All Chapters of Fixing The Shattered: Chapter 21 - Chapter 30
60 Chapters
20 – Tentang Darryl
“Anna.” Panggil ibunya sayup-sayup dari dalam kamarnya. Anna menggosok matanya seketika suara ibunya membangunkannya dari tidurnya yang lelap di malam hari itu. Ia menoleh pada jam yang ada di dinding di mana jarum pendeknya telah menunjukkan pukul 5 subuh. Suara ayam berkokok yang bersahut-sahutan terdengar jelas sekali, berasal dari kandang yang dimiliki oleh para tetangga. “Iya ma,” kata Anna setelah kakinya menyentuh lantai yang dingin dan berjalan menuju kamar ibunya. Sesampainya di sana, Anna disuguhi pemandangan yang membuat mata Anna terlepas dari belenggu kantuk seketika. Ibunya tengah duduk di atas ranjang dengan napas berat sambil memegangi perut besarnya yang seakan-akan siap meledak. Ia bisa melihat dengan jelas lantai yang basah karena cairan bening. Cairan itu juga membasahi sprai yang tengah diduduki oleh ibunya saat ini. “Mama? Ada apa?” Tanya Anna yang bingung
Read more
21 – Menyingkap Tabir
“Aku tidak bermaksud menyembunyikan hal itu darinya. Aku hanya tidak siap jika Darryl ikut terluka.” Jonas berbalik kembali dan menatap balkon. “Aku tidak siap jika Darryl memiliki reaksi yang sama denganmu.” “Maka pergilah dari hidup kami,” bisik Anna lirih. Jonas berbalik lagi dan terperangah. “Aku tidak bisa kehilangan kalian sekaligus!” Gina mencoba berargumen dengan Anna. “Aku tidak mengerti denganmu, awalnya kau ingin memberitahu semua pada Darryl, sekarang kau menyuruh Jonas pergi darimu. Kau sebenarnya kenapa?” “Aku di sini sedang memberi pilihan.” “Ini sulit untukku, Anna.” “Darryl itu bukan anak kecil lagi, Jonas. Dia sudah dewasa dan punya pemikiran sendiri.” “Tetap saja, aku sendiri tidak berpikir memberitahunya adalah hal yang benar,” kata Gina sambil melipat tangannya di depan dadanya. “Jonas. Aku ingin kau memberitahunya,” kata Anna sambil berjalan mendekati Jonas. “Beritahukan saja padanya, dia akan hanc
Read more
22 – Anak Haram
Anna lalu kembali ke kontrakannya setelah mengembalikan mobil Rona yang ia pinjam. Reaksi Darryl persis seperti tebakan Gina, bahwa ini adalah hal yang terlalu besar untuk diberitahukan padanya sekarang. Gina meneleponnya untuk menanyakan kabar Darryl. Suara Gina terdengar muram. Baginya, Darryl juga sudah seperti adiknya sendiri. “Tetapi bagiku, ini adalah yang terbaik. Dari awal, takdir sudah menuliskan dia lahir dengan cara seperti itu. Kita hanya harus mengarahkannya dan membantunya agar tidak dibelenggu oleh takdir yang buruk seperti orangtuanya.” Ucap Anna pada Gina setelah memberitahunya tentang reaksi Darryl. Sekarang, Anna akan membiarkan Darryl selama beberapa hari, menunggu hatinya melunak dan segalanya menjadi lebih tenang.   Beberapa hari kemudian, ia lalu menelepon Miss Ratna, wali kelas Darryl. Panggilan itu dijawab setelah beberapa kali dering. “Halo Miss Ratna, ini saya Anna, kakaknya Darryl.” “Sel
Read more
23 – Menyesal
“Kita mau kemana?” tanya Anna saat menyadari kalau Jonas tidak membawanya ke jalan yang seharusnya mereka tempuh menuju tempat tinggla Anna. “Kita harus makan, bukankah kau lapar? Ini sudah jam 3 siang,” kata Jonas. Jonas membelokkan mobilnya ke sebuah rumah makan. Restoran yang luas bernuansa alam yang sangat luas sekali. Di sebelah kirinya terdapat bangunan besar yang tertutup dinding. Di tengah, terdapat danau buatan dengan air jerih yang dikelilingi gazebo-gazeo di atasnya. Satu gazebo bisa menampung hingga 8 orang. Jonas menarik tangan Anna pergi ke patio yang ada di ujung sana. Patio itu dihiasi dengan tiang-tiang di setiap sudut dengan tanaman gantung dan lampu kecil-kecil. Mereka harus berjalan masuk lebih dalam lagi untuk menuju tempat itu. Anna dapat melihat beberapa meja makan untuk 2 orang. Tempat ini bisa dijadikan tempat makan malam romantis. Meski sudah lewat jam makan siang, restoran itu masih tetap ramai. Jonas tidak ada pilih
Read more
24 – Cacing Kepanasan
Anna merebahkan dirinya di atas tempat tidurnya sambil menutup matanya setelah lelah seharian berkutat dengan semua masalahnya dengan Darryl yang menguras energi dan juga emosinya. Walau ia berusaha untuk tidur, tetapi matanya tidak tertutup dan pandangannya tidak meredup. Belakangan ini, kualitas tidur Anna sangat menurun. Ia jadi tidak berstamina dan tidak bersemangat. Suasana hatinya dapat terjun bebas dan ia bisa menghabiskan waktunya seharian dengan menangis. Anna tidak suka merasa seperti ini. Ia perlu pengalihan. Ia lalu menelepon Rona untuk mengajaknya berpesta di klub malam ini yang langsung saja Rona setujui. Wanita itu akan menjemput Anna sekitar jam 9 malam. Anna menggunakan celana pendek selutut dengan kemeja gombrang berwarna putih. Alas kaki yang ia kenakan hanya sendal kulit setinggi 3cm berwarna pink. Tidak ada sentuhan make up di wajahnya karena ia tidak berniat menarik perhatian orang, ia ke sana hanya untuk bersenang-senang
Read more
25 – Gelap Mata
Gina meletakkan gelasnya dengan nyaring sehingga membuat seisi rumah makan itu mengarahkan pandangannya pada Gina. Ia terkejut saat mendengar cerita mabuknya Jonas itu dari Rona. Gina sendiri berada di sana pada jam makan siang yang di mana tempat itu sedang ramai sekali pengunjung. Setelah menghabiskan makanannya, ia kembali ke mobilnya dan membuat panggilan ke ponsel Jonas. “Angkat, dasar sialan!” bentaknya pada panggilan yang belum terjawab itu. Ketika panggilan itu terhubung pada pesan suara, Gina segera mematikannya lalu menelepon ulang nomor yang sama hingga ia mengangkatnya. “Halo?” kata Jonas dengan suara biasa. “Apa yang kau lakukan pada sahabatku itu rendah sekali!” seru Gina dengan marah. Jonas menutup matanya sambil memijit kepalanya. “Aku memang salah.” “Kau itu tidak ada bedanya dengan Rian. Bisa-bisanya kau mengulang… ” “Rian? Aku mengulang apa?! Jelaskan sekarang, apa yang kalian sembunyikan dari
Read more
26 – Menghilang
Darah di mana-mana. Anna menjerit saat melihat dapur itu penuh darah. Ia panik saat melihat sesosok tubuh yang ambruk dengan sebuah pisau yang tertancap di dadanya. Anna menangkupkan tangannya pada wajahnya dan menangis sekencang-kencangnya ketika melihat ibunya yang sudah terkapar dalam keadaan mengenaskan. Anna menyaksikan detik demi detik saat ibunya meregang nyawa, mengerang dengan napas yang tercekat, melemah hingga akhirnya tidak ada satu hembusan napas pun yang membuat dada ibunya bergerak lagi. Itu adalah detik-detik paling mengerikan dalam hidupnya, sekaligus yang paling merusak jiwanya. Gadis itu bisa melihat dengan jelas, perlahan-lahan, cahaya kehidupan yang ada di mata ibunya itu meredup lalu menghilang. Berulang kali ia mencoba membangunkan ibunya yang kini tidak bergerak itu, tetapi semua usahanya sia-sia belaka. Anna menunduk sambil menangis tersedu-sedu hingga
Read more
27 – Day One, Strange Place
“Mama, kenapa kau meninggalkanku dengan cara seperti ini?”  Ibunya terlihat sangat cantik dengan gaun putih itu. Ia memegangi wajah Anna-nya yang telah lama tidak ia lihat. “Kau sudah banyak menderita, Sayang.” “Aku ingin ikut mama,” kata Anna dengan mata berkaca-kaca. “Kau tidak marah pada mama?” “Bagaimana aku bisa marah dengan mama?” “Aku sangat mencintai ayah Jonas.” Kata ibunya sambil berpaling. “Hubungan kami akan menghalangi hubunganmu dengan Jonas.” Anna menangis terisak. “Aku tidak peduli lagi tentang itu, Ma.” “Tapi kau harus peduli. Karena semua ini salahmu,” kata ibunya yang dengan mata yang berubah menjadi kelam dan gaun putih itu berubah menjadi hitam pekat.   Seketika seluruh dunia berputar-putar dan membuat kepala Anna menjadi pusing. Ia membuka matanya hanya untuk mendapati cahaya putih berpendar yang berhamburan k
Read more
28 – Day Two, Defying Gravity
Tangan Rian sudah menjelajah ke seluruh tubuh Anna. Ia yang ketakutan bukan kepalang mencoba melepaskan diri, tetapi tangan dan kakinya diikat di ujung ranjang. Tubuhnya bagian atasnya tidak tertutup apapun, sedangkan Rian masih berpakaian lengkap, berada di sana menggenggam sebuah ikat pinggang kulit. “Aku tidak bisa menerima penolakkanmu.” Kata Rian sebelum sesuatu yang tajam dengan cepat membuat kulit perut Anna memerah dan ia berteriak kesakitan. Mata pria itu menghitam, wajahnya menjadi sangat beringas. “Pelacur!” Serunya sebelum ia mencambuk lagi. “Sakit!!! Jangan!” Teriak Anna. “Ku mohon, jangan!” Dari kantongnya, Rian lalu mengeluarkan sebuah pisau dapur yang persis seperti pisau yang ia lihat pernah tertancap di dada ibunya. “Kau sudah jadi gadis yang sangat nakal.” Desisnya sebelum menghujamkan pisau itu tepat di jantungnya.   “Jangan!!!” Teriak Anna dengan histeris saat semua
Read more
29 – Day Three, Caged and Obsessed
Sesuatu yang salah telah terjadi saat Rian tidak melihat Anna di mana-mana. Matanya menjelajah seluruh ruang outdoor itu untuk mencari sosok wanitanya itu. Sialan, umpatnya dalam hati. Apa dia kabur? Dalam beberapa detik saja, umpatan itu berubah jadi kepanikan saat Rian menyadari sosok manusia yang sudah mencapai dasar. Dengan tergesa-gesa, ia berenang menuju dasar dan menarik tubuh Anna hingga mencapai permukaan air lalu mengangkat tubuhnya di pinggir kolam. Anna terduduk sambil terbatuk-batuk dengan keras, menyemburkan semua air yang masuk dalam rongga pernapasannya. “Keluarkan Anna…” katanya dengan napas terengah-engah sambil mengelus punggung Anna. Setelah rongga pernapasan Anna sedikit lega, Rian membantunya berdiri, menyelimutinya dengan jubah mandi lalu membawanya kembali ke kamarnya dengan langkah yang lemah. “Kau itu bodoh,” kata Rian dengan suara pelan. Akibat rencananya itu, ia bahkan tidak dapat lagi mengin
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status