Lahat ng Kabanata ng LOVE AFFAIR: Kabanata 31 - Kabanata 40
46 Kabanata
BADAI MUSIM SEMI
Seperti datangnya musim semi sehabis musim dingin yang panjang, hubungan Bhaga dengan Atma berjalan lancar dan mulus, merekah bak bunga-bunga di taman yang indah.Masa lalu soal Jessica sepakat mereka lupakan, sekarang yang penting adalah masa depan. Mendapat restu Bu Sona adalah tujuan mereka bersama. Juga, rencana sekolah masak yang akan diikuti Atma. Bila semua lancar jaya, maka pernikahan akan segera dilaksanakan.Hari itu Bhaga mengajak Atma pergi, melihat rumah yang tengah dia bangun. Sedikit lagi selesai. Atma sudah terbayang, akan dia tanam apa di halaman. Bhaga pun sudah berangan-angan, pulang disambut oleh istrinya tercinta, Atma, dengan anak-anak mereka yang lucu.Namun, badai pun kadang terjadi di musim semi. Saat semua telah berjalan lancar, sebagaimana semestinya, Jessica kembali di waktu yang tak terduga. Saat jelang Atma pulang ke desa, Jesssica kembali dengan air mata berurai, meminta sedikit waktu untuk bicara dengan Bhaga."Maaf, Jess.
Magbasa pa
KEPUTUSAN
Belum ada sinyal damai dari Atma. Pun Bhaga, tak mau mendesak dia untuk membuat keputusan. Seminggu lebih Atma meragu, pulang ke desa dia tunda dengan berbagai alasan. Bu Sona sendiri belum tahu apa yang terjadi di Jakarta.Timbul dalam benak Atma, jika Nabila, anak Adam saja bisa dia terima (bahkan pernah terpikir untuk menjadi ibunya), kenapa Atma tak bisa menerima anak Jessica nantinya?Atma sadar, secara naluriah, dia memiliki insting seorang ibu yang baik, dia suka anak-anak. Namun, anak Jessica akan berbeda. Anak itu bisa menjadi jembatan bagi Jessica dan Bhaga. Siapa yang akan berani jamin kalau Jessica tak akan mengusik mereka lagi? Kalau di masa depan, Jessica tidak akan menuntut apa-apa?Kepala Atma rasanya mau pecah.***"Kenapa emangnya kamu belum mau pulang, Ma?"Suara Bu Sona terdengar parau dari ujung telepon, katanya dia memang sedang terserang flu."Aku lagi liat-liat sekolah yang bagus, Bu. Aku mutusin mau a
Magbasa pa
KEJUTAN TAK DIHARAPKAN
Langit seolah ikut mengantar kepergian Jessica ke Singapura dengan hadirnya awan-awan sitrus yang menggantung lembut di cakrawala. Cuaca cerah. Semangat baru mengisi hati Bhaga dan Atma yang menemani Jessica sampai ke bandara."Janji sekali lagi, Jess. Kamu akan menjaga anak itu baik-baik." Bhaga mengingatkan sekali lagi."Tenang aja. Anak ini anak kalian." Jessica menyentuh lembut perutnya yang masih datar. "Lebih baik sekarang kalian juga siap-siap untuk menikah. Sebelum bayi ini lahir, kalian sudah harus datang nyusul aku.""Sesuai rencana kita. Santai. Semuanya akan berjalan lancar. Orang-orang nggak akan tau itu anak kamu." Bhaga memegang kuat bahu Atma. Dia tahu Atma yang paling gugup.Seluruh rencana memang telah dipersiapkan Bhaga dengan matang. Sebelum kelahiran anak Jessica nantinya, Bhaga dan Atma akan datang menyusul, seolah anak itu dilahirkan Atma di Singapura. Hanya saja, yang menjadi pe-er barangkali adalah bagaimana Atm
Magbasa pa
KEBOHONGAN DEMI KEBOHONGAN
Darah Atma untuk beberapa detik seolah tersumbat. Demi Tuhan, dia bersyukur tak lupa memakai bantalan perut meski sedang tidak berada di luar rumah. Keringat jatuh di pelipisnya begitu cepat."Kamu kenapa, Ma? Kok pucat? Kamu lupa makan? Atau ada gangguan di janin kamu?" Bu Sona berubah cemas. "Ibu datang di waktu yang tepat, ya. Pas kamu butuh seseorang untuk menjaga kamu." Lantas berjalan masuk ke dalam apartemen meski Atma belum bicara apa-apa sejak kehadirannya yang tak terduga."A ..., Atma cuma kaget aja, Ibu datang nggak bilang-bilang dulu."Atma berdalih sambil terduduk lemas di sofa. Dia masih syok berat."Bentar. Biar Ibu ambilkan minum untuk kamu.""Jangan, Bu! Harusnya kan Atma yang bikin minuman buat Ibu.""Situasinya lagi beda. Kamu kan lagi hamil, Ma. Kamu duduk aja di situ, oke?" Bu Sona bersikeras. "Bhaga lagi kerja, ya?" Bu Sona meletakkan tas kopernya serta hadiah yang dia bawa lalu berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air pu
Magbasa pa
BAYI LAKI-LAKI
Televisi di ruang tamu dibiarkan menyala dengan volume besar. Bu Sona sedang memasak makan malam di dapur. Bhaga menarik Atma ke dalam kamar untuk bicara soal kedatangan ibunya yang mendadak. Sejak dia pulang tadi, otaknya terus berputar tak tenang. Satu yang dia takutkan, Bu Sona mengetahui kehamilan palsu Atma."Ibu belum tahu kan kalau kamu ..." Bhaga berbisik sambil melirik sebentar keluar pintu. Ibunya masih berada di dapur, TV masih menyala, menyiarkan berita dengan volume tinggi."Belum, Mas. Aku terpaksa berbohong. Gimana dong, ya? Ibu pingin pegang perut aku, tapi aku takut kalau nanti Ibu bakal tau kalau ini bukan perut beneran. Tapi apa ..., kita juga nggak terlalu jahat sama Ibu?" Atma setengah bergumam.Sebuah helaan napas panjang meluncur dari mulut Bhaga. Persis. Seperti itulah perasaannya saat ini, bersalah terhadap ibunya sendiri."Kita udah banyak berbuat salah dan dosa sama Ibu, sekarang kita tambah lagi. Tapi apa kita punya pilihan? Ng
Magbasa pa
NALURI SEORANG IBU
"Jadi, rencana Mbak habis ini apa? Balik ke Indonesia?"Atma bertanya sambil memasukkan pakaian-pakaian Jessica ke dalam tas, dia akan segera keluar dari rumah sakit sebab kondisinya telah pulih."Nggak. Aku mutusin untuk tetap tinggal di sini, mulai hidup baru aku. Aku akan cari kerja baru. Aku ...," Jawaban Jessica terputus. Matanya berkaca-kaca.Tangan Atma berhenti bergerak, menatap Jessica dengan mata penuh empati. "Pasti berat ya, Mbak Jessica pasti kepikiran terus buat ketemu ...." Atma pun tak mampu melanjutkan kalimatnya."Ya, ternyata nggak semudah pikiran aku." Suara Jessica bergetar. Sedetik kemudian tangisnya pecah, kuat dan besar sekali, air matanya tak bisa dibendung lagi. "Aku kira aku bisa lupa gitu aja. Aku ini emang tolol! Bego!" gerutunya memaki diri sendiri.Atma lekas mendekati Jessica, memeluknya meski agak canggung. "Mbak Jess ...." Dia belai lembut rambut Jessica. Mata Atma ikut berkaca-kaca."Aku nggak layak disebut
Magbasa pa
KABAR BAHAGIA
Atma membaringkan Tommy di atas tempat tidur kecilnya, baru saja dia selesai diberi susu, dan waktunya untuk tidur. Di luar jendela, langit telah gelap gulita. Lantas Atma menutup gorden yang berada tepat di samping tempat tidur Tommy.Perkataan Jessica saat mereka di Singapura masih kerap mengusik hatinya. Dia pandangi lamat-lamat wajah damai Tommy yang masih memerah. Dia tercenung."Kamu belum tidur, Atma?" Bhaga bertanya dari ambang pintu kamar bayi mereka."Ya sebentar lagi, Mas." Atma menghampiri dengan lesuh. "Ibu kapan datang?" tanyanya tiba-tiba teringat."Belum tau, mungkin bentar lagi setelah rumah itu dijual. Tapi aku juga masih ragu, sih. Aku mendadak juga nggak sepakat rumah itu dijual. Sayang juga rasanya, iya nggak sih? Kamu mau minum teh dulu? Aku buatkan ya."Mereka berjalan ke dapur, Atma masih bengong sedang Bhaga menyiapkan teh."Kenapa kamu, Atma? Keliatan banyak pikiran gitu." Lagi-lagi Bhaga mengulik, dia yakin ada ses
Magbasa pa
SEPERTI ADIK
"Cucu Nenek ...!" Bu Sona berseru sembari membuka kedua tangannya lebar-lebar.Tommy berlari penuh semangat, senyumnya secerah sinar matahari siang itu. "Nenek! Aku kangen ...!" balasnya manja."Sama, Sayang ..., Nenek juga kangen banget sama kamu! Ya Tuhan! Liat kamu! Udah setinggi apa! Udah besar, udah jadi cowok gede!" Bu Sona mengacak lembut rambut Tommy.Tommy nyengir bangga. "Iya, dong! Kan sering minum susu!"Selepas Bu Sona melepas dekapannya, dia tatap Tommy. Sekilas dia heran kembali, kenapa pupil mata Tommy kian tampak biru. Saat bayi dia kira itu akan berubah seiring waktu seperti warna mata bayi kebanyakan, namun sampai sekarang, mata Tommy masih tampak sama saja. Meski begitu, ini bukan waktu yang tepat untuk membahasnya."Atma ...! Bhaga ...!" Bu Sona beranjak memeluk putera dan menantunya.***Waktu berlalu secepat angin, kandungan Atma kini berusia 7 bulan.Untuk syukuran kehamilan 7 bulan Atma, mereka mengadak
Magbasa pa
MALAM INI AKU MILIKMU
Keputusan untuk menitipkan Tommy kepada Bu Sona sudah bulat. Tentu berita baik itu disambut dengan tangan terbuka oleh Bu Sona. Justru itulah yang telah dia nanti-nanti. Sebelumnya, disangkanya Tommy baru bisa dia rawat setelah menginjak usia belasan, masuk SMP atau SMA.Namun, Bhaga mempercepat rencananya sebab dia tak mau Tommy telanjur nyaman hidup di kota. Nantinya akan lebih sulit bagi bocah lelaki itu untuk menyesuaikan diri hidup di desa. Meski begitu, Tommy sesekali merengek, tak mau berpisah.Seperti yang terjadi hari ini, saat sebulan menjelang kelahiran anak kedua Atma dan Bhaga. Si kecil Tommy memeluk perut Atma begitu lama."Aku nggak mau pisah sama adik, Ma ..." rengeknya manja."Jadi, Tommy nggak mau nemenin Nenek? Gitu?" Bu Sona yang sedang menyedot debu sofa bertanya, sengaja memancing."Bukan gitu juga, Nek! Kenapa sih Nenek nggak tinggal di sini aja? Atau kita semua ikut tinggal sama Nenek?" tanya Tommy polos."Nggak bisa,
Magbasa pa
KABAR JESSICA
"Papa bangun ...! Papa ...!" Tommy kecil naik ke atas tempat tidur di mana Bhaga masih terlelap dengan tubuh telungkup.Sejam yang lalu, Atma telah bangun lebih dulu, langsung mandi lalu menyiapkan sarapan. Bhaga sepertinya masih lelah akibat kegiatan yang menguras energinya semalam."Papa ...! Ayo bangun, dong ...! Hari ini kita mau keliling kampung ...!" teriak Tommy seraya duduk di atas punggung lebar Bhaga.Bhaga terjaga lalu langsung menggendong Tommy meski kesadarannya masih belum seutuhnya pulih."Mama lagi masak, ya?" tanyanya setelah mencium aroma bumbu nasi goreng. "Kamu bau! Kita mandi dulu, yuk?" katanya masih dalam kondisi setengah sadar.Sehabis mandi bersama Tommy, Bhaga turun ke dapur menemui Atma yang juga telah rapi memakai gaun mininya. Atma baru selesai menyusui Nala."Sarapan dulu, Mas. Kita hari ini mau ngajak Tommy keliling kampung." Atma berkata sambil membuka tudung saji di atas meja."Mau ke mana? Mau liat ap
Magbasa pa
PREV
12345
DMCA.com Protection Status