All Chapters of My Arrogant CEO: Chapter 31 - Chapter 40
52 Chapters
Arvan Tahu Kebenarannya
Heksa mengabarkan berita ini melalui pesan kepada Diana. Namun, dua centang abu tak juga berubah biru. Akhirnya pria yang masih dalam suasana berduka ini memutuskan untuk berpamitan dari ruangan CEO. Ia mengatakan akan pulang. Padahal, tujuannya adalah mencari Diana di ruangannya.  Heksa bergegas sebelum Arvan tahu. Ia mencari Diana di ruang cleaning service akan tetapi hanya ada OB yang tengah beristirahat. Dua puluh menit sudah Heksa menunggu Diana sampai akhirnya ia melihat gadis itu tengah berjalan menuju ruangannya. Heksa melambaikan tangan, memberikan kode kepada Diana agar gadis itu mempercepat langkahnya. "Ada apa, Sa? Kamu belum pulang?" "Di, Arvan sama orang tuanya mau makan malam di rumah kamu." "Serius kamu?" "Iya. Tadi ibunya Arvan sendiri yang bilang." "Ya udah, deh. Nanti aku bakal ngumpet." "Maaf,
Read more
Benar-Benar Spesial
Diana tak ingin dirinya kelaparan. Ia tak mungkin keluar dan makam malam dengan keluarga Arvan. Ia mengambil makanan serta sebotol air minum lantas dibawanya ke kamar. "Mih, jangan bilang kalo aku di rumah!" teriak Diana dari depan pintu kamarnya. Ia segera mengunci kamar itu dan menikmati makan malam di atas kasur. Ia sengaja menghibur diri dengan menikmati suapan demi suapan nasi beserta lauknya sambil menonton drama korea favoritnya. Drama yang sudah ditonton Diana berulang kali akan tetapi belum bosan juga karena salah satu aktor favorit Diana menjadi pemeran utamanya. Mata Diana berkedip cepat. Ia melihat sosok pemain dalam drama yang sedang ia tonton berubah menjadi sosok Arvan. "Kok jadi Arvan, sih!" Diana meletakkan piringnya di atas bantal dan mengambil ponselnya. Ia melihat layar dari dekat dan baru menyadari jika pemain dalam drama bukanlah si beruang kutub. "Payah! Kenapa aku jadi gini? P
Read more
Kasmaran Apa Gila?
Arvan mengendarai mobil dengan terus tertawa. Seolah tak menganggap kedua orang tuanya duduk dibelakang. "Van, kita ke rumah sakit dulu sebentar ya!" ucap Hutama. "Jam segini? Emang ayah ada janji sama dokter Tio?" tanya Wulandari. "Gak, Bu. Ayah pengin periksain Arvan ke psikiater." "Ayah jangan gitu dong! Kayak Malik aja. Waktu itu juga suruh Arvan periksa kejiwaan," sahut Arvan. "Bener si Malik. Kamu itu belakangan ini aneh, Van," sambung Hutama. "Menurut ibu gak aneh, Yah. Tapi kayak lagi kasmaran." "Ih, ibu apaan!" "Terus kenapa nyetir sambil ketawa sendiri? Emang ada yang lucu?" "Arvan lagi ngebayangin Diana buka kadonya, Bu. Pasti dia seneng." "Kamu kasih kado apa, sih?" tanya Wulandari. "Rahasia."*** "Mamih, Papih, Mbok
Read more
Laba-Laba di Bahu Diana
"Apa sih, Bu?" Hutama bangun dengan terkejut. "Arvan sepertinya emang perlu ke rumah sakit, Yah. Kata bibik tadi dia aneh.". "Aneh gimana?" "Bik, sini jelasin!" Wulandari meminta pembantunya untuk menjelaskan. Dengan jelas dan lancar, pembantu itu menjelaskan sejak awal. Dari pertama meminta plastik, tersenyum, tertawa, membawa laba-laba hingga pergi ke kantor membawa bekal. "Biar nanti ayah ke kantor dan liat Arvan di sana!" "Ikut, Yah!" rengek Wulandari. "Iya, Bu." ***Arvan sampai di kantor pukul 06.00. Hanya ada dua security yang tengah berjaga di pintu masuk. Ia dengan santai berjalan membawa laba-laba itu ke ruangannya. Dibukanya ikatan kantong plastik bening berisi sebelas laba-laba beserta sarangnya. Arvan mengambil sarang yang telah menggumpal dan lengket di tangan. Ia menaruh sara
Read more
Gosip di Kantor
"Jadi itu si OB yang menggoda Pak Arvan?" "Iya. Padahal denger-denger dia itu pacaran sama sepupu Pak Arvan." "Paling cuma mau morotin mereka aja." "Liat, tuh! Dia juga deket sama Pak Malik." Bisik-bisik para karyawan yang melihat Diana. Terutama karyawan di lantai lima belas. *** Arvan menjatuhkan Diana hingga ia jatuh terjerembab ke lantai. Lelaki dengan rambut berjambul ini sejenak tak bisa bernapas ketika melihat Malik di depan pintu serta karyawan di lantai lima belas yang berkerumun di luar pintu. Memandang dengan tatapan aneh ke arahnya dan Diana. "Tu ... tu ... tutup pintunya!" titah Arvan dengan gagap kepada Malik sambil menunjuk-nunjuk ke arah pintu. Malik menutup pintu dan menguncinya. Tangannya lengket terkena sarang laba-laba yang dipasang bosnya tadi pagi. Ia juga menutup tirai sekaligus mengelap tangann
Read more
Layu Sebelum Berkembang
Diana meneguk segelas air yang ia ambil dari dispenser. Kemudian melanjutkan tugasnya menuju kantin untuk mengecek menu makan siang untuk atasannya.  Ia berjalan mengamati sekeliling. Setiap kali berpapasan dengan karyawan, mereka bertingkah aneh. Menatap dengan tatapan benci serta tak jarang yang berbisik entah apa yang mereka bicarakan. "Mereka pada kenapa sih?" batin Diana. Gadis berponi ini sudah sampai di kantin  Tak berbeda dengan yang lain, seluruh karyawan kantin pun menatap aneh pada dirinya. Membuat ia tertunduk dan memilih kembali sebelum melakukan pekerjaannya mengecek makanan untuk sang CEO. Ia berhenti di sebuah toilet umum di belakang gedung. Mengurung diri dan menangis sendirian. "Apa aku ngaku sekarang aja kalo sebenarnya aku Diana temen kecilnya Arvan. Biar semua clear. Tapi bagaimana dengan Heksa? Aku sudah janji memberinya waktu seratus hari. Sebulan
Read more
Chintya Jahat!
Chintya melangkah maju mendekati Diana. Dengan tegas ia meminta gadis berponi itu segera keluar dari ruangan Arvan. "Hey, kamu! Tolong keluar!" kata Chintya sambil mendorong bahu Diana. Hal itu membuat Arvan kesal. Ia beranjak dari duduknya dan menghampiri Diana yang hampir saja pergi. "Gak ada yang boleh keluar tanpa seijinku!" Arvan menggenggam tangan Diana. Membuat gadis berwajah oriental yang hampir mengaku identitas aslinya terdiam membeku. "Aku aja yang keluar," Malik berlari keluar dan menutup pintu rapat-rapat. "Van, siapa dia?" tanya Chintya sambil menunjuk ke arah Diana. "Bukan urusanmu tau tentang dia!" "Van, apa kamu udah gak cinta lagi sama aku?" "Cinta? Kamu masih berani bicara soal cinta?" "Van, aku jelasin semuanya. Tolong ngertiin aku! Aku khilaf, Van." Chintya menarik tangan Arva
Read more
Jangan Ganggu Diana Lagi!
"Astaga! Kita di sini khawatir banget, ternyata dia tidur mangap gitu?" gumam Arvan dalam hati. Kekhawatiran mereka sirna sudah ketika melihat Diana yang mengurung diri di kamar mandi justru tertidur. Duduk di atas closet dengan kepala bersandar tembok. Sedikit menengadah hingga mulutnya terbuka. "Diana!" bentak Pak Roni dengan keras dan mengagetkan. Diana membuka matanya. Menggeliat dan menguap lebar. Mulutnya masih terbuka ketika gadis berponi ini melihat banyak orang di depan kamar mandi. "Ka ... kalian kenapa semua di sini?" tanya Diana dengan kepolosannya. "Kamu itu udah bikin khawatir tau gak? Heksa sampe aku hubungin karena aku ngira kamu ngelakuin hal yang aneh-aneh di dalam," tukas Malik. "Aku ketiduran, maaf." "Bisa-bisanya kamu tidur di jam kerja seperti ini?" pak Roni sangat marah. "Maaf, Pak. Tadi aku lag
Read more
Bermain Kotor
Niat awal mengajak Diana makan siang sebelum pulang gagal. Heksa masih merasa kesal dengan perlakuan Chintya terhadap kekasihnya itu.   Heksa mengemudikan mobilnya hingga sampai ke istana mewah milik keluarga Wijaya.   "Sa, kirain mau ajak makan," kata Diana sambil memanyunkan bibirnya.   "Oh iya. Aku sampe gak kepikiran, Di. Nanti malem aja aku ajak makan di luar ya! Sekarang kamu istirahat." Heksa mengusap rambut Diana.   "Kamu gak masuk dulu?"   "Gak usah. Salam aja buat mamih sama papih kamu."   "Ya udah. Hati-hati ya, Sa."   "Iya, sayang."   Diana turun dari mobil milik Heksa. Melambaikan tangan dan menunggu mobil sang kekasih lenyap berbaur dengan kendaraan lain di jalan raya.   Heksa mengendarai mobil sportnya itu dengan kencang. Ia berniat untuk menemui Chintya lagi. Ada satu hal penting y
Read more
Bermain Kotor 2
Niat awal mengajak Diana makan siang sebelum pulang gagal. Heksa masih merasa kesal dengan perlakuan Chintya terhadap kekasihnya itu. Heksa mengemudikan mobilnya hingga sampai ke istana mewah milik keluarga Wijaya. "Sa, kirain mau ajak makan," kata Diana sambil memanyunkan bibirnya. "Oh iya. Aku sampe gak kepikiran, Di. Nanti malem aja aku ajak makan di luar ya! Sekarang kamu istirahat." Heksa mengusap rambut Diana. "Kamu gak masuk dulu?" "Gak usah. Salam aja buat mamih sama papih kamu." "Ya udah. Hati-hati ya, Sa." "Iya, sayang." Diana turun dari mobil milik Heksa. Melambaikan tangan dan menunggu mobil sang kekasih lenyap berbaur dengan kendaraan lain di jalan raya. Heksa mengendarai mobil sportnya itu dengan kencang. Ia berniat untuk menemui
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status