Lahat ng Kabanata ng Cinta CEO dalam Jebakan: Kabanata 21 - Kabanata 30
356 Kabanata
21. Berikan Aku Ciuman
“Di mana?” tanya Max membuat gadis di hadapannya semakin terdesak. Bibir Gabriella mulai bergetar menanti kata. Namun, tiga detik kemudian, saraf pusatnya masih belum mengirimkan respon. Sorot mata Max telah membekukan pikirannya. “Ayo, tunjukkan!” tantang Max sembari membawa jemari Gabriella mendekati pipinya. Sang gadis spontan menarik tangan dan menggenggamnya di atas pangkuan. Dengan wajah yang tertunduk, ia menyembunyikan kegugupan. “Kenapa? Kau tidak bisa menunjukkannya, hm? Bukankah itu berarti kau memang menguping pembicaraan kami?” simpul pria yang masih membungkuk dengan kedua tangan membentengi kursi. “A-aku tidak sengaja mendengar,” ucap Gabriella tak ingin mengakui kesalahan. Tingkahnya itu sukses membuat Max menaikkan sudut bibirnya. “Tampaknya, kau sudah tidak sayang dengan bonekamu, huh?” Mata sang gadis pun terbelalak. Bayang-bayang Max membunuh Snowy telah melintas di benaknya. “Baiklah, aku menguping.”
Magbasa pa
22. Lakukan Tugasmu, Istriku!
Gabriella tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah dengan seorang pria kaya nan rupawan. Seumur hidup, ia hanya mengenal piano dan partitur. Tidak sedetik pun gadis itu memikirkan persoalan cinta. Namun, sekarang, ia termenung menatap cincin berlian yang melingkar di jari manisnya. “Aku benar-benar menikah?” batinnya tak percaya. Sedetik kemudian, ia menelan ludah, membasahi kerongkongannya yang mendadak gersang. “Gabriella?” Perempuan itu perlahan menegakkan kepala, menghadap wajah tampan yang memanggilnya. “Dan, laki-laki yang bahkan belum kukenal ini adalah suamiku?” Sang pengantin menarik napas panjang, membebaskan rongga dadanya dari sesak. “Apakah keputusanku ini tepat?” “Gabriella,” panggil Max seraya memberi sentakan kecil pada jemari yang digenggamnya. Sang wanita akhirnya mengerjap. “Ya?” Sang pria memberi sinyal lewat lirikan mata. Gabriella pun mengikuti arah pandangnya yang berakhir pada sebuah cincin dalam k
Magbasa pa
23. Canggung
Gabriella dapat merasakan Max hampir tiba. Semakin dekat jarak mereka, semakin erat pula ia mengepalkan tangan. Pipinya yang merona sedikit lagi menyamai tomat.Tepat sebelum sang pria memagut bibirnya, bunyi ketukan pintu mengalihkan perhatian. Gabriella dapat mendengar dengus kecil dari hadapannya. Saat itulah, ia baru bisa kembali bernapas dan membuka mata.“Ya?” Max menatap ke arah pintu dengan alis terangkat tak senang.“Maaf, Tuan. Sekretaris Anda menunggu di pos penjaga. Dia bersikeras ingin masuk menemui Tuan,” seru seorang pelayan dari balik pintu.“Katakan saja kalau aku sedang memberlakukan protokol lima!”“Dia tetap memaksa, Tuan."Embusan napas cepat langsung terdengar. “Tolong sampaikan kepadanya untuk menghubungiku via telepon!” Usai memberi perintah, Max meraih ponsel dan mengaktifkannya.Mengetahui kekesalan sang suami, Gabriella tidak berani berkutik. Sesekali, ia
Magbasa pa
24. Apa Kau Sudah Siap?
“Lihatlah, siapa yang lebih dulu menyentuh?” goda Max seraya menaikkan sebelah alis. Merasa kesal, Gabriella pun mengempaskan tangan suaminya. “Sudahlah! Aku mau tidur!” Dengan kasar, sang wanita membanting tubuhnya di kasur lalu berbaring membelakangi sang suami. Beberapa detik kemudian, ia mengubah posisinya menjadi telentang, lalu berbaring miring ke kanan. Ke arah mana pun wajahnya menghadap, matanya tetap tidak mau terpejam. “Kenapa? Kau tidak bisa tidur karena memikirkanku?” ledek Max dengan senyum terkulum. Gabriella berdecak kesal lalu melempar suaminya dengan boneka. “Berhentilah menggangguku!” “Wow! Ternyata, kau sudah tidak sayang lagi kepada Snowy? Baiklah.” Max memeluk boneka beruang kutub itu dan kembali fokus pada ponsel. Melihat tingkah sang suami, Gabriella pun terpancing untuk duduk kembali. “Hei, kembalikan bonekaku!”   “Ini bukan bonekamu lagi. Kau sudah memberikannya kepadaku,” sahut Max santai
Magbasa pa
25. Serangan Amber
“Pria itu cerewet sekali. Lipstikku saja mau dia komentari,” gerutu Gabriella sebelum mengoleskan pewarna merah di bibirnya. Selang beberapa saat, matanya berkedip-kedip datar. “Apakah terlalu tebal?” gumamnya sembari memperhatikan cermin lebih dekat. Sedetik kemudian, perempuan itu menarik tisu dan menghapus lipstiknya. “Ah, ini terlalu pudar.” Setelah beberapa menit, Gabriella akhirnya mendapatkan warna yang tepat. Senyum puas pun tersungging di wajahnya. “Apa kau pikir dirimu cantik?” tanya seorang wanita yang baru memasuki pintu. “Kau senang karena berhasil merebut Max dariku?” Gabriella spontan menoleh dan mengerutkan alis. “Amber?”  Dengan tangan terlipat di depan dada, wanita angkuh itu berjalan menghampiri. “Di mana kau mendapatkan ini?” tanyanya seraya memperhatikan keaslian lipstik yang baru saja diambilnya dari tangan Gabriella. “Max memberikannya kepadaku,” jawab si perempuan jujur dengan nada kaku.
Magbasa pa
26. Jebakan Baru
Tanpa membuang waktu, Max bergegas memeriksa bilik demi bilik. Jantungnya berdetak lebih cepat setiap ia mendapati ruang kosong. Begitu pula dengan paru-parunya yang dipaksa mengirimkan banyak oksigen untuk menjaga akal sehat. Gemuruh napas Max baru tertahan ketika ia tiba pada pintu terakhir yang terkunci dari luar. Firasat buruk seketika membuat seluruh sarafnya menegang. “Gabriella?” Hingga Max selesai menelan ludah, tidak ada jawaban yang terdengar. Dengan hati yang berdebar, pria itu membuka kunci dan mendorong pintu. Dua detik kemudian, seorang perempuan tanpa busana telah menyengat jantungnya. Dengan mulut ternganga tanpa kata dan bola mata bergetar hebat, ia memperhatikan wajah Gabriella yang penuh dengan warna merah. Tepat ketika wanita yang menatapnya berkedip, kesadaran menyentak tubuh sang pria untuk mulai bergerak. “Apa yang terjadi?” tanya Max seraya melepas jas dari badannya. Lalu, ia membalut tubuh sang istri agar tidak
Magbasa pa
27. Bangunkan Aku Tanpa Menyentuh
Lima detik berlalu, sang pria masih berdiri diam dengan tatapan tertuju pada lantai. Ia dapat merasakan efek dari obat perangsang menjalar dalam tubuhnya, meninggalkan jejak panas dan energi yang begitu besar. “Apa yang kau tunggu, Max? Haruskah perempuan yang bergerak lebih dulu?” tanya Amber dengan senyum licik. Sedetik kemudian, pria itu mengeluarkan ponsel dari saku lalu mulai mengetik pesan. Alis wanita yang sudah tak sabar sontak berkerut tak senang. “Apakah kau sedang meminta bantuan?” “Aku mengirimkan perintah kepada sopirku untuk menunggu lebih lama.” Mata Amber seketika membulat tak percaya, apalagi, saat pria yang diinginkannya mendekat dan meletakkan ponsel di sisi meja. “Jadi, kau sudah berubah pikiran?” tanya wanita yang mulai dibanjiri oleh perasaan bahagia. Sang pria pun mengangguk dan memberikan tatapan mengintimidasi. “Ini yang kau inginkan, bukan?” Tangannya mulai membuka ikat pinggang, membuat hati A
Magbasa pa
28. Bagaikan Singa Kelaparan
Selang beberapa menit, pelupuk mata Gabriella hampir tertutup rapat. Malam itu terasa sangat tenang baginya. Tidak ada Max, tidak ada paksaan. Hanya ada Snowy dan kasur empuk di bawahnya. Tanpa terduga, pintu tiba-tiba terbuka lebar lalu dibanting dengan keras. Gabriella pun tersentak dan langsung terbelalak. “Max?” desahnya sebelum menelan ludah. Bola matanya bergetar hebat mengimbangi degup jantung yang mendadak cepat. “Kau sengaja tidak membukakan pintu untukku, hm?” tanya sang pria sambil melucuti kemejanya dengan ceroboh. Sorot mata tajam dan gemuruh napasnya membuat sang istri semakin ciut. “Aku sama sekali tidak tahu kau datang,” jawab Gabriella dengan alis berkerut dan kepala tertunduk. Tangannya telah mendekap Snowy lebih erat. “Jadi, kau tertidur nyenyak di saat suamimu menunggu di depan pintu?” Bibir Gabriella bergetar tanpa kata. Keberanian yang tadi ia pupuk telah layu, apalagi, ketika Max membanting celana panjangnya di l
Magbasa pa
29. Kemesraan dalam Bathtub
“Pelan-pelan, Max! Pelan-pelan!” Pria yang sedang mencari titik fokus lagi-lagi mendengus kesal. “Kau ini mau membantu atau membuatku semakin frustrasi? Aku bahkan belum menemukan pintu masuknya.” “Itu karena ekspresimu terlihat menyeramkan. Kau seperti pembunuh berdarah dingin yang hendak menikam korbannya,” timpal Gabriella dengan alis melukiskan kegelisahan. “Kalau begitu, berbaliklah!” “Kau mau melakukannya dari belakang?” tanya wanita yang kini memunggungi suaminya. “Dari depan saja kau kesulitan, apalagi dari akh ...!” Hanya dalam sekejap, Gabriella telah menggigit bibir dan memejamkan mata erat-erat. Ia tidak lagi canggung untuk bersandar pada pundak kekar sang pria. “Kenapa kau memasukkan jarimu lagi?” erangnya di sela ringisan. “Aku harus mempelajari posisi baru. Kau tidak ingin aku memasuki lubang yang salah, bukan?” bisik Max membuat bulu kuduknya meremang. “Ya, tapi ... mau berapa lama kau melakukannya?”
Magbasa pa
30. Kemesraan dalam Mobil
Selang beberapa menit, Max kembali memeriksa keadaan sang istri. Wanita itu sedang meringkuk membelakanginya. Tubuh yang gemetar tampak jelas sedang berperang melawan hasrat. “Dia masih menahannya, hm? Hebat juga.”   Tanpa merasa khawatir, sang CEO mengalihkan fokus ke ponsel. Pesan dari Sebastian langsung menyita perhatiannya. “Kenapa dia bersemangat sekali menanyakan proyek baru? Padahal, jelas-jelas sudah kukatakan bahwa rancangan gedung masih perlu disempurnakan. Kalau begini, proyek lain yang sedang berjalan bisa lolos dari pengawasan.” Tiba-tiba, Gabriella merintih seperti orang kesakitan. Sang pria sontak menyimpan ponsel dan memeriksa istrinya lebih saksama. “Apakah kau baik-baik saja?” Begitu ia menarik pundak sang istri, matanya terbelalak. Wajah Gabriella sangat pucat dan dipenuhi keringat. “Jangan sentuh aku!” pinta wanita yang tidak sanggup lagi bersuara kencang. Energinya telah banyak terserap oleh ledakan ha
Magbasa pa
PREV
123456
...
36
DMCA.com Protection Status