Lahat ng Kabanata ng Cinta CEO dalam Jebakan: Kabanata 41 - Kabanata 50
356 Kabanata
41. Dugaan yang Salah
Begitu keluar dari kamar mandi, Max terbelalak karena hanya mendapati Cherry di atas ranjang. Setelah celingak-celinguk dan tetap tidak menemukan sang istri, desah kesal berembus dari mulutnya. “Kenapa dia meninggalkan suaminya berduaan dengan perempuan lain? Apakah dia sama sekali tidak berperasaan?” gerutu pria yang kemudian menatap Cherry dengan raut jijik. “Perempuan ini ... selalu saja merepotkanku. Ck, seharusnya kubiarkan saja dia menangis di lobi. Dia yang batal menikah, tapi kenapa malah aku yang pusing? Kalau saja aku tidak mencoba menjadi teman yang baik, aku pasti sudah menikmati makan malam yang tenang.” Sedetik kemudian, alis Max terdesak ke atas. Kata-katanya baru saja mengingatkan janjinya kepada sang istri. Secepat kilat, ia berbalik menghadap meja yang ternyata sudah penuh dengan hidangan. Helaan napas tak percaya langsung terumbar di udara. “Dia benar-benar menyiapkan makan malam? Lalu, kenapa dia malah kembali ke kamar?” gerutu pri
Magbasa pa
42. Penyesalan Kedua
Menyaksikan reaksi semacam itu, rasa bersalah Max sontak berlipat ganda. Sembari mengerutkan alis, ia mencoba menyentuh pundak istrinya.“Gabriella, maafkan aku. Tidak seharusnya aku bersikap kasar kepadamu,” ucap Max dengan lidah yang kelu.Sang istri tidak menjawab. Wanita itu terus membasuh hatinya yang terluka dengan air mata.“Aku benar-benar keterlaluan tadi. Kumohon, maafkan aku.”Lagi-lagi, Gabriella bungkam. Kesedihannya terlampau besar untuk mampu menerima permohonan maaf yang ia ragukan tersebut.Mengetahui bahwa sang istri telah menutup diri darinya, Max pun mendesah pasrah. Dengan lembut, direngkuhnya wanita itu.“Apa yang bisa kulakukan untuk mengobati lukamu?” bisik pria yang kini mengelus rambut sang istri.Beberapa detik berlalu, Gabriella masih saja terisak dalam dekapan. Wanita itu terlalu lelah untuk menyikapi keadaan. Diam ataupun melawan, keduanya sama-sama tidak mampu menghila
Magbasa pa
43. Pengakuan yang Tertunda
“Apakah kau mau membantuku mencari perempuan yang seperti itu?” tanya Max menguji rasa penasaran sang istri. “Aku hanya ingin lebih berhati-hati jika lain kali bertemu dengan perempuan impianmu,” jawab Gabriella dengan tampang datar. Melihat keseriusan wanita itu, sebelah sudut bibir Max melengkung naik. “Simak ini baik-baik. Aku menyukai perempuan yang berhati lembut, tidak berisik, mandiri, dan tidak merepotkan orang lain.” Alis Gabriella otomatis berkerut. “Apa kau sedang menyindirku?” tanya wanita itu dengan nada tak senang. Sang suami langsung menggeleng. “Tidak. Memang itulah kriteria wanita idamanku. Lalu, aku suka yang manis, lugu, tidak pendendam—“ “Baiklah, cukup. Aku sudah tahu. Kau menyukai perempuan yang bertolak belakang denganku,” sela Gabriella seraya mengangkat telapak tangannya. Menyaksikan sikap jengkel sang istri, Max sontak mengernyitkan dahi. “Kenapa kau kesal? Apakah kau berharap aku menyukaimu?” Bukannya
Magbasa pa
44. Kau Adalah Snowy-ku
Sebuah ide tiba-tiba terlintas dalam benak Gabriella, ide yang enggan ia akui. “Tidak mungkin laki-laki ini menyayangiku. Dia pasti asal bicara. Seorang Max tidak akan mengerti arti keberadaan Snowy bagiku. Tidak seharusnya dia menggunakan boneka kesayanganku sebagai analogi,” batinnya. “Apa maksudmu?” tanya Gabriella terdengar ragu. “Apa kau tidak merasa kehidupan kita mirip? Harus berjuang seorang diri tanpa ada seorang pun yang mendukung dengan setulus hati.” Sang wanita terpaku menyimak perkataan Max. Baru kali itu ia mendengar suaminya begitu terbuka dan jujur. “Lalu, apa hubungannya dengan bonekaku?” selidik Gabriella dengan alis berkerut. Senyum getir sang suami lagi-lagi menambah kebingungannya. “Kau beruntung masih memiliki Snowy yang bisa menenangkan gelisahmu. Saat kau menangis dan butuh kekuatan, kau bisa langsung memeluknya. Tetapi aku ... aku tidak memiliki siapa pun sebelum kau datang.” Deg! Perasaan aneh sontak memenuhi
Magbasa pa
45. Sandiwara Cherry
Begitu membuka mata, Cherry langsung mengerang dan memegang kepalanya yang berat. Bau alkohol yang tercium dari napasnya membuat kening mengernyit. Namun, begitu otak membuka memori, mata wanita itu sontak terbuka lebar. “Apakah rencanaku berhasil? Aku tidak ketahuan berbohong oleh Max, bukan?” Sedetik kemudian, Cherry celingak-celinguk mengamati keadaan sekitar. Sudut bibirnya baru tertarik maksimal ketika mendapati tubuhnya yang polos di balik selimut. “Ternyata, rencanaku berhasil,” gumamnya sebelum cekikikan dengan gaya centil. “Tapi, di mana Max? Dan, kenapa kamar ini gelap?” pikir Cherry sembari memperhatikan tirai jendela yang tidak tertembus sinar mentari. Tiba-tiba, terdengar suara pintu dibuka. Secepat kilat, wanita yang masih berbaring itu menyingkap selimut dan memasang pose menggoda. “Itu pasti Max. Mari lihat, apa yang akan dia lakukan padaku,” batin si penipu di balik kelopak matanya yang terkatup rapat. Ia sama sekali t
Magbasa pa
46. Pembelaan Sang CEO
“Kalau begitu, berlututlah di hadapan Gabriella. Minta maaf kepadanya dan berjanjilah tidak akan mengulangi kesalahanmu lagi,” ujar Max tanpa sedikit pun keraguan. Untuk sesaat, suasana menjadi hening. Istri sang CEO masih terkurung dalam keterkejutan, tak menyangka jika sang suami begitu menjaga derajatnya, sedangkan Cherry hanya bungkam, mempertimbangkan syarat yang diajukan. Kerut alis tak senang telah memayungi mata gelisahnya. Belum sempat Gabriella meminta kelonggaran kepada sang suami, si wanita cantik sudah lebih dulu berlutut dengan kepala tertunduk. “Maafkan aku, Nona. Lain kali, tidak akan kuulangi lagi. Aku benar-benar tidak tahu bahwa Anda kekasih Max.” Wanita berhati lembut sontak mendesah tak tega. Namun, ketika ia hendak menyentuh pundak Cherry, sang suami menahannya. “Kau tidak perlu mengasihaninya, Gaby. Dia memang harus mengingat momen ini agar tidak semena-mena kepada siapa pun, khususnya dirimu.” “Tapi, kurasa ini
Magbasa pa
47. Ciuman Manis
Siapa sangka bahwa omongan Max semakin dekat dengan kenyataan. Begitu mereka tiba di tempat tujuan, mulut Gabriella terbuka lebar, sama seperti matanya yang takjub dengan pemandangan sekitar. “Kenapa kau membawaku kemari?” desah wanita yang masih menelusuri warna-warni bunga di kanan dan kirinya. “Bukankah sudah kubilang? Kita harus mengumpulkan bukti kemesraan sepasang kekasih,” jawab Max yang tersenyum menatap raut wajah cerah sang istri. “Sudah lama aku tidak melihat tempat seindah ini. Dulu, Mama sering mengajakku mengunjungi kebun bunga. Seandainya saja, Mama bisa melihat ini, dia pasti akan sangat senang.” Lengkung bibir sang pria seketika terlukis lebih indah. “Jadi, apakah kau bahagia?” Gabriella menatap sang suami tanpa sedikit pun kepalsuan. “Ya,” angguknya. “Kalau begitu,” Max merentangkan tangan bersiap menyambut istrinya, “apakah kau tidak ingin memelukku?” Mata sang wanita yang berbinar-binar spontan melengkungkan
Magbasa pa
48. Aku Akan Merebutmu
“Kenapa diam? Apakah kau terkesima dengan keahlianku mengawasi kalian?” tanya si peneror dengan nada menggoda. Bibir Gabriella bergetar memaksa lidah untuk bergerak. Namun, selang beberapa detik, otaknya masih belum mengirimkan kata. “Tidak perlu terkejut, Gaby. Mata dan telingaku memang ada di mana-mana, termasuk kebun bunga tempat kau dan Max bermesraan.” Napas sang wanita kini bertambah berat. Lewat sudut matanya yang terbatas, ia memeriksa sekelilingnya. Namun, hingga suara si peneror kembali terdengar, Gabriella tak kunjung menemukan sosok mencurigakan. “Ck, kau sukses membuatku semakin iri padanya, Gaby. Bagaimana jika di pertemuan kita selanjutnya, kau berikan ciuman manis itu kepadaku juga? Atau, kau mau melayaniku di ranjang? Aku akan lebih senang.” Tak kuat lagi menghadapi kegelisahan, mata sang wanita mulai terpejam rapat. “Aku tidak pernah bersikap jahat kepadamu. Tapi kenapa kau menggangguku?” “Justru itulah alasanku memil
Magbasa pa
49. Kemesraan di Kincir Ria
“Ayo, Max, bersemangatlah! Kapan lagi kau bisa mengunjungi pasar malam? Bukankah kau selalu sibuk dengan urusan Quebracha? Tidak ada salahnya bersenang-senang hanya untuk satu malam,” seru Gabriella seraya menyeret tangan yang digandengnya. Pria yang tertinggal satu langkah dari sang wanita hanya mampu mendesah pasrah. Keramaian di sekitarnya membuat memori berputar semakin cepat. “Bagaimana kalau kau mencoba permainan menembak itu?” usul Gabriella tiba-tiba. “Aku yakin, kau pasti bisa mengenai semua target.” Max tidak menjawab. Ia hanya menatap lingkaran merah yang tampak membosankan baginya. “Kau tidak mau?” tanya Gabriella dengan penuh harap. Setelah tiga detik menunggu, wanita itu akhirnya mengerucutkan bibir dan menghela napas kesal. “Kalau begitu, aku bermain sendirian saja.” Gabriella melepas tangan Max dan melangkah menuju stand. Selagi ia membayar, sang suami memperhatikan punggungnya dengan tampang bimbang. “
Magbasa pa
50. Kemesraan di Kereta
Selang beberapa saat, Max akhirnya memberi kesempatan kepada sang istri untuk menghirup udara. Sambil mengatur napas lewat senyum lega, ia mengelus wajah yang masih terselimuti kebingungan. “Kenapa pipimu merah sekali? Padahal, kita sudah sering melakukannya.” Gabriella tidak menjawab. Wanita itu masih mencari jawaban yang tak kunjung ditemukan. “Kenapa Max menciumku? Apakah untuk mengalihkan rasa takut?” Karena tidak mendapat respon, sang pria kembali menyapa kelembutan Gabriella. Gerakannya masih sama, pelan dan penuh minat. Tak secuil pun kenikmatan ia lewatkan. Hal itu membuat sang wanita mengerutkan alis semakin dalam. “Tidak. Laki-laki ini tidak sedang ketakutan. Lalu, kenapa dia menciumku? Apakah karena nafsu?” Dalam kebingungan, Gabriella mengamati tangan sang suami. Terkadang Max memegang pipinya, terkadang telapak besar itu berpindah ke tengkuknya. “Tidak. Ini bukan karena nafsu. Lalu, apa?” Hingga kabin yang mereka t
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
36
DMCA.com Protection Status