Semua Bab Fixing The Shattered: Bab 41 - Bab 50
60 Bab
40 – Acuh Sekali
Dua hari kemudian, Anna sudah diperbolehkan pulang. Ia dijemput oleh Gina, Darryl dan Paman Rudy untuk dibawa langsung ke apartemen Gina. Menyadari kalau mereka tidak membawanya menuju jalan yang seharusnya ditempuh menuju kontrakannya, Anna bertanya. “Kita mau ke mana?” Darryl mengelus tangan kakaknya. “Kita akan tinggal di rumah Kak Gina.” “Hah?” mulut Anna terbuka tetapi setelah itu kepalanya menggeleng-geleng. “Tidak, aku tidak mau tinggal di rumahmu, Gina.” Gina memandang Anna dari pantulan rear vision mirror tepat di langit-langit mobilnya. “Kenapa kau tidak mau? Kau tidak akan merepotkanku sama sekali.” “Tapi…” “Pakaian kakak juga sudah kami pindahkan ke apartemen Kak Gina,” imbuh Darryl. “Tapi…” “Laptop dan semua keperluanmu selain pakaian juga sudah ada di sana,” kata Paman Rudy dengan mata yang melihat ke jalan, yang membuat Anna tidak bisa lagi membantah. “Atau kau ingin tinggal dengan paman?” “Papa,
Baca selengkapnya
41 – Keguguran?
Baru saja Anna keluar, ia harus masuk lagi ke rumah sakit yang sama untuk membawa Gina. Jonas menepikan mobilnya tepat di depan pintu IGD. Tak sampai hitungan detik, pintu IGD terbuka dan dua orang perawat pria mendorong ranjang rumah sakit itu keluar dari dalam menuju pintu mobil Jonas yang telah terbuka. Mereka bekerja sama menggotong Gina yang sedang pingsan itu dan meletakkannya ke atas ranjang sebelum para perawat mendorong ranjangnya masuk ke dalam. “Apa yang terjadi?” tanya seorang dokter jaga pada Anna. Anna meremas tas selempang yang dia kenakan. “Aku tidak begitu tau, dok. Yang ku ingat, teman saya terpeleset di kamar mandi, dan tak lama kemudian, dia sudah pingsan. Ada darah yang mengalir dari pangkal pahanya, dok.” Dokter wanita itu melihat pendarahan yang dialami Gina dan mengerutkan keningnya. “Apa dia hamil?” “Hah?” saking kagetnya mendengar pertanyaan dokter itu, rahang Anna terbuka selebar-lebarnya dan hampir menyentuh
Baca selengkapnya
42 – Fixing the Shattered
Keadaan Anna maupun Gina semakin membaik dalam seminggu ini, Anna sudah mau lebih banyak berbicara. Sedangkan Gina telah diizinkan pulang setelah 2 hari dalam perawatan. Kejadian tersebut hanyalah Anna dan Jonas yang tahu. Telah beberapa kali Gina mencoba meyakinkan mereka kalau dia akan baik-baik saja. Memang saat ini, Gina sangat terluka karena kehilangan calon bayi sekaligus ditinggal pasangan yang tidak bertanggung jawab. Namun, Gina adalah sosok kuat dan tangguh. Dan keesokan harinya, Gina langsung kembali bekerja. Staminanya itu membuat Anna heran. Dia pergi ke kantor seperti tidak mengalami sakit apa pun. “Hei, kau harus membawa bekal du…” omongan Anna terputus saat Gina mengambil kunci mobilnya dan memutar gagang pintu. “Aku sudah telat. Bye!” kata Gina dengan bersemangat dan menghilang dari balik pintu. Mungkin kepindahannya ke sini adalah ide terbaik. Anna jadi punya teman bicara, dia juga dapat merasa sibuk dan sedikit lebih bersema
Baca selengkapnya
43 – Permohonan Sulit
Meski mereka sudah kembali bersama, mental Anna tidak semerta-merta langsung membaik. Anna masih mengalami masa-masa sulit dan terkadang tidak mau bertemu dengan Jonas. Tetapi pria itu tetap sabar menghadapi mood Anna yang selalu berubah-rubah. Kejadian itu memang membuat Anna menjadi pribadi yang berbeda. Lebih pendiam, cenderung pemarah, dan masih sering bermimpi buruk. Jonas dan Darryl menginap di apartemen Gina selama akhir pekan setiap jumat malam dan sabtu malam. Selama mereka di sana, Jonas beberapa kali pergi ke kamar Anna ketika wanita itu bermimpi buruk dan menangis dalam tidur. Pria itu juga dengan setia mendampingi Anna saat terapi. Ibu Purnama mengatakan bahwa keberadaan Jonas rupanya sangat membantu, tetapi untuk sembuh dari luka batin memang memerlukan waktu dan mereka harus bersabar. Malam itu, Jonas membawakan masakan China untuk mereka makan bersama di rumah. Anna menyiapkan semua di atas meja mulai dari mie, ayam asam manis, capcay
Baca selengkapnya
44 – Tentang Rian
“Tentang Rian.” Kata Silvanna. Mendengar nama itu, suasana hati Anna berubah drastis. “Aku tidak tertarik berbicara tentangnya.” “Ku mohon, Anna. Bertemulah denganku. Sekarang aku ada di dekat apartemen di mana kau tinggal. “Dari mana kau tahu aku tinggal di sini?” “Dari mantan rekan kerjamu. Aku akan menunggumu di bawah, di kafe seberang. Aku janji, hanya sebentar saja.” “Apa yang membuatmu berpikir aku akan menemuimu?” “Aku hanya takut nanti kau menyesal.” “Dia tidak menyesal memperkosaku.” Kata Anna dengan skeptis. Silvanna mendesah. “Aku prihatin hal itu terjadi padamu. Tetapi percayalah, dia amat menyesal. Hanya saja, dia tidak bisa berbicara dan tidak akan pernah bisa berbicara langsung lagi kepadamu.” “Apa maksudmu?” “Temui dulu aku. Oke? Aku akan menunggmu di sini. Kau punya satu jam.” Kata Silvanna langsung menutup telepon itu. Anna tidak bisa berhenti memikirkan apa yang Silvanna akan k
Baca selengkapnya
45 – Teori Memaafkan
Anna pulang ke apartemennya dengan pikiran yang kalut. Ia duduk di lantai dekat ranjangnya dan bersandar di sana sambil memeluk lututnya yang tertekuk. Belas kasihan membujuk egonya untuk segera menengok Rian, tetapi batinnya menentang hal tersebut. Ia sungguh tidak ingin bertemu dengan Rian, mendengar namanya saja, membuatnya hampir kena serangan panik. Bagaimana jika bertemu langsung? Rian belum sempat dihukum atas kejahatannya, dan Anna merasa belum puas. Tetapi ia bukan menginginkan Rian mati, hatinya tidak sejahat itu. Anna menutup matanya untuk mengusir semua beban pikirannya hingga ia mendengar pintu terbuka dan seseorang berteriak dari depan. “Anna, kau di mana?” Anna mengangkat kepalanya untuk mendapati Gina berdiri di depannya dengan wajah kusut dan rambut berantakkan. “Kau di sini rupanya. Aku akan mandi dan berganti sebentar, oke? Aku sudah membelikan bahan makanan. Jika kau tidak keberatan, masaklah untukku,” kata Gina dengan manja.
Baca selengkapnya
46 – Death Bed
Gina dan Anna telah berada di parkiran rumah sakit. Mereka masih di dalam mobil. Gina memberi waktu agar Anna siap turun untuk bertemu dengan Rian. Tetapi saat mereka mencari Rian, dia malah tidak ada. Anna lalu memanggil perawat yang tengah memberi seprai baru ke atas ranjang kosong itu. “Bu, pasien yang bernama Rian di sini, ke mana ya?” Perawat itu menaikkan alisnya karena tidak familiar dengan nama itu. “Rian?” Ia lalu berpikir sejenak. “Oh, Tuan Antonius?” “Benar.” “Beliau dipindahkan ke ruang ICU tadi pagi.” “ICU?” tanya Anna. Perawat itu memberitahukan di mana ruang ICU berada, dan mereka langsung pergi ke sana, mendapati Pak Hendri yang menunggu dengan wajah yang terlihat muram. “Anna?” kata pria paruh baya itu melihat Anna. “Bagaimana keadaan Rian?” Ia mengerutkan keningnya, “dia dalam keadaan koma.” Anna terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Gina yang berdiri di sebelahnya juga
Baca selengkapnya
47 - Surat dari Rian
Dear Anna… Sejujurnya, aku tidak tahu apakah aku akan bertemu lagi denganmu atau tidak. Jika kau membaca surat ini, berarti kondisiku tidak memungkinkan untuk berbicara langsung denganmu. Aku sungguh-sungguh meminta maaf atas semua yang aku lakukan padamu. Saat membawamu ke rumahku, aku tidak pernah berpikir untuk menyakitimu, sama sekali. Kau adalah orang terakhir yang ingin kusakiti. Tetapi aku tidak menyangka, kebersamaan kita yang terakhir menjadi hal terberat yang kau jalani dalam hidupmu hingga sekarang. Itu adalah penyesalan terbesar bagiku. Aku tidak pernah berpikir kalau rasa cintaku ini begitu melekat dalam hatiku dan bertumbuh menjadi duri yang mendorongku untuk merusak tubuh dan jiwamu. Aku tahu, cinta dan kasih sayang tidak bekerja dengan cara seperti itu, tapi aku terlalu bodoh, sangat bodoh sampai-sampai tidak mengerti bagaimana cara membuatmu tertarik padaku
Baca selengkapnya
48 – Rahasia yang Terbongkar
Air mata Anna menetes selepas ia membaca surat Rian untuknya. Rahasia itu akhirnya terbongkar. Selama hidup, dia memang merasakan beberapa kemudahan-kemudahan yang ia anggap keberuntungan. Tetapi ternyata, keberuntungan itu bukan sekedar kebetulan. Seketika, hatinya berkecamuk akibat rasa bersalah yang hebat. Bagaimana bisa pria ini mencintainya dengan cara seperti ini? Bahkan sebelum ia terbaring di rumah sakit, dia masih sempat-sempatnya mempekerjakan seorang psikolog untuk Anna. Pantas saja beliau tidak mau dibayar. “Rian telah melakukan semua hal yang bisa ia lakukan untukmu,” kata Pak Hendri memecah hening yang membuat Anna sempat terhanyut. Anna menatap Pak Hendri dengan mata sayu saat orang tua itu melanjutkan lagi. “Kau tinggal dan makan gratis di asrama kami itu karena Rian. Rian juga menelepon rektor universitas di mana kau kuliah, jika saat itu kau melakukan terminal karena tak mampu membayar, bisa jadi Rian akan membayarkan
Baca selengkapnya
49 – Tidak Berdaya
Mereka segera pergi ke sekolah Darryl dan menceritakan semuanya. Tanpa diduga, respon Darryl tidaklah buruk terhadap keberadaan ayahnya yang ternyata masih hidup. Tidak seperti sangkaan Anna dan Jonas mengingat tempo hari, Darryl memberi respon yang sangat menunjukkan ketidakterimaannya ketika mengetahui kalau dia adalah anak hasil hubungan gelap. Sepertinya, kejadian tempo hari memang baik adanya diketahui oleh Darryl, sehingga jika sewaktu-waktu ayah mereka muncul, setidaknya Darryl tidak shock lagi. Bahkan kini Darryl setuju untuk pergi ke Manado untuk melihat ayahnya. Di samping itu, Jonas sangat ingin mengetahui kenapa pria tua itu tidak mencari Jonas atau pun Darryl selama lebih dari 15 tahun ini, meski kemungkinannya kecil untuk Paman Jonathan bisa mengingat lagi kejadian sebelum Darryl lahir. Mereka bertiga segera bertolak ke Manado tanpa menunda-nunda lagi menuju sebuah pedesaan di daerah Minahasa Tenggara ke sebuah rumah sederhana tanpa cat,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status