All Chapters of Cinta CEO dalam Jebakan: Chapter 51 - Chapter 60
356 Chapters
51. Kau Adalah Rasa Favoritku
“Dingin, Max,” keluh Gabriella saat sang suami menempatkan sesendok es krim di atas tombol kirinya. Alis wanita itu berkerut tak nyaman, sementara tangannya terkepal erat. “Bersabarlah,” timpal sang pria sebelum meletakkan wadah yang hampir beku di atas meja. Sedetik kemudian, bukannya membersihkan makanan yang mulai mencair, Max malah menyapu tombol kanan dengan pengecap rasanya. “Apakah kau sedang menguji kesabaranku? Ini dingin, Max,” ujar Gabriella sebelum menggigit bibir. Mengingat sang suami ahli dalam memancing desah, ia memang harus lebih berhati-hati dalam memilih waktu untuk bicara. Jika tidak, naluri pria itu akan langsung membara. “Untuk bisa membandingkan, aku harus mengetahui rasa yang murni lebih dahulu,” celetuk Max seperti sengaja mengulur waktu. Hal itu sukses memancing raut kesal sang wanita. “Kalau begitu cepatlah! Kau sudah mencoba yang orisinal, bukan?” desak Gabriella sukses membuat suaminya terbelalak tak menyangka. “In
Read more
52. Apa Mungkin Kau Mencintaiku?
Ketika membuka pintu kamar, Gabriella terbelalak menatap suaminya yang tiba-tiba beranjak dari tepi ranjang. Setelah meletakkan ponsel di atas meja, Max menggaruk bagian belakang kepalanya lalu menunjuk ke arah kamar mandi. “Biar aku yang mandi lebih dulu,” ucapnya dengan nada aneh. Sang wanita sontak berkedip datar. Tingkah sang suami telah menimbulkan pertanyaan yang enggan diungkapkan. “Mandi saja. Aku tidak akan merebut shower darimu,” timpalnya seolah tak peduli. Sedetik kemudian, Max mengangguk dan bergegas masuk ke kamar mandi. Langkahnya yang terburu-buru semakin membuat sang istri bertanya-tanya. “Apa yang salah dengannya?” Tanpa berpikir panjang, Gabriella melangkah menuju posisi sang suami sebelumnya. Dari situ, ia dapat melihat dua boneka diletakkan berdampingan di atas ranjang dan ponsel miliknya yang menyala di atas meja. “Apakah dia menyembunyikan sesuatu dariku?” pikir wanita itu sembari mengambil ponsel.
Read more
53. Mencari Bukti Cinta
“Kalau aku mencintaimu, apa yang akan kau lakukan?” Max melempar balik pertanyaan yang menimbulkan letupan besar dalam hati Gabriella. Wanita itu tidak sadar bahwa lengkung alisnya sudah hampir menyamai payung. “Aku ... tidak pernah memikirkannya. Jadi, aku tidak tahu,” jawab Gabriella dengan kedipan kaku. Melihat respon sang istri yang begitu menggemaskan, senyum Max otomatis terkulum. “Kalau kau tidak pernah memikirkannya, lalu kenapa kau bisa menyimpulkan bahwa aku mencintaimu?” Gelengan kepala sang wanita langsung menyanggah. “Aku hanya bertanya. Sikapmu belakangan ini membuatku merasa ....” Omongan Gabriella terputus oleh pemikiran yang baru tercetus dalam benaknya. Setelah berkedip-kedip tak percaya dan memiringkan kepala, ia melanjutkan bicara dengan nada bertanya. “Diperhatikan?” “Jadi, kau akhirnya mau mengakui kalau aku memang perhatian kepadamu?” goda Max sembari menaikkan sebelah sudut bibir. Raut Gabriella sontak berubah ragu. “Ti
Read more
54. Tersentuh
“Apakah kau berharap kalau aku benar-benar mencintaimu?” ucap Max sambil menyangga kepala dengan sebelah tangan. Senyum terkulum di bawah mata yang menyipit sukses mengintimidasi Gabriella. “Bukan berharap. Hanya saja, aku berhak tahu kalau kau memang menyimpan rasa semacam itu terhadapku,” sahut sang wanita dengan kedipan canggung. Ia tidak tahu apakah nada bicaranya sudah tepat atau belum. Yang pasti, ia sudah berusaha untuk terdengar tegas. Selama beberapa saat, pasangan itu bertatapan dalam diam. Keduanya saling membaca sorot mata yang sama-sama meragukan. “Jadi, apakah kau mengharapkan cinta dariku?” tanya Max memecah keheningan. Melihat senyum miring di wajah sang suami, rasa jengkel berkembang pesat dalam hati Gabriella. Dengan alis berkerut, ia menyampaikan protes. “Kau selalu saja melempar balik pertanyaan dariku. Apakah kau takut jika perasaanmu yang sebenarnya terbongkar? Atau kau memang suka membuatku bertanya-tanya?” Bukannya teri
Read more
55. Lihatlah Lebih Jelas
“Kalau Nyonya masih ragu dengan perasaan Tuan, cobalah perhatikan sorot matanya kepada Anda. Tuan Max tidak pernah memandang siapa pun dengan tatapan sehangat itu sebelumnya.” Gabriella tertunduk dan memejamkan mata mengingat perkataan si kepala pelayan. Sudah lebih dari setengah hari kata-kata itu berputar dalam benaknya. Akan tetapi, logika masih menolak percaya. “Mustahil laki-laki itu mencintaiku. Dia selalu saja marah dan menyebutku merepotkan. Sifatku juga tidak satu pun sesuai dengan kriterianya,” gumam wanita itu seraya menopang dagu di tepi jendela. Pemandangan di luar masih sama dengan sepuluh menit yang lalu. Pagar yang tertutup rapat tanpa ada satu pun mobil yang lewat. “Dan kenapa Max belum pulang juga? Apakah dia benar-benar menghindariku?” gerutu Gabriella sebelum menghela napas pasrah. “Hari ini benar-benar membosankan,” gumamnya dengan bibir mengerucut. Selang keheningan sejenak, wanita itu menoleh ke arah ranjang. Dua
Read more
56. Aku Mencintainya
“Apakah Bibi masih menyimpan resep kue kesukaan Max?” tanya Gabriella dengan mata berbinar. Sang pelayan sampai tercengang melihat semangat wanita yang tiba-tiba menghampirinya itu.“Masih, Nyonya. Apakah Anda mau mempelajarinya?”Gabriella menggeleng dengan senyum terkulum. “Aku mau membuatnya sekarang.”Minnie berkedip-kedip tak menyangka. Setelah menyadari perubahan dari sorot mata wanita muda itu, ia bergegas mengeluarkan sebuah buku lusuh dari lemari.“Apakah Nyonya butuh bantuan?”Sekali lagi, Gabriella menggeleng. “Aku bisa membuatnya sendiri, Bi. Terima kasih.”Kemudian, dengan antusias, wanita muda itu mempersiapkan kejutan kecilnya. Tak pernah sekalipun wajahnya cemberut. Sesuatu yang menggebu dalam dada telah memompa semangat untuk membuat sang suami tersenyum.“Semoga saja, keputusanku ini tidak salah,” batinnya setiap kali kekhawatiran menghampiri.
Read more
57. Tamu yang Tak Diundang
Sebelum Amber tiba di hadapan Gabriella, Minnie melangkah maju menghentikan tamunya. “Apa yang ingin Nona lakukan? Tolong jangan menimbulkan keributan.” Sang tamu sontak melayangkan tatapan kecewa ke arah sang pelayan. “Kenapa Bibi lebih membela perempuan itu? Padahal, Bibi lebih dulu mengenalku. Sungguh mengecewakan,” gerutu Amber sembari membuka tas tanpa melihat. Beberapa detik kemudian, wanita itu mengeluarkan sebuah undangan. “Aku datang untuk mengantarkan ini.” Alis Gabriella otomatis berkerut. “Kenapa tidak kau berikan kepada Max secara langsung?” selidiknya curiga. “Ini bukan untuk Max, melainkan Nona-Tanpa-Nama-Belakang. Apakah aku benar? Kau memang tidak mempunyai nama keluarga, bukan? Sama seperti ayah dan ibumu?” Rahang Gabriella mulai berdenyut tak senang. “Tolong jangan menghina keluargaku.” “Aku tidak menghina. Hanya mengatakan kebenaran. Jadi, apakah kau mau menerima undangan dariku atau tidak?” Amber menaikkan
Read more
58. Laki-Laki Terbodoh di Muka Bumi
“Bukankah Tuan sudah berjanji untuk pulang tepat waktu? Kenapa baru tiba sekarang?” tanya Minnie ketika Max melangkah masuk. Wajah pria itu spontan tertekuk. “Tolong jangan menambah rasa bersalahku, Bi. Ada pekerjaan tak terduga tadi,” terang Max sembari meringis. “Di mana Gabriella? Apakah di kamar?” “Ya. Sejak tadi siang—“ “Terima kasih, Bi,” sela Max sembari bergegas menaiki tangga. Sang pelayan yang hendak melapor sampai tercengang melihat kecepatannya. “Tapi Tuan ....” Sang pria hanya mengangkat tangan, menyatakan bahwa dirinya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Gabriella. Sadar bahwa semangat Max terlalu menggebu, sang pelayan pun menghela napas pasrah. “Semoga saja dia mampu mengatasi istrinya.” Dengan alis berkerut, Minnie membiarkan sang pria masuk ke kamar. “Gabriella?” bisik Max setelah menutup pintu. Wanita yang sedang berbaring di ranjang tidak menyahut. “Apakah dia sudah tidur?” pikir sang pria
Read more
59. Tak Sengaja Menyentuh
Lima belas menit berlalu, Max sudah puluhan kali mencari posisi yang nyaman. Ia mencoba berbaring ke kanan, menatap langit-langit, dan menghadap punggung sang istri. Namun, tidak ada satu pun yang terasa tepat baginya. “Bagaimana aku bisa tidur?” pikir pria itu seraya mengerutkan alis mengamati sang istri. Wanita itu bergeming seolah tak peduli. “Haruskah aku mencoba memeluknya? Mungkin saja, dia sudah tidur dan tidak sadar bahwa aku menyentuhnya,” batin Max seraya bergeser merapatkan jarak. Belum sempat tangannya terangkat, Gabriella terbatuk kecil. Sekujur tubuh Max sontak mematung. “Apakah dia juga tidak bisa tidur?” gumam pria yang berkedip kaku. Tiba-tiba, sang wanita bergerak, mengubah posisi hingga mereka saling menghadap. Max spontan menahan napas. Namun, begitu mendapati wajah sang istri yang terpejam, pria itu langsung mendesah samar. “Kenapa aku bisa lupa? Gabriella selalu mengantuk usai menangis. Wajar saja jika dia sudah t
Read more
60. Mencoba Tak Peduli
“Apa lagi yang Anda lakukan, Tuan? Kenapa Nyonya menangis?” selidik Minnie setelah memastikan Gabriella masuk ke kamar. “Aku tidak sengaja menyentuhnya,” sahut Max dengan nada datar. Mata sang pelayan sontak melebar. “Kenapa Tuan melakukan hal bodoh itu?” omelnya seraya meringis. “Dia hampir jatuh, Bi. Aku refleks menangkapnya,” terang sang pria dengan kerut alis yang dalam. Setelah membayangkan apa yang terjadi, perempuan tua itu mendesah lalu merendahkan suara. “Apa rencana Tuan selanjutnya?” “Aku tidak tahu. Pikiranku buntu. Sepertinya, Gabriella tidak akan percaya lagi padaku,” sahut Max sembari tertunduk. “Kenapa Tuan jadi mudah putus asa begini?” “Aku sudah melanggar perkataanku sendiri, Bi, dan dia berpikir bahwa aku sengaja mencuri kesempatan,” terang sang pria sebelum mencengkeram kepalanya yang berdenyut-denyut. Selang keheningan sejenak, Minnie akhirnya menyampaikan pendapat, “Menurut Bibi, sebaiknya Tuan mem
Read more
PREV
1
...
45678
...
36
DMCA.com Protection Status