All Chapters of LOVE and LIE: Chapter 31 - Chapter 40
47 Chapters
31
"Ingat, ya, kalau butuh apa-apa jangan sungkan."Kirana yang baru saja menaruh tasnya di atas ranjang, tersenyum pada wanita paruh baya yang tengah menatapnya."Iya, Tante.""Oke, kalau begitu tante tinggal dulu."Laras, wanita itu memutar tubuhnya menuju pintu. Karena dia harus segera ke toko. Baru saja pegawainya menelpon, katanya ada pelanggan yang ingin bertemu dengannya."Aku juga permisi, Mbak." Aara tersenyum tipis pada tamunya."Tunggu!"Kening Aara berkerut mendengar nada perintah itu."Aku serius soal perkataanku di rumah sakit kemarin."Mengerti arah pembicaraan Kirana. Aara tersenyum tipis, "terserah Mbak, silakan mencoba.""Sombong sekali kamu," cibir wanita yang masih terlihat pucat itu. Menyilangkan tangan di atas dada, Kirana tersenyum miring. Menunjukkan betapa dia percaya diri saat ini."Bukannya sombong Mbak, tapi jika Mbak masih terus mencoba merebut. Aku juga terus berusaha mempertahank
Read more
32
Waktu baru menunjukkan pukul tiga pagi. Kala Aara terbangun, dan mendapati tubuhnya direngkuh dari belakang oleh suaminya.Menghela napas lelah, perlahan dia melepaskan kaitan sang suami. Tidak perlu banyak kesulitan. Toh, suaminya tertidur dengan lelap. Hingga dengan mudah terlepas dari kungkungan yang senantiasa memberi rasa nyaman.Berdiri sambil mengamati sang suami. Rasa sakit kembali menyengat hatinya.Perlahan dia mensejajarkan diri dengan posisi laki-laki itu. Mengelus pelan pipi yang sudah tampak bersih, karena kemarin sang suami sudah mencukurnya. Dia berucap lirih, "aku takut Mas. Aku takut kamu memilih pergi."Entah berapa lama, Aara dalam posisi seperti itu. Karena saat dia mencoba berdiri, kakinya sudah kesemutan. Gegas dia berjalan ke kamar mandi saat menyadari waktu subuh akan segera datang.Fawaz memperhatikan istrinya yang sedari tadi berjalan mondar-mandir. Sibuk membersihkan kamar mereka, yang dia rasa memang sudah bersih.
Read more
33
"Maaf Tante, kami pagi-pagi sudah ke sini." Dania menyalami Laras."Ngga pa-pa.""Ini mau ngasih tumis brokoli untuk Mbak Kirana. Soalnya katanya itu bagus untuk penderita asam lambung." Dania meletakkan wadah plastik di atas meja."Makasih, Di." Kirana tersenyum pada wanita yang tampak melirik pada Fawaz. Hingga tanpa sadar dia mendengkus kesal. Ya, bukan rahasia lagi kalau Dania menyukai Fawaz.Namun, sayang. Perasaan wanita itu tidak mendapat balasan. Malah Fawaz terkesan tidak peduli."Mama kalian ke mana? Ngga ikut ke sini?" tanya Laras."Ngga Tante. Tadi mama sudah pergi ke rumah Om kami."Laras mengangguk paham. "Yaudah kalau begitu ayo ikut sarapan sekalian."Serta merta Fawaz melayangkan tatapan protes pada bundanya. Apa-apaan itu tadi? Menawari mereka makan bersama?Bundanya kenapa sih? Apa wanita tersayangnya itu, tidak menyadari aura permusuhan di sini?Sementara itu Laras hanya tersenyum kecil, menyad
Read more
34
"Terima kasih Tante, buat sarapannya." Dania menyalami wanita paruh baya terkenal ramah itu.Benar-benar mertua idaman!"Iya, sama-sama. Kalian sudah mau berangkat kerja?""Iya, tante." Dania beralih menatap Kirana. "Aku pergi dulu, ya, Mbak. Kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk bilang." Wanita itu memeluk wanita yang diharapkan bisa segera menikah dengan kakaknya."Iya, terima kasih. Hati-hati berangkatnya.""Iya."Dania beranjak, setelah memberi senyum tipis pada Aara, yang jika tidak diperhatikan dengan teliti, orang akan menganggap wanita itu tidak tersenyum.Ya, senyumnya sangat tipis. Tampak jelas dia terpaksa melakukan itu."Saya juga permisi, terima kasih atas sarapannya." Dafa menyalami Laras dan Kirana.Namun, gerakan tangannya yang akan menyalami Aara terhenti. Dia menggantinya, dengan menangkup kedua telapak tangan di depan dada. Persis yang dilakukan mantan istrinya.Wanita itu benar-benar berubah.
Read more
35
Fawaz melirik kedatangan Kirana yang sudah rapi dengan gaun selutut berwarna biru muda. Seperti biasanya wanita itu tampak menawan."Lho, Kirana mau ke mana? Kok sudah rapi?" tanya Laras saat Kirana duduk di sebelahnya."Mau ke rumah sakit, Tan.""Lho? Kenapa?""Ngga pa-pa. Cuma perlu konsultasi sama dokter.""O ... yaudah kamu sarapan dulu.""Baik, Tante. Terima kasih."Suasana ruang makan terasa tidak canggung. Mengingat Laras yang membuka topik pembicaraan tentang berbagai macam hal. Terkadang dia bicara pada menantunya, kadang juga pada Kirana. Hingga kedua wanita itu merasa nyaman.Namun, hal itu tentu saja berbeda dengan apa yang dirasakan Fawaz. Sedari tadi laki-laki itu tampak gelisah, meski masih bisa dia tutupi dengan baik. Sehingga tidak menimbulkan kecurigaan."Kamu ke rumah sakit sama siapa?" Laras menuang air putih dalam gelas."Diantar Kak Fawaz. Soalnya semalam Kak Fawaz sudah bilang mau ngantar. I
Read more
36
"Nglamun aja!" Yuli menepuk pelan bahu Aara, hingga wanita itu terkejut."Eh–kenapa, Mbak?""Kamu lagi mikirin apa? Sejak tadi ditanya ngga jawab."Aara menggeleng, "ngga mikirin apa-apa, Mbak. Mau tanya apa?"Yuli menunjuk kue nastar yang telah ditata rapi dalam toples. "Mau dimasukkan kardus sekarang?""Iya, Mbak. Tolong ya."Yuli mengangguk. Wanita dengan tubuh berisi itu segera melaksanakan tugas Aara. Dalam hati dia berdoa semoga Aara baik-baik saja. Karena dia paham, percuma saja menyuruh wanita itu bercerita. Aara tetaplah Aara. Wanita yang lebih suka menyimpan segala masalahnya sendiri.Menutup pintu, setelah memastikan kurirnya berangkat mengantar pesanan yang tadi dia siapkan. Aara beranjak menuju kamar setelah terdengar dering ponselnya."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Gimana kabarnya?""Baik, Ros. Kamu sendiri gimana?""Baik. Main ke rumah dong. Bosen nih, tiap hari di r
Read more
37
Fawaz melirik sang istri dari kaca spion depan. Tampak wanita cantik itu tengah bersandar, dengan pandangan lurus menatap ke samping. Pada pemandangan jalan raya.Tadi ada sedikit perdebatan kecil antara dirinya dan Rosi, kala di sampai di rumah wanita itu. Sahabat istrinya itu melarang dia membawa Aara. Bahkan mengatakan kalau dia lah yang akan mengantar Aara.Terlihat jelas Rosi kesan dengan kedatangan Kirana. Wanita yang tadi dia minta menunggu di mobil, malah ikut bersamanya.Untung saja Aara dengan penuh pengertian, meredam amarah sang sahabat. Sekaligus memberi pengertian kalau dia tidak masalah jika harus satu mobil dengan Kirana."Mampir di warung soto Pak Min dulu, ya, Kak?"Fawaz membagi sebentar perhatiannya pada Kirana. "Mau apa?""Mau makan lah, Kak. Emang kakak ngga pingin? Itu kan warung favorit kakak."Berdeham sebentar, untuk menetralkan rasa canggung yang tiba-tiba menyerang. Kemudia Fawaz membalas kalimat Kirana. "E
Read more
38
Dari arah pintu, Fawaz menatap istrinya yang tengah membereskan barang-barang mereka. Seketika hatinya diliputi rasa bersalah.Sementara itu Aara tersenyum tipis, melihat barangnya yang sudah tertata rapi. Menoleh ke samping karena menyadari kehadiran seseorang."Mas aku sudah selesai. Besok kita jadi pulang kan?"Senyum lembut Aara terasa menikam sudut hatinya. Haruskah kali ini dia menghilangkan senyum itu? Membuat istrinya kembali merasakan kekecewaan untuk kesekian kalinya.Berjalan mendekat, dia mendekap tubuh istrinya. Tidak ada kalimat yang keluar dari mulutnya. Karena dia sadar jika dia bicara, hanya luka lah yang akan didapatkan sang istri.Aara mencoba melepaskan pelukan suaminya. Dia tahu ada yang aneh. Terus berusaha, tapi tidak berhasil. Akhirnya membuat Aara menyerah."Kita jadi pulang 'kan?" tanyanya lirih. Sungguh, dia berharap suaminya akan menyetujui permintaannya kali ini."Maaf."Cukup! Dengan satu kata itu
Read more
39
Aara segera beranjak menuju kamar Fawaz yang berada di rumah Laras. Tadi pagi mereka memang memutuskan pulang. Namun, karena ada barangnya yang tertinggal dia memutuskan kembali ke rumah sang mertua.Toh, tadi sang suami juga mengabarkan akan pulang terlambat. Jadi, lebih baik dia mengambil barangnya sendiri. Setelahnya dia akan pulang, agar sudah sampai di rumah sebelum suaminya pulang.Dia sudah mengirim pesan pada Fawaz. Akan tetapi, sampai sekarang belum ada balasan.Aara membuka lemari, mencari tas jinjing yang kemarin dia bawa ke sini. Begitu menemukannya, dia menarik benda itu. Kening wanita manis itu berkerut, saat beberapa jaket Fawaz yang terletak di bawah tas itu terjatuh.Suaminya pernah berkata, kalau jaket itu sudah lama tidak digunakan. Makanya tidak di  gantung. Inginnya diberikan pada orang kurang mampu, tapi sampai sekarang sang suami belum ada waktu.Berjongkok, Aara memungut beberapa jaket yang berserakan itu. Hingga tangan
Read more
40
Fawaz langsung memutar tubuh ke belakang. Begitu suara familiar itu, masuk dalam telinganya. Belum hilang kekalutannya karena melihat air mata sang istri.Kini hatinya seperti ditikam belati, mengetahui sang bunda berdiri di belakangnya. Mata yang mengeluarkan cairan bening itu, memandangnya penuh kekecewaan.Bagus! Sekarang dia berhasil mengecewakan dua wanita paling berarti di hidupnya."Bun," ucapnya seraya berjalan mendekati Laras dengan cepat."Semua tadi benar?""Bun ...." Fawaz menatap nanar sang bunda yang menolak dia sentuh."Jawab Fawaz!""Maaf.""Ya Allah ...." Laras memukuli dada putranya. Air matanya luruh, tidak menyangka anak kebanggaannya melakukan perbuatan sekeji itu."Udah, Bun." Aara yang sudah berada di antara ibu dan anak itu. Memeluk Laras dari samping. Sedangkan Fawaz hanya pasrah, saat mendapat pukulan serta tamparan dari sang bunda. Karena baginya hal ini tidak berarti apa-apa. Diba
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status