All Chapters of You're My Destiny: Chapter 31 - Chapter 40
93 Chapters
Part 31, Skandal
Yoo-ill terperanjat tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari mulut Vanessa."Jangan bercanda, Vaness. Jangan jadikan hati sebagai objek permainan," sergah Yoo-ill berang."Aku tidak bercanda. Coba pegang dadaku, kau pasti bisa rasakan jantungku selalu berdetak kencang setiap kali berada di dekatmu," ujar Vanessa lagi. Ia meraih tangan Yoo-ill lalu meletakkannya di atas dadanya.Yoo-ill terbelalak, tidak menyangka dengan aksi nekad Vanessa. Saat ini tangan Yoo-ill berada tepat di atas benda kenyal milik wanita itu.Betapapun lugu dan polosnya Yoo-ill, tapi dirinya tetap laki-laki normal. Tenggorokannya tercekat, aliran darahnya pun mendadak terasa panas."Apa yang kau lakukan?!" bentak Yoo-ill seraya menarik tangannya dari dada Vanessa."Aku hanya ingin kau tau bagaimana perasaanku," ujar Vanessa santai."Kau sudah gila!" maki Yoo-ill, beranjak pergi meninggalkan Vanessa yang masih terdiam di tempatnya berdiri.Vanessa
Read more
Part 32, Buah Simalakama
Fina terpaku mendengar pertanyaan Windi. Ia bisa mengerti ketakutan dan kekhawatiran yang sahabatnya itu rasakan.Namun, hidup merupakan serangkaian takdir yang tidak pernah bisa dibantah dan ditolak. Sebagai makhluk fana manusia hanya bisa menjalani takdir yang datang menghampiri. Nasib bisa diperjuangkan, tapi takdir merupakan hak mutlak dari Yang Maha Kuasa."Persiapkan dirimu untuk kemungkinan terburuk, jika memang sudah takdir kamu tidak bisa menghindarinya, Win," ujar Fina. Cairan bening itu kembali turun, meluncur bebas membasahi pipi Windi.***Faniro Entertainment gempar, video mesum yang melibatkan salah satu artis terbaik mereka tengah viral di masyarakat.Sebagai Direktur Utama Faniro Entertainment, Faris tidak bisa duduk berdiam diri. Apalagi video panas itu turut menyeret nama Han Yoo-ill sebagai salah satu pelakunya. Faris segera memanggil Yoo-ill ke ruangannya."Apa yang terjadi, Manajer Han?" tanya Faris begitu Yoo-ill berad
Read more
Part 33, Kita Harus Putus
"Mengakhiri hubungan dengan Windi?" Yoo-ill balik bertanya dengan bibir bergetar.  Sebuah keputusan yang sudah pasti tidak pernah ada dalam kamusnya. Di saat ia sedang menyusun rencana untuk melamar Windi, bagaimana mungkin ia harus mengambil keputusan pahit itu? "Tidak, Pak. Saya tidak sanggup mengambil pilihan itu. Bapak tahu sendiri bagaimana perasaan kami berdua. Saya sangat menyintai Windi, Pak," tolak Yoo-ill dengan netra berkaca-kaca. Faris kembali menghela napas panjang. Ia tahu pilihan solusi yang ia tawarkan sulit untuk dijalankan. Namun, bukannya tidak mungkin. Asalkan ada niat dan kemauan, semuanya pasti bisa dilakukan. Ruangan berukuran empat puluh meter persegi itu mendadak senyap karena masing-masing mereka larut dalam pikiran masing-masing. Hanya suara detik jam yang bersahutan dengan deru napas yang bergulir dalam kegelisahan. "Sekali lagi saya katakan. Pikirkanlah dengan kepala dingin," ujar Faris dengan nada pelan.
Read more
Part 34, Hampir Ketahuan
"Kamu ... mau ... kita putus?" tanya Windi dengan suara bergetar. "Hanya untuk sementara, Windi. Sampai skandal ini reda. Aku tidak ingin Vanessa melukaimu." "Bagaimana dia bisa melukaiku? Sementara dia tidak mengetahui hubungan kita," "Saat ini, ya, dia memang tidak tahu. Tapi kamu tidak mengenal Vanessa, Sayang. Dia bisa saja bayar seseorang untuk menyelidikiku. Lalu dia tahu hubungan kita, dia pasti akan menyiksamu siang dan malam." Windi tersenyum sinis. "Silakan saja dia lakukan itu, aku tidak takut." "Tapi aku yang takut, Win. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu." "Jadi, kamu ingin kita putus?" "Tidak sebenar-benarnya putus, Win. Aku akan mencari cara untuk tetap bisa berkomunikasi denganmu. Aku mohon bersabarlah." Windi mengangguk, menurut. "Tapi ... benarkah kamu tidak memiliki perasaan apa pun pada Vanessa. Apa lagi kalian sudah tidur bers ...," "Ssst! Jangan berpikir yang
Read more
Part 35, Sentilan Kecil untuk Vanessa
"Oom, Vanessa sepertinya sudah tahu Yoo-ill punya pacar yang kuliah di Universitas Buana. Bisa carikan cara untuk menghentikannya?""Benarkah? Nanti kita bicarakan. Datanglah ke rumah Oom malam ini," jawab Faris yang langsung diiyakan oleh Windi.Windi keluar dari toilet itu, lanjut mengikuti acara penggalangan dana."Kamu baik-baik saja kan, Win?" tanya Fina khawatir, sambil memerhatikan tubuh Windi."Aku baik-baik aja, Fin. Ayo, kita lanjut beres-beresnya," jawab Windi, seraya meraih tangan Fina, mengajaknya ke belakang panggung.***Pukul delapan malam, Windi sampai di rumah Faris. Fina yang membukakan pintu kaget melihat kedatangan sahabatnya yang tanpa kabar itu."Lho, Win. Tumben malam-malam ke sini gak kasih kabar. Tau mau kesini kan bisa bareng aku tadi," cerocos Fina.Windi berdecak kecil, mendorong Fina untuk masuk ke dalam."Tadi aku janji sama papa kamu, ada yang mau dibicarain," jawab Windi."Penting?
Read more
Part 36, Pria dari Masa Lalu
"Apa? Vanessa tiba-tiba ke Korea? Ada agenda apa?" tanya Faris heran. Di seberang telepon, Sinta hanya bisa menggeleng. "Saya juga tidak tahu alasannya, Pak. Vanessa bahkan membatalkan semua jadwalnya hingga tujuh hari ke depan," lapor Sinta. Faris mengeraskan rahangnya, menahan emosi, tidak bisa terima tingkah Vanessa yang begitu semena-mena. "Vanessa benar-benar keterlaluan. Ya, sudah. Biarkan saja dia. Nanti aku sendiri yang akan menyiapkan pinalti untuknya. Pesankan saja tiket penerbangan untuk Nona Windi secepatnya," ujar Faris lagi. Ia menutup telepon, lalu kembali menatap Windi. Kali ini ekspresinya sungguh sulit untuk diartikan. "Ada apa, Oom? Ada masalah?" tanya Windi khawatir. "Oom rasa kamu harus bersiap untuk go publik, Win. Saat ini Vanessa sedang berada di atas pesawat menuju Seoul. Oom yakin, orang suruhannya sudah memberitahunya tentang keadaan Yoo-ill," ujar Faris dengan wajah tegang. Windi terdiam, tub
Read more
Part 37, Donor Mata
Windi mempercepat langkah, tidak ingin orang kepercayaan Tn. Han itu menunggunya lebih lama. Namun, beberapa langkah menjelang dirinya sampai di tempat Sekretaris Kim berdiri, tiba-tiba seseorang meraih pergelangan tangan Windi. Membuat Windi terpaksa menghentikan langkahnya mengikuti kemauan sosok itu. Windi spontan menoleh. Pupilnya langsung membesar. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa kagetnya ketika mengenali orang yang menghentikan langkahnya. "Kak Pandu?!" seru Windi kaget. Pandu tidak merespon rasa kaget Windi. Ia masih menata napasnya yang terengah-engah. "Ada apa, Kak?" tanya Windi heran. "Jujur padaku, Win. Bagaimana kamu bisa terbang dengan tiket first class?" tanya Pandu dengan tatapan serius. Windi tidak menjawab pertanyaan Pandu. Dia hanya berdiri tegak menatap Pandu dengan ekspresi bingung. Sementara sebelah lengannya masih berada di cengkraman Pandu. Apa yang terjadi pada Windi saat itu tidak lepas dari p
Read more
Part 38, Kandidat Direktur
"Dia hanya shock," kata dokter keluarga yang memeriksa keadaan Windi.  Dokter yang masih terlihat muda itu kembali memasukkan peralatan medisnya ke dalam tas, menuliskan resep, lalu pamit undur diri. Sementara itu Windi masih terbaring tidak sadarkan diri. Kondisi Yoo-ill yang buta setelah kecelakaan itu ternyata benar-benar membuatnya terpukul. "Syukurlah," ucap Tn Han lega. Ia mengusap dadanya dengan wajah cerah. Satu beban besar terasa terangkat dari pundaknya. "Terimakasih banyak, dokter," ujarnya sambil membungkukkan badan. "Yoo-na-yah, tolong antarkan dr. Kang kembali ke mobilnya," pinta Tn. Han pada Yoo-na yang baru saja tiba. Yoo-na mengangguk, lalu keluar dari kamar itu disusul dr. Kang di belakangnya. Suasana hening memenuhi ruangan.  Pasangan suami istri itu duduk dengan kepala tertunduk di samping ranjang Windi. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hanya suara detak jarum jam yang terdengar saling beesahu
Read more
Part 39, Tumbal Jabatan
"Yoo-ill-ah, kamu sudah bangun?" Ny. Ko kaget, langsung mengejar Yoo-ill yang sudah berdiri di bibir tangga."Stop! Cukup sampai di sana, Eomma. Biarkan aku mencoba sendiri," ujar Yoo-ill, mencegah wanita yang melahirkannya itu membantunya menuruni tangga.Yoo-ill menjejakkan kakinya satu persatu pada anak tangga sambil berpegangan pada dinding. Sementara semua orang yang berada di bawah mengamatinya dengan perasaan berdebar. Terutama sekali Windi yang tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya. Tubuhnya tegang, ia meremas keliman roknya dengan kuat, hingga buku-buku tangannya memutih.Sepuluh menit kemudian, akhirnya Yoo-ill sampai juga di ruang tengah, tempat keluarganya berkumpul."Win, kamu masih di situ, kan?" tanyanya seraya mengayunkan tangannya ke kanan dan ke kiri."Ya, aku di sini," sahut Windi. Ia bergerak melangkah untuk menghampiri Yoo-ill. Namun, baru saja satu langkah, Yoo-ill mencegah."Jangan kemana-mana. Tetap di
Read more
Part 40, Perawat Pribadi
Ruang rapat berukuran 200 meter persegi itu tampak mewah dan megah. Beberapa lukisan mahal melekat di dinding, di sudut-sudut ruangan juga terdapat beberapa macam bunga yang memperindah ruangan.Satu buah meja oval berukuran besar terletak di tengah-tengah ruangan, dengan dua puluh arm chair yang berbaris berhadapan di sisi meja. Di bagian atas sedikit ke sudut, terdapat satu podium ukuran sedang, dan layar proyektor masih tergulung di tempatnya.Pukul sembilan tepat, orang-orang mengenakan jas masuk dengan wajah tegang, dan langsung duduk menempati kursi masing-masing.Semua berjumlah 17 orang, merupakan dewan direksi yang akan membahas kandidat direktur yang baru untuk menggantikan Han Yoo-ill yang sedang cedera."Pokoknya, aku tidak akan menyetujui kandidat dari Tn. Han. Bagaimana mungkin kita mempercayakan jabatan sepenting itu kepada orang yang belum kita ketahui prestasi kerjanya," ujar salah satu direktur berwajah bulat.Dia berkata dengan b
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status