Semua Bab Nikah Kontrak Ketika Hamil: Bab 21 - Bab 30
81 Bab
Kartu ATM Gold
"Bagaimana, enak?" "Makanan ini lebih enak dari restoran bintang lima, makanan apa namanya ini? Aneh tapi sangat enak." Tentu saja kalimat pujian itu terlontar di dalam hati, hingga membuat Mlathi terus menatap Eric sembari menunggu tanggapannya mengenai makanan itu. Dilihat dari raut Eric, ada kemungkinan baik tentang masakannya. "Hm, bagaimana. Rasanya enak kan?" Lamunan Eric langsung terbuyar saat suara lembut Mlathi kembali menyapa. Eric berusaha senormal mungkin seolah semuanya biasa saja. Ia kembali meletakkan sendok itu dan memperbaiki duduknya. "Mimpi! Biasa saja, tidak ada yang istimewa dari makanan ini. Sudah bentuknya aneh, rasanya tidak karuan lagi." Kalimat yang bertimbang balik dari kata hatinya, membuat Mlathi mengerucutkan bibirnya 99 derajat celcius sembari menarik punggungnya menyentuh senderan kursi. 'Benarkah? Tapi Dogge sangat menyukainya?' bisik Mlathi yang terus merengut. Sembari ekor mata
Baca selengkapnya
Menjaganya dengan Baik
"Seriusan!" Satu teriakan melengking terdengar saat Mlathi menyelesaikan ceritanya beberapa minggu terakhir. Tentang bagaimana ia hamil, dan berakhir ke pernikahan. "Ssstt," desihan halus dari bibir Mlathi sembari telunjuknya terangkat ke udara, membuat wanita di depannya langsung mengatupkan bibir. "Sorry, sorry. Soalnya aku kaget banget, sekali ketemu kamu udah hamil. Pantesan kamu susah banget aku hubungi, aku sempat khawatir lo sama kamu." "Maaf yah, Rin. Waktu itu aku frustasi banget sama nasib aku. Jadi aku gak mikirin yang lain." Karin langsung menggelenh sembari memegang kedua tangan Mlathi. Ada rasa kasihan melihat teman baiknya mengalami hal seperti itu, tapi ia juga senang karena Mlathi baik-baik saja dan laki-laki bejat itu mau bertanggung jawab. Yah meski berakhir menyedihkan. "Udah Thi kamu gak salah kok, aku ngerti gimana perasaan kamu. Seharusnya aku yang minta maaf karena gak ada nemenin kamu wa
Baca selengkapnya
Sesuatu yang Janggal
Setelah berhasil mengambil uang di kartu gold tadi berkat bantuan dari Karin. Kini Malthi kembali ke kafe untuk bertemu seseorang. Hampir setengah jam ia duduk dengan gelisah dan kedua tangannya terus menggenggam erat tas kunonya. Takut, jika tas itu di rampas seseorang. Ia tidak akan mungkin menghilangkan uang dengan nominal yang begitu banyak, jika itu terjadi maka hidupnya tidak akan tenang seumur hidup.  Mlathi sengaja mengambil meja dekat pintu masuk yang bersebelahan dengan kaca yang menghadap ke luar jalanan agar ia bisa leluasa untuk melihat orang utusan ibu tirinya datang.  Senyum tipis langsung terbit ketika orang yang ia tunggu akhirnya tiba.  "Sorry, gue telat. Soalnya macet banget. Mana uangnya?" ucap lelaki yang lebih tua dari Mlathi sembari duduk. Tanpa berpikir panjang lagi, Mlathi langsung mengambil uangnya dari dalam tas yang dibungkus ke dalam amplop kuning.  Da
Baca selengkapnya
Sekelebat Masa Lalu
"Bu, kau sedang bersama siapa?"  "Siapa? Tidak ada, di sini aku sendiri. Kakakmu sedang di rumah karena banyak tugas dari kampus."  "Tapi, tadi-"  "Ah sudahlah, ini sudah hampir tengah malam. Kau tidak mengantuk apa? Setidaknya pikirkan aku, beberapa hari ini aku begitu repot mengurus Ayahmu seorang diri. Sekarang biarkan aku melanjutkan tidurku," potong Konah cepat dari seberang.  "Maaf, Bu. Merepotkanmu dan aku tidak bisa membantu," ucap Mlathi dengan nada sedih dan seketika langsung melupakan kecurigaannya beberapa detik lalu.  "Baiklah, baiklah. Kau cukup membantuku dengan mematikan telpon ini, aku akan menghubungimu lagi jika terjadi sesuatu."  "Baik, Bu. Selamat malam."  Tidak ada balasan lagi dari seberang, hanya ada suara nyaring pertanda bahwa telpon telah dimatikan dari seberang. Mlathi mengeng
Baca selengkapnya
Morning Sickness
Pintu utama terbuka hingga menampilkan sesosok lelaki tegap dan wanita yang mengikuti dari belakang. Melihat hal itu, membuat Mlathi langsung berjalan menghampiri Eric untuk bertanya. Ia sangat khawatir akan kesehatan Dogge, sejak kepergian Eric ke rumah sakit tadi. Ia terus-terusan mondar mandir tidak karuan karena terlalu cemas.  "Bagaimana? Apakah Dogge baik-baik saja?"  Tanpa memedulikan kemarahan Eric tadi, Mlathi tetap saja bertanya. Yang terpenting sekarang adalah kesehatan Dogge.  "Grace, cepat bawa Dogge ke kamarnya dan segera beri dia obat."  "Baik, Tuan."  Grace langsung mengambil alih Dogge dan membawanya ke kamar. Mlathi yang terus tidak tenang, hendak melangkah mengikuti Grace untuk melihat kondisi Dogge.  "Berhenti!" Suara bariton Eric langsung menghentikan langkah Mlathi. Wanita itu kembali berbalik. 
Baca selengkapnya
Ingin Terus Memeluknya
Setelah memberi makan Dogge dan menidurkannya, Mlathi langsung naik ke lantai atas untuk membersihkan diri sebelum tidur. Baru satu langkah masuk ke dalam kamar, suara knop pintu di kamar mandi berputar dan daun pintu perlahan mengayun membuka hingga menampilkan sesosok pria bertelanjang dada. Mlathi langsung menjerit sembari menutupi matanya dengan menggunakan kedua tangan. Hingga membuat Eric terkejut dan ikut berteriak tapi hanya sebentar. Sebelum Mlathi berhasil melangkah keluar, Eric telah lebih dulu menarik lengan Mlathi dan menutup pintu lalu menguncinya. Karena tarikan yang cukup kuat, hingga membuat Mlathi menubruk dada bidang yang basah itu. Jarak mereka cukup dekat, dan itu berhasil menimbulkan detak jantung Mlathi berdebar kencang. "Apa yang kau lakukan?" tanya Mlathi yang kembali menutupi matanya, karena tadi sempat melihat otot dada itu. "Aku? Tentu saja mandi." "Hm, bu-bukan itu. Maksudku, kenapa kau menarikk
Baca selengkapnya
Sikap Bar-bar Mlathi
Hari pertama setelah tidur bersama. Setelah ritual pembersihan diri di kamar mandi, Mlathi melangkah keluar dari kamar mandi. Dan pertama kali yang ia lihat adalah Eric yang sedang bermain ponsel di atas kasurnya. Lagi, pikiran jelek Mlathi bermain di otaknya membuat ia berkali-kali meneguuk salivanya dengan susah payah. "Mlathi, cukup kemarin malam saja kau bertingkah keterlaluan dan tidak lagi untuk malam ini dan seterusnya," gumamnya memperingatkan diri lalu segera melangkah ke sofa, tempat di mana ia tidur selama tinggal di rumah Eric kecuali tadi malam. Sepertinya Eric tidak menyadari keberadaan Mlathi ketika lelaki itu terus sibuk bermain ponselnya tanpa sedikit pun menoleh. Mlathi duduk agak gelisah, sekali-kali ia mencuri pandang ke arah kasur sembari menggigit bibir bawahnya. Keinginannya untuk kembali memeluk tubuh Eric terus menggebu. Kejadian tadi malam terus terngiang di benaknya, dan itu membuat ia sedikit tidak nyaman.
Baca selengkapnya
GEGANA: gelisah, galau, merana
Suasana di meja makan pagi itu begitu senyap, hanya suara dentingan sendok ke piring yang terdengar. Sesekali Mlathi mencuri pandang ke arah Eric yang menampilkan wajah datar. Ia tidak berani membuka pembicaraan karena masalah tadi malam. Apalagi tadi setelah bangun tidur, Eric terus menatap tidak suka ke arahnya. Meski tidak berkata apapun, tentu saja Mlathi tahu bahwa Eric sedang marah padanya. "Hm, apa kau mau nambah? Aku ambilkan yah," ucap Mlathi akhirnya, suaranya terdengar serak karena sedari tadi terus diam. "Tidak!" Suara tegas Eric menghentikan tangan Mlathi yang hendak memasukkan tumis sayur ke dalam piring Eric. "Ahh ... baiklah untukku saja." Mlathi sedikit kecewa ketika mendengar penolakan dari Eric. Entah kenapa akhir-akhir ini emosinya sangat susah dikendalikan. Eric sama sekali tidak menoleh. Jangankan menoleh, melirik saja tidak. "Hm, apa kau marah?" Mlathi memberanikan diri untuk bertanya. Ia
Baca selengkapnya
Tiba-tiba Berubah Diam
"Tony, segera panggilkan Dokter Fani ke ruanganku!" perintah Eric keluar dari lift menuju ruangannya. Tony terus mengekor dan membukakan pintu untuk Eric setelah sampai di depan ruangannya. "Tuan, hari ini Dokter Fani memiliki banyak pasien. Jadi, jika Anda ingin bertemu, harap membuat janji terlebih dahulu." Kalimat Tony mendapatkan tatapan tajam bak elang, membuat lelaki berkaca mata minus itu seketika menunduk. "Aku tidak pernah membuat janji pada siapa pun jika ingin bertemu, jangan membuatku kembali mengulang kalimatku!" sergah Eric penuh emosi, kepalanya begitu pusing, dan mata panda sudah melingkar di kedua matanya akibat tidak bisa tidur tadi malam hingga pukul tiga pagi. "Maaf, Tuan. Segera saya panggilkan." Tony langsung berjalan cepat untuk menunaikan perintah dari Eric. Tidak butuh waktu satu jam, Dokter Fani telah berada di hadapannya. Siapa yang berani menolak perintah dari Eric jika bukan orang it
Baca selengkapnya
Lakukan Hanya Demi Bayiku
Sudah dua hari, Mlathi tidak lagi menunjukkan sikap anehnya. Ia lebih pendiam dari biasanya, setiap Eric berusaha membuat Mlathi kesal. Wanita itu tidak pernah mempermasalahkannya dan bahkan mengacuhkan.  Seharusnya senang, kan?  Lalu kenapa Eric menjadi pusing sendiri memikirkannya? Dan selama dua hari itu juga ia sering tidak konsen dengan pekerjaannya lantaran mengantuk.  "Tuan, apakah Anda baik-baik saja? Sepertinya Anda butuh tidur." Tony menegur dengan prihatin. Lingkaran hitam sangat jelas di bawah matanya.  "Jika itu bisa, aku pasti sekarang sudah tidur dengan nyaman di rumah. Tapi ... ah sudahlah."  Eric berdecak, matanya sangat berat. Tapi saat ia berada di atas kasur dan bersiap tidur, entah sihir dari mana, matanya sudah tidak ingin terpejam lagi.  "Apa perlu menghubungi Dokter Andre, Tuan?" tanya Tony lagi, mungkin T
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status