Semua Bab Pick You!: Bab 21 - Bab 30
42 Bab
sebaiknya dibaca
Hai teman-teman yang terhormat!   Panggil aja amathiaston. Author dari Pick You!  Sekedar informasi, bahwa mathias bukanlah mahasiswi murni dari Fakultas Kedokteran. Jadi maklum jika banyak sekali kekurangan/terlalu berlebihan dalam membawakan cerita ini.  Semua hal yang mengenai dunia medis, dan dunia kemiliteran hanya mathias dapatkan dari buku, internet, dan sekedar bertanya kepada teman-teman mathias. Kurangnya sumber pengetahuan mathias mungkin membuat ceritanya agak 'freak' (aneh) saat dibaca. Oleh karena itu mathias mohon maaf yang sebesar-besarnya, atas ketidakcocokan mengenai cerita ini dengan keaslian informasinya. Jika ada anak FK yang baca cerita mathias, tolong berikan krisar yang baik di kolom komen. Benarkan, dan mathias akan menanggapi dengan baik.   Terima kasih banyak yang sudah baca! Yang udah dukung! Semoga kalian semakin sehat dan bahagia!   Bye :)
Baca selengkapnya
bab 21
"Pendonor bernama Reno Adriano usia 15 tahun. Status saudara kandung dari nona Nabilah Adriani. Dengan kecocokan HLA human leukocyte antigen sebesar 95%. Tipe darah yang sama AB+.  Transplantasi sumsum tulang belakang akan dilakukan besok lusa pukul 9 pagi" Perawat berbaju putih setelah membacakan data tadi, pamit pergi. Menyisakan aku dan dokter Ali di ruangan. "Dia masih terlalu muda dok!?" "Tapi dia sudah memenuhi standard perizinan. Nabilah, adikmu itu sehat walafiat. Kau tidak usah khawatir. Dia anak muda yang hebat" Aku mendengus. Bagaimana Reno bisa melakukan hal sebesar itu? Aku tahu aku kakaknya, tapi bagaimana bisa dia seberani itu untuk mendonorkan  tulang sumsum nya. "Ingat ini. Kau dan dia bersaudara. Kau juga tahu benar bahwa yang paling cocok untuk mendonorkan tulang sumsum adalah saudara kandung. Reno sendiri yang memintanya, percayalah. Dia itu adik yang berbakti"I know that."
Baca selengkapnya
bab 22
Pita suara dibunyikan kembali. Merdu hingga jatuh secara dalam ke relung hati. "Allahuakbar Allahuakbar Asyhadualla ilaha illallah Asyhaduanna Muhammadarrasulullah Hayya 'ala sholaah Hayya 'alal falah qodqomati shoola Qodqomati Sholaa Allahuakbar Allahuakbar Laa ilaha illallah" Aku bersiap sholat. Walaupun dengan terbaring, tapi tidak bisa sekali saja untuk meninggalkan kewajiban agama. Ibu membantuku memakaikan hijab panjang karena tidak bisa memakai mukenah. Lalu kaki ku kebawah ditutup menggunakan selimut. Baju rumah sakit lumayan panjang, lenganku tidak terlihat. Lalu aku tayammum menggunakan debu di seprei. "Sudah siap?""Iya" Ayah menjadi imam seperti biasa dirumah, Lalu Reno dibelakangnya. Dibelakang lagi ada ibu, lalu dibelakang ibu ada aku yang sedang berbaring di ranjang. "Allahuakbar" "Bismillahirrahmanirrahim... Alhamdulillah hirabbil'alamin, Arrahmanirrahiim, Maaliki yaumiddin, Iyya kana'budu waiyya
Baca selengkapnya
bab 23
4 tahun sebelum koas Pt IV "Look! Bukan hal yang sulit kan? Makanya kalo malem itu jangan keburu tidur, otak nya iniiii loh diasah dikit. Boro-boro dapet A, latihan sama gue aja dapetnya B-" Aku mendengus. Baiklah, dia yang berkuasa kali ini. Biarkan dia berbuat semaunya, jarang-jarang dia yang menjadi mentorku. Lagipula, aku yang ingin juga kan? "Iyaa bawel lo ah. Dibenerin kok ini!" Lagi-lagi aku harus menghapus jawaban ku tadi. Sudah beberapa kali ya? Setelah beberapa hari aku meminta Aldo menjadi guru les ku, hari ini aku jadikan dia sebagai mentor juga. I mean, sebagai pengoreksi saat ada yang salah. Soalnya sulit, tapi lebih sulit saat aku mengerjakan nya tanpa bantuan Aldo."Gini bukan?" Aku menggigit bibir tatkala Aldo membaca lembaran jawabanku untuk kesekian kalinya. "Perfect deh. Seenggaknya buat dapet A maksimal 2 pertanyaan yang dijawab salah. Kalo 3 sampai lebih sih... dapetnya B+ atau B-.
Baca selengkapnya
Bab 24
"Pada hari ini, Sabtu, tanggal 10 Februari 2017. Pukul sembilan waktu Indonesia bagian Barat. Akan dilaksanakan operasi stem cell pada pasien nona Nabilah Adriani. Usia dua puluh tiga tahun dengan operator dokter Rudi wirapratma spesialis bedah dan anestesi dokter Kamila cahya spesialis anestesi, Yona sebagai scrub nurse, dan saya, Desi sebagai circular nurse. Diagnosa pasien, tensi 120, dan tipe darah pasien AB positif......." Sembari mendengarkan lanjutan time out para tim operasi, aku terus berdoa di sepanjang kesadaranku. Dengan banyak membaca doa dan permohonan keselamatan pada Tuhan. Untukku, dan untuk Reno.  Kesadaran ku masih terjaga, tapi mataku tidak berani kubuka.  "Kita mulai operasinya"  Suntikan bius ditancapkan di lengan kanan ku. Saat itulah, kepalaku sedikit bingung, berat, dan pusing. Lama kelamaan pencahayaan dari lampu kristal di ruangan itu menggelap. Digantikan dengan pemandangan gelap gulita. Mataku tertutup, tapi
Baca selengkapnya
bab 25
Minggu-minggu ini ramai sekali orang yang mengunjungi kamarku. Mulai dari rekan kerja, para anggota TNI, dan warga sekalipun. Dini dan Nanda juga sering bermain ke sini. Ingin menemaniku katanya.Aku juga sudah bisa berdiri, dan berjalan. Tapi untuk berlari masih belum bisa, punggungku tidak kuat menopang berat badan. Untuk Reno dia sudah terlihat segar. Seperti biasanya. Hanya aku yang keadaannya masih mengenaskan.Malam beranjak larut. Tadi hujan lebat baru reda lepas isya. Semua orang sepertinya enggan kemana-mana selain duduk di dalam rumah menikmati rasa dingin yang menusuk. Malam ini tidak ada orang yang datang kemari, aku hanya ditemani 3 orang keluargaku."Ayah bilang kalo kak Nabilah pulang ke Jakarta dia akan pasang Wi-Fi kak. Yang 5 GB. Seru sih" "Halah itu mau kamu aja" Ayah menimpali sambil minum kopi. "Berapa perbulannya yah?" "Kata temen ayah sebulan bisa 500 sampai 700 ribu" "Yang 2
Baca selengkapnya
bab 26
Even when the night changes. Kalian tahu lirik itu kan? Setelah hari-hari ku berada di rumah sakit dan terkurung dalam kamar kos kecil, akhirnya aku bebas. Maksudnya adalah aku sudah sembuh total. Setiap malam kepalaku sakit, sekarang tidak. Setiap hari nafasku berat, sekarang tidak. I'm so happy about it. "Kami balik dulu. Jaga kesehatan mu baik-baik. Jangan makan sembarangan. Jangan terlalu lelah. Jangan mikirin hal buruk. Jangan-" "Iya-iya ibu. Nabilah ngertiii bangett. Makasih banyak udah ngerawat Nabilah disini""Kok gitu? Dari bayi udah ibu rawat loh" Kami berpelukan. Hari ini ibu dan yang lainnya pulang ke Jakarta. Ada kalau mereka hampir sebulan disini. Hanya untuk merawatku. Khusunya dokter Ali, dengan pekerjaannya yang sangat padat di kota, ia merelakan nya hanya untuk ikut menjagaku disini. Walau bukan keluarga, dia sudah kuanggap sebagai saudara ayahku. "Dok. Terima kasih. Kalau gak ada dokter, Nabilah udah sekar
Baca selengkapnya
bab 27
"Luna, apa kabar?" Anak itu semakin heboh saja. Dia berteriak kencang saat jamaah mulai bubar. Bahkan mukenah masih melekat apik di tubuhnya. Dia sudah kepala dua loh. "Gak baik. Kakak apa kabar juga, maaf gak sempet kesana lagi... Luna repot disini" Dia menunduk dan memainkan tangannya. "Halah, jangan dipikirin, aku baik kok" Dia memutar bola matanya. "Apa?" "Naif banget sih, bentar kak, Luna mau beresin mukenah dulu. Habis ini kesini lagi. Bye!" Dia berlari kencang menuju tenda. Aku menggeleng kan kepalaku. Anak itu..."Sudah kangen-kangenan nya? Sini tas m-" Kalimat kapten Andika terpotong suara Andin. Aku tertawa kecil. "Dokter Nabilah. Senang melihatmu lagi" Senyumanku merekah lebar saat sersan Andin berjalan ke arahku. "Ser, ah maksudku Andin. Senang juga melihat mu"Kami berpelukan. "Andin, aku belum berterima kasih atas bantuanmu. Maksudku.. darahnya. Aku tidak bisa membalas apa-apa" Dia terkekeh.
Baca selengkapnya
bab 28
"Ada apa panggil-panggil?""Udah sholat?""Udah"Andika membawa sepiring makanan untukku. Yang jelas bahwa itu makananku, siapa lagi? "Makan! Habiskan" Dia benar-benar merawatku. "Itu kebanyakan lah! Kau pikir aku gaj- Hmmpt" Mulutku...Penuh.. Apa ini...Rasanya seperti.....   "Jangan banyak omong, pokoknya makan dan habiskan. Aku suapin" Mulutku penuh dengan makanan, saat sedang asyik bicara malah dimasuki sesendok penuh nasi. "Ayo.. Kunyah" "Kwau.. kwenapa mwenyuawapikwu, awku bwisa swendiri" "Habiskan dulu, aku tidak bisa mengerti" Saat aku ingin menjawab, ponsel Andika berdering. Dan aku tidak jadi bicara. Dia terlihat serius saat melihat layar ponselnya. Dan terlihat sedikit tidak suka. Andika tidak mengangkatnya, dan malah mematikan daya. Dasar."Kenapa tidak diangkat?" "Tidak penting. Salah sambung
Baca selengkapnya
bab 29
"Apa aku sudah bisa beraktivitas?" Tanyaku pada dokter Alice. Dia menatapku kesal. Dia memang setiap detik selalu kesal kepadaku. Nye nye nye. "Jangan banyak omong. Makan itu!" Aku menatap sepiring nasi dan ikan lele dihadapan ku. Semakin malas saja. Andai kapten Andika disini, dia yang akan menyuapiku seperti kemarin.Eh.."Kau makan saja, akan kuperiksa lukamu" Bekas jahitan operasiku masih basah, dan itu butuh waktu lama untuk kering. Agar tidak infeksi saat tergores sesuatu seperti baju, pakaian dalam, atau korset. Oleh karena itu, aku memakai kaos sebagai dalaman agar tidak menyumbat pembuluh darahnya. Dokter Alice menyingkap kaosku dibalik punggung. Dengan posisiku yang sedang duduk, dia tidak kesulitan. "Apa masih nyeri?" Tanyanya sambil menyentuh sedikit bekas jahitan itu. "Sedikit, saat tidur. Mau miring, rasanya sedikit tertarik" Aku mengingat saat kemarin malam tidur beralaskan tikar di dalam tenda. Mau mir
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status