All Chapters of My Arrogant CEO: Chapter 1 - Chapter 10
52 Chapters
Pertemuan
Diana begitu bersemangat ketika mendapat panggilan kerja di perusahaan ternama di ibukota. Hutama Group yang merupakan perusahaan di bidang perakitan sepeda motor. Gadis manis bertubuh kurus dengan rambut hitam sebatas bahu ini berlari menuju pintu masuk yang terbuat dari kaca bening tebal. Matanya yang menyapu setiap sudut kantor membuat ia tanpa sengaja menabrak seorang lelaki berjas hitam yang berjalan dengan angkuhnya.Diana terjatuh. Map berisi persyaratan awal masuk kerja pun jatuh berserakan. Mata gadis manis ini terus menatap pria yang ditabraknya. "Kamu," gumam Diana lirih tak berkedip.Pria itu tampak kesal dengan Diana. Ia menyapu bahunya dengan telapak tangan. Seolah tubuh Diana membuat pakaiannya ternoda."Hey, kamu! Apa kamu karyawan baru di sini?" tanya seorang pria berkumis tipis yang berdiri di belakang Arvan. Dia adalah Malik, sekretaris Arvan. Malik bisa menduga jika Diana adalah karyawan baru karena pakaian yang dikenakan bukan serag
Read more
Pria Sedingin Es
Arvan berlalu pergi hendak meninggalkan ruangan. Aroma tubuhnya seolah tertinggal dan tercium wangi menusuk hidung sekretarisnya, Malik."Terus aja bersikap dingin! Gak usah senyum biar gak nyaingin ketampanan Malik," gerutu pria berkumis tipis dengan percaya diri tinggi. Tangan kanannya mengusap rambut hitam berjambul dengan gaya persis seperti bosnya itu.Sebelum tangannya memutar gagang pintu, Arvan berbalik. Ia menatap Malik dengan mata tajamnya. Pandangannya begitu angkuh dan ganas, seperti harimau yang siap menerkam mangsanya. "Aku denger ucapan kamu!""Jangan bohong! Denger apaan? Dari tadi aku gak ngomong." Malik berkilah.CEO arogan ini terus menatap wajah sang sekretaris. Bibirnya tak bergerak sama sekali. Jangankan untuk tersenyum, membuat bibir tipis pemuda tampan itu terbuka saja sudah sulit. "Ampun, Pak. Saya khilaf." Malik merekatkan bibirnya. Ia mengunci mulutnya rapat-rapat sampai bos muda itu benar-benar keluar dari ruangan. 
Read more
Acara Keluarga
Hari pertama Diana bekerja begitu melelahkan. Ia berjanji pada diri sendiri harus bisa bertahan demi Arvan. Semua teman satu profesinya sudah pulang. Tinggal ia sendiri yang duduk bersandar tembok sambil menatap telunjuknya yang terluka. "Kenangan di ruangan kamu, Van. Perihnya gak sebanding sama sikap dingin kamu yang seperti es batu, fyuh!" gerutu Diana. Ia mengambil sling bag cokelat dan keluar ruangan. Sesekali matanya berkeliling berharap melihat wajah yang sudah dua puluh tahun ia rindukan."Gak keliatan, mungkin udah pulang," kata Diana lirih sambil mengembuskan napas kasar. Diambilnya gawai berwarna hitam dari dalam tasnya. Ia akan menghubungi supir pribadinya agar menjemput tepat di depan perusahaan. Setelah berpikir dua kali, gadis manis ini mengurungkan niatnya."Lupa, aku kan miskin, lulusan SD, lucu gak sih tiba-tiba dijemput pake mobil? Aku harus pulang naik metromini." Diana berjalan santai di trotoar. Menikmati udara sore ibukota y
Read more
Maukah Jadi Pacarku?
"Lho, Diana mana, Mih?" tanya Wijaya kepada istrinya. Mereka baru saja akan memperlihatkan putri mereka yang cantik kepada keluarga Hutama. Namun, gadis itu sudah menghilang."Tadi di belakang kita, kok," jawab Anisa. Wijaya mencoba menghubungi putrinya melalui telepon. Akan tetapi nomor tidak aktif. "Gak aktif, Mih.""Ke toilet mungkin. Aku sempet liat gadis pake baju pink di belakang kalian lari. Atau mungkin malu ketemu kita?" ujar Hutama. "Anak itu memang selalu bikin ulah akhir-akhir ini," kata Wijaya.Orang tua Diana begitu takjub melihat perubahan Arvan. Anak berusia delapan tahun  yang dulu sering bermain dengan putrinya kini tumbuh menjadi pria tampan. Kemeja ketat yang digunakannya menunjukkan bahunya yang lebar. "Apa kamu benar Arvan?" tanya Anisa."Iya, Tante." jawab Arvan dengan senyum yang begitu pelit."Diana pasti nyesel gak liat kamu, kamu masih ingat wajah Diana kan?""Lupa-lupa ingat, sud
Read more
Siapa Gadis Itu?
Jam kerja baru saja dimulai. Malik dan Arvan tengah melihat berkas-berkas mengenai keuangan perusahaan. Tiba-tiba Heksa menerobos masuk tanpa permisi sambil menebar senyum yang menunjukkan gigi gingsulnya. "Hey, aku udah senyum manis banget gini, lho! Kenapa kalian cuma liatin doang?" kata Heksa mendekat dan duduk di atas meja kerja si CEO dingin."Senyum? Yang ada aku mual tau gak?" jawab Malik."Astaga, punya temen kenapa pada kaku banget gini.""Kamu ngapain pagi-pagi ke sini?" tanya sekretaris berkumis tipis yang belum pernah merasakan hangatnya belaian seorang wanita."Aku mau lamar kerjaan ke Arvan."Jawaban dari Heksa membuat CEO muda ini meletakkan berkas yang ada di tangannya. Ia menyandarkan bahunya ke sandaran kursi dan menatap sepupu badboy-nya itu."Apa?" tanya Arvan dengan singkat."Aku mau jadi OB, please!" Heksa memohon dengan menyatukan kedua tangannya. "Gak!" "Kenapa?""Aku gak suka
Read more
Sembunyi
Diana kembali ke ruangan khusus office girl dan office boy yang ada di lantai bawah. Raut wajahnya sangat murung. Pak Roni dan rekan-rekan cleaning service menduga jika teman baru mereka itu mendapatkan perlakuan buruk dari sang CEO seperti karyawan-karyawan sebelumnya yang tak mampu bertahan lebih dari satu hari."Kamu kenapa, Diana?" tanya Razen, salah seorang office boy."Gak apa-apa, Kak.""Kamu masih betah kan kerja di sini?""Iya, aku betah, kok."Pak Roni mendekat dan memberikan semangat kepada anak buah barunya itu. Ia mengatakan jika pekerjaan Diana lebih ringan dibandingkan teman-teman yang lain."Lebih ringan gimana, Pak?" tanya Diana tak mengerti."Jumlah kita yang dua puluh orang ini ada tugas masing-masing. Setiap orang bertugas di satu lantai. Kamu kan beda, Diana. Kamu cuma satu  ruangan doang, lho." ujar Pak Roni."Iya, satu ruangan, tapi ruangan itu isinya beruang kutub,'' gerutu Diana kesal. Jam maka
Read more
Diana Diculik?
Diana melihat kedua orang tuanya pulang membawa banyak belanjaan. Mereka berdua begitu antusias melihat Arvan. Begitu juga Arvan yang tersenyum ramah dengan bekas tetangga saat kecil itu."Di, Arvan kenal orang tua kamu?" bisik Heksa."Iya.""Tapi gak kenal kamu?""Kami temen waktu kecil, tapi Arvan udah lupa sama aku.""Sepertinya kamu sengaja jadi OB di kantor dia buat deketin Arvan 'kan?""Iya, udah jangan berisik, nanti ketahuan!"Heksa dan Diana kembali mengamati Arvan dari celah pintu lemari. Pertemuan yang sangat lama antara Arvan dan kedua orang tua Diana membuat gadis bermata sipit dan pria berambut mohawk ini tertidur di dalam lemari. Diana menyandarkan kepalanya pada bahu Heksa. Sedangkan sang badboy bersandar pada dinding lemari dengan telapak kaki yang sedikit keluar dan membuat pintu lemari sedikit terbuka."Diana belum pulang juga, kemana ya, Pih?" tanya Anisa."Entahlah, coba Mamih telepon," perintah Wija
Read more
Seratus Hari Saja
Cahaya mentari pagi yang menerobos masuk melalui celah-celah jendela kaca membuat Diana terbangun. Ia menggeliat dan menyadari ponselnya masih ada di genggamannya. Mata yang malas untuk membuka tiba-tiba saja terbelalak ketika melihat dua pesan masuk tertera di layar ponselnya. Jemarinya mengusap layar benda pipih itu dan membuka pesan teratas. Sebuah pesan dari Heksa yang menagih janjinya semalam. Diana tak membalas pesan itu dan berlanjut membuka pesan kedua. [Kau ingat aku? Si baik hati yang selalu kau gandeng saat kecil.] Membaca balasan itu, Diana bingung dan akhirnya membaca kembali pesan di atasnya. Pesan pertama dari nomor itu adalah panggilan namanya. Senyum manis tersimpul di bibir gadis cantik ini. Ia tak menyangka jika Arvan akan mengiriminya pesan. Dengan lincah jemarinya menari di atas layar dan berpura-pura bertanya. [Apa kamu Arvan?] Hatinya terus berbunga-bunga w
Read more
Salah Kirim
Heksa menghentikan napasnya sejenak dan membuka telinga lebar-lebar ketika Diana akan menjawab pertanyaanya. Dengan jantung yang berdegup tak beraturan, Heksa terus memandang wajah ayu office girl yang terluka itu. "Aku ... bakal coba, Sa. Tapi bagaimana kalau aku cuma buat kamu terluka?" kata Diana. "Jangan pedulikan sakit hatiku. Aku sudah bahagia mendengar kamu menyetujui permintaanku. Terima kasih. Mulai besok, aku bakal antar jemput kamu kerja. Jangan nolak, ini salah satu cara biar aku lebih deket sama kamu." "Iya, maaf jadi ngerepotin." "Gak apa-apa, Sayang." "Jangan panggil sayang, dong!" "Kenapa emang?" "Aneh aja." "Kita kan udah jadian, Diana!" "Baru juga lima menit. Pokoknya aku gak mau dipanggil sayang, titik!" "Oke, titik." "Kok titik sih?"
Read more
Jangan Ganggu Aku Lagi!
Arvan tengah bermain ponsel dan mengabaikan pekerjaannya. Beberapa kali Malik mempertanyakan rapat dengan staf keuangan yang kemarin tertunda. Namun, CEO dingin ini seolah tak mendengar dan terus menatap layar ponselnya. Ia tengah menunggu balasan pesan dari Diana, teman kecilnya. Malik mulai kesal. Ia berdiri dari kursi di hadapan Arvan yang hanya berbatasan dengan meja kerja. Penasaran dengan apa yang dilihat bosnya, sekretaris berkumis tipis ini melangkah dan berdiri di belakang Arvan. Ia membaca pesan dengan nama kontak Diana. Malik mengusap matanya, mendekatkan wajahnya ke arah ponsel Arvan untuk memastikan nama yang ia baca.  Malik menoleh ke wajah Arvan yang begitu serius menatap gawai hingga tak sadar akan keberadaannya yang tengah membaca pesan dari Diana itu. "Astaga, sepertinya aku perlu ke dokter mata. Setelah keanehan yang dialami Heksa, sekarang Arvan. Jangan-jangan office girl itu pake susuk jaran goy
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status