?" Raina mendorong wajah Anes yang mendekat pelan. "Serius. Parfum baru?" "Ng-nggak!" Setelah mengatakan tidak, Raina malah iseng mengecek wangi sendiri. Perpaduan antara pir dan entah apa. Ini memang wangi Irham Nusahakam. Kata dosen absurd itu, wanginya bisa bertahan sampai 10 jam. Betapa sialnya Raina. Dia sudah mencuci tangan dan menggosok kasar, tapi wanginya tak juga hilang. Apa-apaan Irham Nusahakam? Pria itu pasti sengaja mengerjai Raina. Setelah tiga puluh hari, sebaiknya Raina bisa hidup nyaman. Pukul 10.00 adalah mata kuliah Statistika Matematika. Mereka baru saja menyelesaikan Matematika Keuangan. Judulnya Keuangan, tapi tidak ada uang yang bisa dihitung. Segudang rumus perpajakan dan lain-lain memenuhi otak Raina. Dosen Statistika yang terhormat pun masuk ke kelas. Langkahnya lebar sehingga terlihat keren. Pria itu memakai setelan kemeja abu-abu bergaris-garis vertikal. Dia
Baca selengkapnya
Bab 40. Sudah Cocok Jadi Tunangan Saya
Raina harus mengedipkan mata saat melihat Irham Nusahakam menghampirinya. Dia tidak mau dianggap mata cowok tampanan kalau melotot begini. Wanita itu heran pada penglihatannya. Kenapa dia bisa memuji penampilan Irham? Jelas, Adli tidak kalah tampan. Namun, mau bagaimana? Adli tidak jelas. Diajak pacaran, silang. Diajak menikah, check list. Tidak, tidak! Raina tidak cukup nyali untuk menikah. Dia masih ingat bagaimana berantakan hidupnya saat orang tua berpisah. Ditinggal kakak sendiri juga menjadi lubang dalam hidupnya. Wanita itu tentu saja tidak ingin menyalurkan segara kemalangan pada anak-anaknya kelak. Dibandingkan membalas lambaian tangan Irham, Raina tentu saja memilih kabur. Dia berjalan cepat keluar lobi. Dirinya berlagak tak melihat Irham saja. Entah sejak kapan, Irham mulai agresif mengejar Raina. Semakin dijauhi, maka akan semakin mendekat. Hal tersebut juga merupakan tips dari Anes. Sepupunya itu bilang untuk mendapatkan hati Raina adalah dengan mengejarnya terus. Janga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status