Semua Bab Nafsu Bejat CEO: Bab 21 - Bab 30
120 Bab
21. Undangan Makan Malam
Jack menopang wajahnya dengan satu tangan, mendesah bosan mendengar tuturan panjang Merry yang tak ada habisnya. Di setiap ceritanya selalu Merry selipkan dengan kata-kata pujiannya untuk Max. Ya, selalu itu yang ibunya lakukan."Sudah selesai celotehannya, Mom? Aku mau berangkat." Jack beranjak dari sofa berniat pergi mencampakkan Merry. Ia sudah terlampau muak dengan omongan ibunya, lebih baik bagi Jack untuk mengerjakan dokumen-dokumen yang mungkin saja kini sudah menumpuk tinggi di meja kerjanya."Kau sedang tergesa-gesa ya? Ah... Bagaimana aku bisa lupa, aku ke sini ingin memberikanmu undangan makan malam bersama keluarga besar Grotesque group. Kau harus ikut," desak Merry sembari menjejalkan sebuah amplop berwarna emas ke tangan Jack.Jack memutar mata malas menerima surat tersebut. Makan malam bersama, huh? Bagi Jack itu bukanlah acara makan malam semestinya seperti yang banyak orang tahu, namun acara ajang bagi sanak saudara Jack untuk saling membanggaka
Baca selengkapnya
22. Kesepian
Zeta melirik jam sekali lagi dengan jengah. Ia memainkan ponselnya yang tergeletak di meja ruang utama dengan cara memutarnya berulang kali demi mengusir rasa jenuh. Tadi ia baru saja menghubungi Sena, sahabatnya serta memberikan kabar terkini mengenai dirinya. Sena awalnya marah karena terlalu mengkhawatirkan Zeta, namun Zeta berhasil meyakinkan kepada Sena kalau ia sedang baik-baik saja, maka Sena bisa tenang. Zeta pun tak memberitahu di mana ia berada sekarang kepada Sena, ia berbohong kalau ia sedang berada di rumah salah satu saudara jauhnya yang baik, yang mau memberikan tumpangan untuknya.Lerry yang baru saja menyeduh teh hangat, menjulurkan cangkir tersebut kepada Zeta. "Silahkan diminum, Nona. Udara sedang dingin, teh herbal ini bisa menghangatkan tubuh Nona," ucapnya sembari menunduk sedikit.Zeta tersenyum, jari lentiknya terselip ke pegangan cangkir. "Terima kasih, Bi. Ngomong-ngomong Tuan Jack kok belum pulang ya, Bi. Padahal sudah jam segini
Baca selengkapnya
23. Kekacauan Yang Jack Buat
Jack menjadikan sebelah tangan untuk jadi penyangga kepalanya yang terasa begitu berat. Rasanya berdenyut-denyut hebat."Jack, wajahmu pucat. Kau sakit?" Camelia sedari tadi memperhatikan setiap gerak-gerik Jack yang tak seperti biasanya, kali ini pria itu lebih banyak diam dan selalu menopang kepalanya seraya sesekali meringis seperti menahan sakit."Tidak," balas Jack dingin. Ia bahkan tak menatap ke arah lawan bicaranya sama sekali.Camelia terbungkam oleh sikap Jack. Meski Jack sudah memaafkannya, namun sikap dinginnya tetap sama. Ia kemudian undur dari ruangan, membiarkan Jack sendiri.Jack menghempaskan dokumen yang sudah ia tanda tangani ke meja. Hari ini untungnya tidak terlalu banyak dokumen yang harus ia urus, mungkin hanya beberapa dokumen yang penting, selebihnya hanya dokumen biasa yang dapat ia tunda besok untuk penanganannya. Jack menyandarkan punggung sambil memejamkan matanya erat-erat. Perutnya sudah tak bergejolak lagi, hanya sisa rasa
Baca selengkapnya
24. Lihat Dia Bisa Berdiri Tegak!
"Ini bukan untukmu. Ini untuk Max." Merry menghindari juluran tangan kecil di depannya yang meminta cookies.Jack kecil hanya bisa memandangi sebungkus cookies itu dengan sesekali menelan ludahnya. Ia begitu ingin merasakan cookies yang terlihat lezat itu. Jack terus meminta bahkan merengek sambil menarik gaun tidur Merry, namun Merry malah menghempaskan tangannya dengan kasar."Pergi tidur sana. Jangan menggangguku!" sentak Merry mengibaskan tangannya di hadapan Jack.Merry menarik tangannya kembali ke samping tubuh ketika ia melihat seorang anak laki-laki lain berlari menghampirinya dengan tersenyum manis. "Mommy..."Max memeluk erat Merry. Mencium pipi kanan, pipi kiri, dan yang terakhir dahi Merry. Merry membalas ciuman Max dengan melakukan hal yang sama."Kau belum tidur?" Merry bertanya kepada Max yang kini duduk di pangkuannya. Sedang, Jack masih berdiri di sampingnya dengan mata berkaca-kaca."Belum, Mom. Aku tidak bisa tidur," balas
Baca selengkapnya
25. Menghabiskan Malam Bersama
"Ah... Ah... Iya terus. Aku mau keluar." Jack mendesah, menikmati pijatan tangan lembut Zeta atas juniornya yang semakin lihai.Ada rasa tak nyaman yang Zeta rasakan ketika Jack terus menerus meremas payudaranya. Ada yang berdenyut-denyut di bawah sana. Sontak, Zeta berhenti memijat dan menengok ke arah pangkal pahanya yang sudah menegang."Kenapa berhenti?" Jack berujar kesal. Ia ikut melirik ke arah inti Zeta. Jack kemudian mengangguk paham. "Selesaikan sesi terapi ini, lalu aku yang akan ganti memuaskanmu," ujar Jack mengulas senyum.Zeta buru-buru merapatkan kedua kakinya. "Tidak perlu," tolak Zeta memijat milik Jack kembali."Ah... Aku mau keluar." Jack meremas payudara Zeta serta memilin putingnya, membuat Zeta kelepasan. Perempuan itu mendesah dan langsung mengatupkan mulutnya rapat-rapat dengan pipi merah menahan gairah yang meletup-letup.Jack mengeluarkan cairan kenikmatannya, mengenai dada Zeta. Jack mengulas senyum puas. Ia menyambar bi
Baca selengkapnya
26. Manja Seperti Anak Kecil
Max membuka matanya perlahan, penciumannya sedikit terganggu oleh aroma obat yang menyeruak di seisi ruangan yang ia tempati. Ia melirik sedikit ke arah sampingnya, melihat Merry tertidur sambil memegangi tangannya yang masih tertempel saluran infus. "Mom," lirih Max lemah.Merry merasakan pergerakan tangan Max, ia terlonjak dan segera memanggil perawat."Perawat! Perawat!" teriaknya panik bercampur bahagia.Merry lalu beralih ke putranya itu. "Max, akhirnya kau sadar." Merry membelai lembut rambut Max, matanya berkaca-kaca menatapi wajah pucat Max yang penuh luka lebam. Hatinya sangat hancur melihat putra kesayangannya masih tak berdaya di atas tempat tidur rumah sakit. Kalau boleh, ia ingin menggantikan posisi Max. Biar ia saja yang menanggung semua sakit yang Max rasakan. "Mom... Sejak kapan aku ada di sini? Aku harus segera pulang dan mengurusi kerjaanku di kantor," ucap Max berusaha bangkit dari posisi tidurnya, namun sulit ia lakuka
Baca selengkapnya
27. Terlihat Bahagia?
Setelah kejadian tadi Zeta jadi merasa canggung. Ia telah membantu Jack menelan obat lewat mulutnya. Sensasi bibir Jack yang hangat dan lembut masih terasa sampai sekarang. Jack memiringkan kepalanya agar ia bisa memandangi Zeta yang duduk di sampingnya. Perempuan itu tak berhenti bergerak gelisah membuat Jack memincing bingung. Zeta menengok kepada Jack seolah tahu kalau pria itu tengah mengamatinya. "Nanti kau juga akan minum obat dengan mulutku lagi?" tanyanya hati-hati. "Tidak... Kau bisa kembali ke kamarmu sekarang." Jack membangkitkan tubuhnya dari posisi tidur. Ia menyandarkan punggungnya yang terasa kaku ke sandaran tempat tidur. Tatapannya tak acuh membalas kedua manik mata hitam di depannya. "Benarkah, aku boleh kembali?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Zeta seakan menyiratkan kalau ia sebenarnya ingin segera pergi, namun sedikit sungkan untuk menyatakan keinginannya itu. "Hmmm..." Zeta mengangguk dan berderap keluar dar
Baca selengkapnya
28. Ini Bukan Kencan!
Merry bernapas lega. Hari ini Max sudah diperbolehkan pulang setelah melewati banyak pertimbangan dan pemeriksaan seputar kesehatannya. Dokter berpesan agar Max terus menjaga dirinya dari kelelahan dan pikiran berlebih yang bisa membuat kondisi kesehatannya menurun.Max duduk di kursi roda yang bergulir melewati lorong, sementara seorang pengawal terus mendorongnya untuk segera mencapai area parkir. Merry menghentikan langkahnya ketika sudah sampai di depan mobil, segera ia suruh pengawal dan sopirnya membantu Max duduk di dalam mobil dengan nyaman. Setelahnya, Merry mendudukkan dirinya di sisi Max."Bersandarlah ke Mommy." Merry meraih kepala Max pelan dan menidurkan Max ke bahunya sambil sesekali ia usapkan jemarinya lembut membelai putranya itu.Perhatian Merry semuanya ditumpahkan untuk Max. Namun, Max tidak terlalu senang dengan sikap ibunya itu. Memang, Merry sangat menyayangi Max dan Max bersyukur akan itu. Tapi, semakin Merry mencurahkan kas
Baca selengkapnya
29. Dress Itu Cocok Di Tubuhmu
Mobil Jack berhenti tepat di depan sebuah butik mewah. Jack melompat turun dari mobil, disusul Zeta yang ikut turun dan menggiring kakinya memasuki butik tersebut.Zeta menyempatkan diri sebentar untuk membaca tulisan besar yang terpampang di atas pintu masuk butik. Kesukaannya dalam dunia fashion membuatnya terkagum-kagum dengan bangunan di depannya itu. Ia bergumam pelan, "Butik Eldora. Nama yang indah."Zeta ingin sekali bisa memiliki butik yang dipenuhi oleh pakaian hasil desainnya. Namun, ia harus mengubur mimpinya itu dalam-dalam karena ia tak memiliki uang yang cukup untuk biaya sekolah jurusan fashion desaigner. Bisa lulus sekolah menengah atas saja ia sudah sangat bersyukur.Zeta melangkahkan kakinya kembali, melewati pintu masuk. Matanya langsung melebar demi menangkap seorang perempuan paruh baya dengan tampilan stylist yang sedang bercakap-cakap bersama Jack. Tentu Zeta tahu siapa perempuan itu. Semua penduduk Chicago pasti mengenal fashion desaigner
Baca selengkapnya
30. Tidurlah Di Sini, My Lulaby
Hari mulai gelap. Setelah Jack membawa Zeta untuk membelikan perempuan itu segala yang diperlukannya. Selanjutnya ia mengajak Zeta pergi ke restoran bintang lima dengan dekorasi mewah dan elegan. Ia memesan makanan secara acak, tak ada satu pun makanan yang benar-benar ia suka. Ia meletakkan kembali buku menu setelah menyebutkan pesanannya kepada seorang pelayan.Sementara itu, Zeta terpekur dengan buku menu di tangannya. Harga setiap makanan di buku tersebut sangat di luar nalar. Sepotong daging saja bisa sampai seratus dolar. Bisa-bisa ia jatuh miskin kalau sering makan di restoran ini. Ah... Zeta lupa, ia kan memang tak memiliki sepeser pun uang dan hidupnya kini bergantung kepada pria di depannya. Ia melirik Jack sekilas, namun tatapannya malah berserobok dengan mata biru Jack, maka ia melempar pandangannya dengan cepat ke arah lain."Mau sampai kapan kau memelototi bukunya dan tidak segera memesan makanan, huh?" Jack mendesah malas. "Eum..." Zeta kemb
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status